Foto: Siska Permata Sari/Okezone |
JAKARTA - Tim mahasiswa Indonesia asal Malang masuk ke dalam jajaran 72 Ikon Prestasi Indonesia dan mendapat penghargaan dari Unit Kerja Presiden (UKP) Pancasila di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Senin (21/8/2017). Penghargaan tersebut berkat raihan prestasi para mahasiswa itu di Amerika.
Penghargaan tersebut diberikan sebab tiga mahasiswa asal Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tersebut meraih juara 1 dan 2 serta menggondol medali emas di ajang Trinity College Robot Competition 2017 di Amerika.
Tiga mahasiswa itu antara lain Salis Muchtar Fadhilah, Ikhlal Aldhi Wijaya, dan Imam Fatoni. Di ajang tersebut, mereka menampilkan robot pemadam api kategori berkaki.
Salah satu mahasiswa, Salis Muchtar Fadhilah mengatakan, robot yang memenangkan kontes robot nasional dan internasional tersebut menggunakan teknologi sensor ultrasonik dan TPA atau thermal potential array untuk mendeteksi letak api.
"Cara kerjanya itu robot ini berjalan di lorong pakai sensor ultrasonik untuk mengetahui apa ada hambatan di lorong itu. Lalu dia akan mencari titik apinya menggunakan TPA," jelas Salis.
Kemudian, jelas Salis, robot itu akan menyemburkan air yang ada pada badan robot ke titik api. Sementara, lanjut dia, untuk desain robot menggunakan acyrilic atau mika agar ringan.
"Kita pakai acrylic agar ringan. Robot ini hanya simulasi saja untuk kepentingan lomba. Ke depannya untuk dunia nyata mau mengembangkan ke ranah komersil," ungkap Salis.
Namun, demi mewujudkan itu, Salis mengaku masih mengalami sejumlah kendala. Di antaranya adalah riset dan modal.
Memenangi ajang di Amerika, bukanlah hal mudah. Salis mengaku ada saja kendala saat ingin bertanding. "Kemarin sempat ada kejadian airnya (dalam robot) buntu. Kemudian airnya itu bocor ke dalam robotnya, jadi agak eror. Ya jadi robot yang kita rakit selama satu tahun itu kita rangkai ulang selama 30 menit," kisah Salis.
Selain mengalami eror di saat-saat ingin bertanding, tim juga sempat dicurigai panitia karena robot rakitannya rapi seperti buatan pabrik. "Kami sempat dicurigai juga. Karena prinsip kami kan kalau membuat robot rapi, jadi disangka buatan pabrik. Akhirnya kita paparkan mengenai robot itu hingga panitia percaya," tuturnya.
Walaupun mendapat kendala seperti itu, para mahasiswa beserta robot pemadam kebakaran berkaki itu mampu melenggang meraih juara 1 dan 2 di Amerika. Bahkan, ke depannya Salis mengaku ingin mengembangkan robotnya ke ranah komersial.
Robot yang diriset sejak 2010 dan digarap pada 2016 hingga 2017 tersebut rencananya akan dikembangkan lagi untuk diterapkan di dunia nyata. "Untuk di dunia nyatanya mau mengembangkan ke arah komersil. Tapi ya ada hambatannya yaitu di riset dan modal," tandasnya.
Masuk ke dalam jajaran 72 Ikon Prestasi, Salis dan tim mengaku tidak menyangka. "Tidak menyangka masuk ke dalam 72 Ikon Prestasi Indonesia," tandasnya.
(sus)