Revolusi Mental Dimulai dari Lagu Anak

Author : Humas | Monday, November 09, 2015 23:52 WIB | Malang Post - Malang Post

MALANG - Sigit Baskara, pendiri Bumi Jogja Studio sekaligus pencipta lagu "Fatamorgana" mengkritisi lagu anak yang selama ini terbiasa dinyanyikan oleh orangtua untuk buah hati mereka, dari sudut pandang lain. Lagu pertama yang paling krusial adalah nina bobok, lirik “kalau tidak bobok digigit nyamuk” dinilai sarat akan ancaman yang tidak baik dalam tumbuh kembang anak, mengajarkan anak dengan mental premanisme. Nyatanya, berdasarkan data WHO, hewan pembunuh manusia nomer satu adalah nyamuk.
“Lah gitu kok kita mau ngancem anak-anak kita digigit sama nyamuk, dan ini adalah lagu turun menurun yang dinyanyikan setelah zaman Belanda,” tegas Sigit sebagai pemateri dalam acara workshop Lembaga Kebudayaan (LK) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) kerja sama dengan Persatuan Wilayah Aisyiyah (PWA) tersebut.
Tidak hanya lagu Nina Bobok, kurang lebih ada 18 lagu anak-anak yang sudah menjadi budaya bagi orangtua dan pendidik, padahal mengandung unsur lain yang mengancam mentalitas anak-anak, seperti “bolehlah naik dengan percuma” dalam lagu naik kereta api, yang mengajarkan budaya nekat dan mental gratisan, lirik “si kancil anak nakal, suka mencuri ketimun” dalam lagu si kancil yang diduga mengandung unsur main hakim sendiri, “merah kuning hijau” dalam lagu pelangi, yang tidak sejalan dengan prinsip dasar Ilmu Pengetahuan Alam bahwa pelangi memiliki 7 warna, “aku seorang kapiten” yang diduga mengandung unsur arogansi militerisme, dan banyak lagu lainnya.
Menurut pria yang juga menjadi produser dan composer musik anak semenjak tahun 2014 itu, memberikan solusi lagu untuk anak diantaranya adalah jarak ambitus (jarak antara nada rendah ke tinggi) hanya 5 nada saja, syair sederhana tetapi tetap artistic, mendorong tumbuhnya jiwa adiluhung, dan mendorong berfikir cerdas dan kreatif. Sedangkan referensi untuk menulis lagu terdiri dari ayat kauliah (ayat yang tersurat yang ada di Al Quran), hadist nabi (pesan Nabi), dan juga ayat kauniah.
Guru-guru juga diminta untuk dapat menciptakan lagu dengan menggunakan sisi edukatif, seperti cacing yang biasa dianggap sebagai hewan yang menjijikkan dapat diambil sisi lain sebagai hewan penggembur tanah. Sedangkan untuk lagu balita, semakin sederhana sistematikanya akan semakin baik.
“Misal hanya satu bait saja tetapi sudah merangkum pokok-pokok tema yang disasar, contoh satu-satu dan lihat kebunku,” ujar pria yang lulusan Teknik Mesin tersebut.
Pria berusia 43 tahun tersebut menambahkan, dalam penciptaan lagu anak terdapat proses pengembangan karakter jiwa anak, ia juga berpesan bahwa bangsa ini tidak akan bisa menjalankan revolusi mental jika tidak dimulai dari anak-anak.
Sigit juga memberi tugas kepada guru-guru yang dibagi menjadi beberapa kelompok, untuk membuat lagu dengan nada dan lirik yang original ciptaan sendiri hasil dari tema yang telah mereka tentukan, bukan hanya merubah lirik dari nada yang telah ada. Tidak sedikit dari guru yang dengan percaya diri tampil untuk menyanyikan lagu ciptaan mereka diiringi alunan keyboard dari Sigit. Lebih lanjut lagi ia berharap agar guru-guru terutama dari PAUD mau menyanyikan dan mengajarkan lagu yang telah dibuat ke anak didik mereka.
Lembaga Kebudayaan UMM adalah unsur pembantu pimpinan UMM dalam menjalankan program-program pendidikan. Bahkan, UMM merupakan satu-satunya Universitas di dunia yang memiliki Lembaga Kebudayaan. Lahirnya LK UMM sebagai kebutuhan akan lembaga yang bertujuan untuk membangun peradaban bangsa yang luhur dan mulia.
Kepala LK UMM Dr Tri Sulistyaningsih MSi mengatakan, kegiatan ini merupakan bentuk dedikasi LK terhadap kebudayaan dan pendidikan yang berkembang saat ini.
      “Anak usia dini dan anak TK adalah masa-masa golden age yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan pembelajaran atitude, serta budaya yang baik dalam bertutur dan bertingkah laku. Pendidikan yang mereka terima pada masa inilah yang akan dibawa sampai mereka besar nanti,” ungkapnya.
      Titis Anggraini, peserta perwakilan dari TK Darmawanita Dau yang mengikuti kegiatan workshop ini mengaku senang karena mendapat banyak ilmu baru tentang lagu edukatif dan Islami yang bisa diajarkan pada anak-anak.
      “Selama ini saya hanya mengajarkan lagu-lagu lama dan tidak menyadari bahwa lagu-lagu tersebut kurang mendidik. Dengan adanya workshop ini, ke depan saya akan mengajarkan lagu-lagu yang lebih mendidik dan Islami," ungkap Titis. (mg6/adv/oci)

Harvested from: http://www.malang-post.com/pendidikan/109694-revolusi-mental-dimulai-dari-lagu-anak
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: