Tim UMM bersama Kemendikbudristek ketika melaksanakaan program pelatihan dan pendampingan pembuatan kripik di Desa Sumbergedang, Pandaan, Pasuruan. (Hassanal Wildan/PWMU.CO).
PWMU.CO – Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tidak bosan-bosan berkontribusi kepada masyarakat. Kini, melalui Progam Basis Informasi Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (BIMA) tim UMM bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk Pengembangan Desa Binaan (PDB).
Program yang terpimpin oleh Prof Dr Sujono MKes ini melanjutkan pendampingan agrowisata di Desa Sumbergedang, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan. Selain itu, program tersebut kini juga telah memasuki tahun kedua.
Sujono menjelaskan bahwa pada tahun kedua ini, program pelatihan dan pendampingan terfokuskan pada dua kegiatan utama. Pertama, yakni penataan lanskap di area seluas tujuh hektar yang akan menjadi lokasi agrowisata berbasis tanaman sayuran serta taman bunga.
Kemudian yang kedua adalah persiapan pembukaan agrowisata yang berfokus pada pengembangan kuliner khas desa.
“Dengan penataan ini, diharapkan agrowisata Desa Sumbergedang dapat menjadi daya tarik wisata yang tidak hanya menawarkan keindahan alam, tetapi juga edukasi tentang pertanian dan keanekaragaman hayati” jelasnya.
Adapun program ini bertujuan untuk memaksimalkan potensi alam di desa tersebut agar dapat berkembang menjadi agrowisata yang mandiri dan sejahtera. Desa Sumbergedang terkenal memiliki keindahan alam yang luar biasa.
Terletak di antara Gunung Arjuno di sebelah barat dan Gunung Penanggungan di sebelah timur, desa ini menawarkan pemandangan yang menakjubkan. Selain itu, desa ini memiliki sumber air yang mengalir sepanjang tahun yang menjadikannya lokasi potensial untuk pengembangan agrowisata.
Dalam prosesnya, Sujono tidak sendiri. Bersama Dr Ratih Juliati MM Jamroji MKom serta Muhammad Nurul MM MP, mereka bersama-sama memberikan pelatihan dan pendampingan komprehensif kepada masyarakat setempat.
Misalnya, mempersiapkan berbagai produk kuliner berbasis minuman tradisional, seperti sinom dan beras kencur. Begitupun dengan pengembangan olahan pisang yang sesuai dengan nama desa yakni Sumber Gedang yang memiliki arti sumber pisang.
“Sesuai dengan nama desanya yakni sumbergedang. Jadi SDA disini itu lebih banyak pisang dengan jenis yang variatif. Pelatihan dan pendampingan diberikan kepada pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) setempat untuk meningkatkan kualitas produksi” terangnya.
“Mulai dari pemilihan bahan baku yang berkualitas, proses produksi yang higienis, pengemasan yang menarik, hingga pengurusan sertifikasi halal dan pemasaran digital” lanjut Sujono.
Menariknya, untuk mendukung peningkatan produksi, para pelaku UKM juga menerima bantuan alat-alat seperti mesin perajang serbaguna, pengemas plastik otomatis, dan pengemas minuman. Mesin perajang serbaguna ini memiliki kemampuan untuk menghasilkan keripik dalam tiga bentuk, yaitu chips atau lempeng, stik, dan dadu, dengan kapasitas produksi mencapai 30–40 kg per jam.
Dengan adanya program ini, Sujono dan tim berharap kapasitas produksi keripik dan minuman khas desa dapat meningkat, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Selain keripik pisang, semoga UKM di Desa Sumbergedang juga mampu memproduksi berbagai jenis keripik lainnya, seperti keripik ketela, singkong, kentang, dan wortel, dalam berbagai bentuk. (*)
Penulis Hassanal Wildan, Editor Danar Trivasya Fikri