MUNDUR DARI KARYAWAN FINANCE, PINJAM UANG UNTUK BUKA WARUNG STMJ

Author : Humas | Thursday, November 02, 2017 09:29 WIB | Radar Malang.ID - Radar Malang.ID

Semangat Imron Rosyadi dalam berwirausaha di bidang kuliner bisa dijadikan contoh. Sebab, dia memulai dari hal kecil dan akhirnya bisa dibilang berhasil. Terbukti, kini gerainya ada di semua mal Kota Malang.

Semangat Imron Rosyadi dalam berwirausaha di bidang kuliner bisa dijadikan contoh. Sebab, dia memulai dari hal kecil dan akhirnya bisa dibilang berhasil. Terbukti, kini gerainya ada di semua mal Kota Malang.

Bagi Anda yang langganan membeli kentang goreng di mal Kota Malang, mungkin tak asing dengan nama gerai Tasnim Tea & Fries. Itulah salah satu usaha yang dikelola Imron Rosyadi.

 

Imron merupakan wirausahawan di bidang kuliner yang cukup berhasil mengepakkan bisnisnya di Kota Malang. Pria asal Lamongan ini mengawali usahanya dari bawah.

Saat ditemui di salah satu cabang usahanya di Mall Dinoyo, pria kelahiran 1972 ini sudah menyiapkan menu andalannya, yakni mi goreng ala Tasnim Resto. Sambil menyantap hidangan, dia pun berbagi cerita sejarahnya hingga bisa memiliki 8 cabang.

Kepada koran ini dia bercerita, sekitar tahun 1991, dirinya mulai menetap di bumi Arema untuk kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan menjadi santri di pesantren daerah Kecamatan Dau. Setelah lulus kuliah, mulanya dia bekerja sebagai karyawan di perusahaan finance. Akan tetapi, tak seperti yang dibayangkan banyak orang bahwa bekerja di sebuah bank itu enak dan cepat kaya. Bagi Imron, menjadi pegawai finance sangat melelahkan dan selalu dikejar target. Namun, tidak sebanding dengan penghasilan yang dia dapatkan. ”Dulu bisa dibilang hanya cukup untuk membayar cicilan motor. Akhirnya, saya keluar,” terangnya.

Dia pun kemudian mengamati sekitarnya, melihat peluang-peluang usaha. Hingga muncul sebuah ide untuk membuat usaha susu telur madu jahe (STMJ). Pria yang tinggal di Tlogomas ini menerapkan sistem ATM (amati, tiru, modifikasi). Dia juga meriset setiap susu segar yang ada di koperasi unit desa (KUD) wilayah Dau. Dia mencari bahan-bahan terbaik untuk diolah. Setelah berhasil menemukan bahan yang cocok di lidah, pada tahun 2000 usaha pertamanya STMJ Nabilah pun dirintis.

Dia mendapatkan modal usaha tersebut dari hasil celengan dan bantuan keluarga. Semua bahan di STMJ Nabilah diolahnya sendiri. Selama 3 bulan, dia berusaha mendapatkan pelanggan.

Lambat laun, setelah 4 tahun menggeluti usaha STMJ, omzetnya makin meningkat, pembelinya pun kian ramai. Bahkan, dia mendapatkan tawaran untuk membuka stan di Malang Town Square (Matos). Tak mau melewatkan peluang, dia akhirnya membuka stan yang menjadi cabang pertamanya. Usaha itu dimulai pada 2004 melalui hasil jerih payah STMJ-nya. ”Di Matos saat itu ya sudah termasuk mewah,” ungkapnya. Dia membeli stan secara kredit tanpa bunga, seharga Rp 150 juta.

Di Matos, dia mencoba menghasilkan produk baru berupa minuman teh. Itu pun dia lakukan melalui riset. Kemudian, usahanya di Matos tersebut dia beri nama Tasnim Tea & Fries. Gerai itu menyediakan minuman teh dan kentang goreng. Namun, perjuangannya pun tidak selalu mulus. Selama 2-3 tahun, dia mengaku omzetnya tidak sesuai harapan. Akhirnya, dia menyelidikinya. Ternyata, produksi teh itu ada triknya sendiri. Mulai peracikan daun teh hingga minuman tersebut dihidangkan. Dia juga giat meramu teh sampai rasanya benar-benar enak. ”Setelah 3 tahun, omzet yang di Matos mulai bisa dinikmati,” ujarnya.

Tak berhenti di Matos. Dia kembali membuka cabang baru di Mal Olympic Garden (MOG). Kali ini, dia mencoba menambahkan satu menu masakan di stannya, hingga menjadi Tasnim Resto. Harga sewanya pun jauh lebih mahal daripada cabang sebelumnya. Karena lokasinya yang cukup strategis dengan pengunjung MOG yang selalu ramai, maka berdampak positif bagi usahanya.

Belum puas dengan tiga usahanya, dia mencari peluang baru. Malang Plaza merupakan lokasi cabang ketiganya. Karena hanya semacam ruko kecil, dia membuka Tasnim Tea & Fries di sana. ”Lokasinya dekat pasar, jadi selalu ada pembeli,” ujar pria kelahiran Januari ini.

Tak puas sampai di situ, dia masih mengincar mal baru untuk cabang lainnya. Cyber Mall dan @MX Mall yang terpilih selanjutnya. ”Ternyata, berbisnis itu sangat menyenangkan jika kita mampu mengelolanya,” tandas dia.

Setelah berhasil menduduki hampir semua mal, dia membuka cabang lainnya lagi di area sekitar kampus Kota Malang. Pertama, ada di kantin Universitas Brawijaya (UB). Kedua, dia membuka stan di pinggir Jalan Tirto Utomo, tetapi hanya untuk Tasnim Tea.

Ternyata, semangat Imron ini masih belum selesai dalam menyebarkan bisnisnya. Pada 2016, awal berdirinya Mall Dinoyo, dua stan dia pilih menjadi cabang berikutnya. Dari bisnis yang dikelolanya, kini dia bisa menikmati hasil yang lumayan. Omzetnya rata-rata Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per hari, dari tiap cabang. Omzet tersebut juga akan terus bertambah ketika weekend. Bagi dia, keuntungan kecil, tetapi rutin tiap hari lebih baik daripada untung besar tapi hanya sekali. Selain diputar untuk keperluan operasional antarcabang, hasil omzetnya dia gunakan untuk merenovasi masjid di Lamongan, dekat tempat asalnya. Dia juga menyebutkan bahwa dirinya bisa membeli rumah hanya dengan usaha STMJ-nya.

Imron sebenarnya tidak pernah bermimpi hingga bisa menjadi seperti sekarang. ”Saya dulu ke Malang hanya karena udaranya yang sejuk, lalu kuliah di UMM. Saat ditanyai apa rahasia di dunia usaha, saya hanya berpesan jika berusaha jangan ada kata tapi. Seperti, tapi nanti kan rugi, tapi rasanya tidak enak, dan tapi yang lainnya. Sebab, semua itu akan bisa menjadi sugesti,” katanya.

Ke depan, Imron akan segera membuka cabang barunya dengan menu chicken boom dan STMJ Plethok yang sistemnya di-setting seperti drive thru.

Pewarta : Yeha Regina
Penyunting : Kholid Amrullah
Copy Editor : Indah Setyowati
Fotografer : Yeha Regina

Semangat Imron Rosyadi dalam berwirausaha di bidang kuliner bisa dijadikan contoh. Sebab, dia memulai dari hal kecil dan akhirnya bisa dibilang berhasil. Terbukti, kini gerainya ada di semua mal Kota Malang.

Semangat Imron Rosyadi dalam berwirausaha di bidang kuliner bisa dijadikan contoh. Sebab, dia memulai dari hal kecil dan akhirnya bisa dibilang berhasil. Terbukti, kini gerainya ada di semua mal Kota Malang.

Bagi Anda yang langganan membeli kentang goreng di mal Kota Malang, mungkin tak asing dengan nama gerai Tasnim Tea & Fries. Itulah salah satu usaha yang dikelola Imron Rosyadi.

 

Imron merupakan wirausahawan di bidang kuliner yang cukup berhasil mengepakkan bisnisnya di Kota Malang. Pria asal Lamongan ini mengawali usahanya dari bawah.

Saat ditemui di salah satu cabang usahanya di Mall Dinoyo, pria kelahiran 1972 ini sudah menyiapkan menu andalannya, yakni mi goreng ala Tasnim Resto. Sambil menyantap hidangan, dia pun berbagi cerita sejarahnya hingga bisa memiliki 8 cabang.

Kepada koran ini dia bercerita, sekitar tahun 1991, dirinya mulai menetap di bumi Arema untuk kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan menjadi santri di pesantren daerah Kecamatan Dau. Setelah lulus kuliah, mulanya dia bekerja sebagai karyawan di perusahaan finance. Akan tetapi, tak seperti yang dibayangkan banyak orang bahwa bekerja di sebuah bank itu enak dan cepat kaya. Bagi Imron, menjadi pegawai finance sangat melelahkan dan selalu dikejar target. Namun, tidak sebanding dengan penghasilan yang dia dapatkan. ”Dulu bisa dibilang hanya cukup untuk membayar cicilan motor. Akhirnya, saya keluar,” terangnya.

Dia pun kemudian mengamati sekitarnya, melihat peluang-peluang usaha. Hingga muncul sebuah ide untuk membuat usaha susu telur madu jahe (STMJ). Pria yang tinggal di Tlogomas ini menerapkan sistem ATM (amati, tiru, modifikasi). Dia juga meriset setiap susu segar yang ada di koperasi unit desa (KUD) wilayah Dau. Dia mencari bahan-bahan terbaik untuk diolah. Setelah berhasil menemukan bahan yang cocok di lidah, pada tahun 2000 usaha pertamanya STMJ Nabilah pun dirintis.

Dia mendapatkan modal usaha tersebut dari hasil celengan dan bantuan keluarga. Semua bahan di STMJ Nabilah diolahnya sendiri. Selama 3 bulan, dia berusaha mendapatkan pelanggan.

Lambat laun, setelah 4 tahun menggeluti usaha STMJ, omzetnya makin meningkat, pembelinya pun kian ramai. Bahkan, dia mendapatkan tawaran untuk membuka stan di Malang Town Square (Matos). Tak mau melewatkan peluang, dia akhirnya membuka stan yang menjadi cabang pertamanya. Usaha itu dimulai pada 2004 melalui hasil jerih payah STMJ-nya. ”Di Matos saat itu ya sudah termasuk mewah,” ungkapnya. Dia membeli stan secara kredit tanpa bunga, seharga Rp 150 juta.

Di Matos, dia mencoba menghasilkan produk baru berupa minuman teh. Itu pun dia lakukan melalui riset. Kemudian, usahanya di Matos tersebut dia beri nama Tasnim Tea & Fries. Gerai itu menyediakan minuman teh dan kentang goreng. Namun, perjuangannya pun tidak selalu mulus. Selama 2-3 tahun, dia mengaku omzetnya tidak sesuai harapan. Akhirnya, dia menyelidikinya. Ternyata, produksi teh itu ada triknya sendiri. Mulai peracikan daun teh hingga minuman tersebut dihidangkan. Dia juga giat meramu teh sampai rasanya benar-benar enak. ”Setelah 3 tahun, omzet yang di Matos mulai bisa dinikmati,” ujarnya.

Tak berhenti di Matos. Dia kembali membuka cabang baru di Mal Olympic Garden (MOG). Kali ini, dia mencoba menambahkan satu menu masakan di stannya, hingga menjadi Tasnim Resto. Harga sewanya pun jauh lebih mahal daripada cabang sebelumnya. Karena lokasinya yang cukup strategis dengan pengunjung MOG yang selalu ramai, maka berdampak positif bagi usahanya.

Belum puas dengan tiga usahanya, dia mencari peluang baru. Malang Plaza merupakan lokasi cabang ketiganya. Karena hanya semacam ruko kecil, dia membuka Tasnim Tea & Fries di sana. ”Lokasinya dekat pasar, jadi selalu ada pembeli,” ujar pria kelahiran Januari ini.

Tak puas sampai di situ, dia masih mengincar mal baru untuk cabang lainnya. Cyber Mall dan @MX Mall yang terpilih selanjutnya. ”Ternyata, berbisnis itu sangat menyenangkan jika kita mampu mengelolanya,” tandas dia.

Setelah berhasil menduduki hampir semua mal, dia membuka cabang lainnya lagi di area sekitar kampus Kota Malang. Pertama, ada di kantin Universitas Brawijaya (UB). Kedua, dia membuka stan di pinggir Jalan Tirto Utomo, tetapi hanya untuk Tasnim Tea.

Ternyata, semangat Imron ini masih belum selesai dalam menyebarkan bisnisnya. Pada 2016, awal berdirinya Mall Dinoyo, dua stan dia pilih menjadi cabang berikutnya. Dari bisnis yang dikelolanya, kini dia bisa menikmati hasil yang lumayan. Omzetnya rata-rata Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per hari, dari tiap cabang. Omzet tersebut juga akan terus bertambah ketika weekend. Bagi dia, keuntungan kecil, tetapi rutin tiap hari lebih baik daripada untung besar tapi hanya sekali. Selain diputar untuk keperluan operasional antarcabang, hasil omzetnya dia gunakan untuk merenovasi masjid di Lamongan, dekat tempat asalnya. Dia juga menyebutkan bahwa dirinya bisa membeli rumah hanya dengan usaha STMJ-nya.

Imron sebenarnya tidak pernah bermimpi hingga bisa menjadi seperti sekarang. ”Saya dulu ke Malang hanya karena udaranya yang sejuk, lalu kuliah di UMM. Saat ditanyai apa rahasia di dunia usaha, saya hanya berpesan jika berusaha jangan ada kata tapi. Seperti, tapi nanti kan rugi, tapi rasanya tidak enak, dan tapi yang lainnya. Sebab, semua itu akan bisa menjadi sugesti,” katanya.

Ke depan, Imron akan segera membuka cabang barunya dengan menu chicken boom dan STMJ Plethok yang sistemnya di-setting seperti drive thru.

Pewarta : Yeha Regina
Penyunting : Kholid Amrullah
Copy Editor : Indah Setyowati
Fotografer : Yeha Regina

Semangat Imron Rosyadi dalam berwirausaha di bidang kuliner bisa dijadikan contoh. Sebab, dia memulai dari hal kecil dan akhirnya bisa dibilang berhasil. Terbukti, kini gerainya ada di semua mal Kota Malang.

Semangat Imron Rosyadi dalam berwirausaha di bidang kuliner bisa dijadikan contoh. Sebab, dia memulai dari hal kecil dan akhirnya bisa dibilang berhasil. Terbukti, kini gerainya ada di semua mal Kota Malang.

Bagi Anda yang langganan membeli kentang goreng di mal Kota Malang, mungkin tak asing dengan nama gerai Tasnim Tea & Fries. Itulah salah satu usaha yang dikelola Imron Rosyadi.

 

Imron merupakan wirausahawan di bidang kuliner yang cukup berhasil mengepakkan bisnisnya di Kota Malang. Pria asal Lamongan ini mengawali usahanya dari bawah.

Saat ditemui di salah satu cabang usahanya di Mall Dinoyo, pria kelahiran 1972 ini sudah menyiapkan menu andalannya, yakni mi goreng ala Tasnim Resto. Sambil menyantap hidangan, dia pun berbagi cerita sejarahnya hingga bisa memiliki 8 cabang.

Kepada koran ini dia bercerita, sekitar tahun 1991, dirinya mulai menetap di bumi Arema untuk kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan menjadi santri di pesantren daerah Kecamatan Dau. Setelah lulus kuliah, mulanya dia bekerja sebagai karyawan di perusahaan finance. Akan tetapi, tak seperti yang dibayangkan banyak orang bahwa bekerja di sebuah bank itu enak dan cepat kaya. Bagi Imron, menjadi pegawai finance sangat melelahkan dan selalu dikejar target. Namun, tidak sebanding dengan penghasilan yang dia dapatkan. ”Dulu bisa dibilang hanya cukup untuk membayar cicilan motor. Akhirnya, saya keluar,” terangnya.

