MALANG KOTA – Kepala Badan Pengawasan Pembangunan Kampus (BP2K) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Ir Erwin Rommel MT mengungkap beberapa kelemahan, sehingga bangunan di Malang sering dilanda kebakaran.
Salah satunya, Erwin menyebut tidak adanya sistem proteksi kebakaran. ”Keberadaan alat pendeteksi api dan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) itu harus ada di setiap bangunan, sebagai proteksi kebakaran,” ujar Erwin.
Menurut Erwin, pengelola gedung juga perlu menyiapkan anggaran untuk fire protection system, misalnya alat pendeteksi gejala kebakaran. 5-10 persen anggaran konstruksi gedung seharusnya digunakan untuk fire protection system. “Sayangnya, pengelola gedung sering lupa dalam pengadaan sistem penanganan kebakaran,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menyebut, sistem proteksi tidak cukup hanya dari peralatan yang terpasang di gedung. Melainkan juga disiapkan di luar bangunan. Misalnya ketersediaan mobil pemadam kebakaran yang bisa mencapai ketinggian bangunan tertentu, baik dari pemerintah daerah maupun pihak swasta.
Erwin menilai, rata-rata bangunan publik di Kota Malang usia di atas 10 tahun, sehingga perlu dilakukan evaluasi secara intensif dan berkala. Utamanya dalam hal kelayakan dan keamanan terhadap bahaya kebakaran.
Khusus mengenai kebakaran Malang Plaza, kata Erwin, kegiatan jual beli di dalamnya mengakibatkan perubahan instalasi kelistrikan. Sebab, instalasi listrik yang dipasang tidak semua dilakukan oleh profesional. Banyak orang yang kemudian memasang instalasi listrik lanjutan dan sebagainya. Sehingga hal itu membuat potensi terjadinya kebakaran semakin besar.
Erwin menyarankan agar Pemerintah Kota (Pemkot) Malang melakukan evaluasi tersebut, terutama untuk bangunan layanan publik. “Sebenarnya, regulasi untuk peningkatan kualitas layanan gedung sudah ada yakni Sertifikat Layak Fungsi (SLF),” kata dia.
Sayangnya, lanjutnya, itu hanya dilakukan saat bangunan akan berfungsi. Sedangkan pasca-operasional bangunan gedung belum ada regulasinya, termasuk kerentanan bangunan terhadap kebakaran.(dre/dan)