Dia pun kemudian mengamati sekitarnya, melihat peluang-peluang usaha. Hingga muncul sebuah ide untuk membuat usaha susu telur madu jahe (STMJ). Pria yang tinggal di Tlogomas ini menerapkan sistem ATM (amati, tiru, modifikasi). Dia juga meriset setiap susu segar yang ada di koperasi unit desa (KUD) wilayah Dau. Dia mencari bahan-bahan terbaik untuk diolah. Setelah berhasil menemukan bahan yang cocok di lidah, pada tahun 2000 usaha pertamanya STMJ Nabilah pun dirintis.

Dia mendapatkan modal usaha tersebut dari hasil celengan dan bantuan keluarga. Semua bahan di STMJ Nabilah diolahnya sendiri. Selama 3 bulan, dia berusaha mendapatkan pelanggan.

Lambat laun, setelah 4 tahun menggeluti usaha STMJ, omzetnya makin meningkat, pembelinya pun kian ramai. Bahkan, dia mendapatkan tawaran untuk membuka stan di Malang Town Square (Matos). Tak mau melewatkan peluang, dia akhirnya membuka stan yang menjadi cabang pertamanya. Usaha itu dimulai pada 2004 melalui hasil jerih payah STMJ-nya. ”Di Matos saat itu ya sudah termasuk mewah,” ungkapnya. Dia membeli stan secara kredit tanpa bunga, seharga Rp 150 juta.

Di Matos, dia mencoba menghasilkan produk baru berupa minuman teh. Itu pun dia lakukan melalui riset. Kemudian, usahanya di Matos tersebut dia beri nama Tasnim Tea & Fries. Gerai itu menyediakan minuman teh dan kentang goreng. Namun, perjuangannya pun tidak selalu mulus. Selama 2-3 tahun, dia mengaku omzetnya tidak sesuai harapan. Akhirnya, dia menyelidikinya. Ternyata, produksi teh itu ada triknya sendiri. Mulai peracikan daun teh hingga minuman tersebut dihidangkan. Dia juga giat meramu teh sampai rasanya benar-benar enak. ”Setelah 3 tahun, omzet yang di Matos mulai bisa dinikmati,” ujarnya.

Tak berhenti di Matos. Dia kembali membuka cabang baru di Mal Olympic Garden (MOG). Kali ini, dia mencoba menambahkan satu menu masakan di stannya, hingga menjadi Tasnim Resto. Harga sewanya pun jauh lebih mahal daripada cabang sebelumnya. Karena lokasinya yang cukup strategis dengan pengunjung MOG yang selalu ramai, maka berdampak positif bagi usahanya.

Belum puas dengan tiga usahanya, dia mencari peluang baru. Malang Plaza merupakan lokasi cabang ketiganya. Karena hanya semacam ruko kecil, dia membuka Tasnim Tea & Fries di sana. ”Lokasinya dekat pasar, jadi selalu ada pembeli,” ujar pria kelahiran Januari ini.

Tak puas sampai di situ, dia masih mengincar mal baru untuk cabang lainnya. Cyber Mall dan @MX Mall yang terpilih selanjutnya. ”Ternyata, berbisnis itu sangat menyenangkan jika kita mampu mengelolanya,” tandas dia.

Setelah berhasil menduduki hampir semua mal, dia membuka cabang lainnya lagi di area sekitar kampus Kota Malang. Pertama, ada di kantin Universitas Brawijaya (UB). Kedua, dia membuka stan di pinggir Jalan Tirto Utomo, tetapi hanya untuk Tasnim Tea.

Ternyata, semangat Imron ini masih belum selesai dalam menyebarkan bisnisnya. Pada 2016, awal berdirinya Mall Dinoyo, dua stan dia pilih menjadi cabang berikutnya. Dari bisnis yang dikelolanya, kini dia bisa menikmati hasil yang lumayan. Omzetnya rata-rata Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per hari, dari tiap cabang. Omzet tersebut juga akan terus bertambah ketika weekend. Bagi dia, keuntungan kecil, tetapi rutin tiap hari lebih baik daripada untung besar tapi hanya sekali. Selain diputar untuk keperluan operasional antarcabang, hasil omzetnya dia gunakan untuk merenovasi masjid di Lamongan, dekat tempat asalnya. Dia juga menyebutkan bahwa dirinya bisa membeli rumah hanya dengan usaha STMJ-nya.

Imron sebenarnya tidak pernah bermimpi hingga bisa menjadi seperti sekarang. ”Saya dulu ke Malang hanya karena udaranya yang sejuk, lalu kuliah di UMM. Saat ditanyai apa rahasia di dunia usaha, saya hanya berpesan jika berusaha jangan ada kata tapi. Seperti, tapi nanti kan rugi, tapi rasanya tidak enak, dan tapi yang lainnya. Sebab, semua itu akan bisa menjadi sugesti,” katanya.

Ke depan, Imron akan segera membuka cabang barunya dengan menu chicken boom dan STMJ Plethok yang sistemnya di-setting seperti drive thru.

Pewarta : Yeha Regina
Penyunting : Kholid Amrullah
Copy Editor : Indah Setyowati
Fotografer : Yeha Regina

Semangat Imron Rosyadi dalam berwirausaha di bidang kuliner bisa dijadikan contoh. Sebab, dia memulai dari hal kecil dan akhirnya bisa dibilang berhasil. Terbukti, kini gerainya ada di semua mal Kota Malang.

Semangat Imron Rosyadi dalam berwirausaha di bidang kuliner bisa dijadikan contoh. Sebab, dia memulai dari hal kecil dan akhirnya bisa dibilang berhasil. Terbukti, kini gerainya ada di semua mal Kota Malang.

Bagi Anda yang langganan membeli kentang goreng di mal Kota Malang, mungkin tak asing dengan nama gerai Tasnim Tea & Fries. Itulah salah satu usaha yang dikelola Imron Rosyadi.

 

Imron merupakan wirausahawan di bidang kuliner yang cukup berhasil mengepakkan bisnisnya di Kota Malang. Pria asal Lamongan ini mengawali usahanya dari bawah.

Saat ditemui di salah satu cabang usahanya di Mall Dinoyo, pria kelahiran 1972 ini sudah menyiapkan menu andalannya, yakni mi goreng ala Tasnim Resto. Sambil menyantap hidangan, dia pun berbagi cerita sejarahnya hingga bisa memiliki 8 cabang.

Kepada koran ini dia bercerita, sekitar tahun 1991, dirinya mulai menetap di bumi Arema untuk kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan menjadi santri di pesantren daerah Kecamatan Dau. Setelah lulus kuliah, mulanya dia bekerja sebagai karyawan di perusahaan finance. Akan tetapi, tak seperti yang dibayangkan banyak orang bahwa bekerja di sebuah bank itu enak dan cepat kaya. Bagi Imron, menjadi pegawai finance sangat melelahkan dan selalu dikejar target. Namun, tidak sebanding dengan penghasilan yang dia dapatkan. ”Dulu bisa dibilang hanya cukup untuk membayar cicilan motor. Akhirnya, saya keluar,” terangnya.

Dia pun kemudian mengamati sekitarnya, melihat peluang-peluang usaha. Hingga muncul sebuah ide untuk membuat usaha susu telur madu jahe (STMJ). Pria yang tinggal di Tlogomas ini menerapkan sistem ATM (amati, tiru, modifikasi). Dia juga meriset setiap susu segar yang ada di koperasi unit desa (KUD) wilayah Dau. Dia mencari bahan-bahan terbaik untuk diolah. Setelah berhasil menemukan bahan yang cocok di lidah, pada tahun 2000 usaha pertamanya STMJ Nabilah pun dirintis.

Dia mendapatkan modal usaha tersebut dari hasil celengan dan bantuan keluarga. Semua bahan di STMJ Nabilah diolahnya sendiri. Selama 3 bulan, dia berusaha mendapatkan pelanggan.

Lambat laun, setelah 4 tahun menggeluti usaha STMJ, omzetnya makin meningkat, pembelinya pun kian ramai. Bahkan, dia mendapatkan tawaran untuk membuka stan di Malang Town Square (Matos). Tak mau melewatkan peluang, dia akhirnya membuka stan yang menjadi cabang pertamanya. Usaha itu dimulai pada 2004 melalui hasil jerih payah STMJ-nya. ”Di Matos saat itu ya sudah termasuk mewah,” ungkapnya. Dia membeli stan secara kredit tanpa bunga, seharga Rp 150 juta.

Di Matos, dia mencoba menghasilkan produk baru berupa minuman teh. Itu pun dia lakukan melalui riset. Kemudian, usahanya di Matos tersebut dia beri nama Tasnim Tea & Fries. Gerai itu menyediakan minuman teh dan kentang goreng. Namun, perjuangannya pun tidak selalu mulus. Selama 2-3 tahun, dia mengaku omzetnya tidak sesuai harapan. Akhirnya, dia menyelidikinya. Ternyata, produksi teh itu ada triknya sendiri. Mulai peracikan daun teh hingga minuman tersebut dihidangkan. Dia juga giat meramu teh sampai rasanya benar-benar enak. ”Setelah 3 tahun, omzet yang di Matos mulai bisa dinikmati,” ujarnya.

Tak berhenti di Matos. Dia kembali membuka cabang baru di Mal Olympic Garden (MOG). Kali ini, dia mencoba menambahkan satu menu masakan di stannya, hingga menjadi Tasnim Resto. Harga sewanya pun jauh lebih mahal daripada cabang sebelumnya. Karena lokasinya yang cukup strategis dengan pengunjung MOG yang selalu ramai, maka berdampak positif bagi usahanya.

Belum puas dengan tiga usahanya, dia mencari peluang baru. Malang Plaza merupakan lokasi cabang ketiganya. Karena hanya semacam ruko kecil, dia membuka Tasnim Tea & Fries di sana. ”Lokasinya dekat pasar, jadi selalu ada pembeli,” ujar pria kelahiran Januari ini.

Tak puas sampai di situ, dia masih mengincar mal baru untuk cabang lainnya. Cyber Mall dan @MX Mall yang terpilih selanjutnya. ”Ternyata, berbisnis itu sangat menyenangkan jika kita mampu mengelolanya,” tandas dia.

Setelah berhasil menduduki hampir semua mal, dia membuka cabang lainnya lagi di area sekitar kampus Kota Malang. Pertama, ada di kantin Universitas Brawijaya (UB). Kedua, dia membuka stan di pinggir Jalan Tirto Utomo, tetapi hanya untuk Tasnim Tea.

Ternyata, semangat Imron ini masih belum selesai dalam menyebarkan bisnisnya. Pada 2016, awal berdirinya Mall Dinoyo, dua stan dia pilih menjadi cabang berikutnya. Dari bisnis yang dikelolanya, kini dia bisa menikmati hasil yang lumayan. Omzetnya rata-rata Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per hari, dari tiap cabang. Omzet tersebut juga akan terus bertambah ketika weekend. Bagi dia, keuntungan kecil, tetapi rutin tiap hari lebih baik daripada untung besar tapi hanya sekali. Selain diputar untuk keperluan operasional antarcabang, hasil omzetnya dia gunakan untuk merenovasi masjid di Lamongan, dekat tempat asalnya. Dia juga menyebutkan bahwa dirinya bisa membeli rumah hanya dengan usaha STMJ-nya.

Imron sebenarnya tidak pernah bermimpi hingga bisa menjadi seperti sekarang. ”Saya dulu ke Malang hanya karena udaranya yang sejuk, lalu kuliah di UMM. Saat ditanyai apa rahasia di dunia usaha, saya hanya berpesan jika berusaha jangan ada kata tapi. Seperti, tapi nanti kan rugi, tapi rasanya tidak enak, dan tapi yang lainnya. Sebab, semua itu akan bisa menjadi sugesti,” katanya.

Ke depan, Imron akan segera membuka cabang barunya dengan menu chicken boom dan STMJ Plethok yang sistemnya di-setting seperti drive thru.

Pewarta : Yeha Regina
Penyunting : Kholid Amrullah
Copy Editor : Indah Setyowati
Fotografer : Yeha Regina

Semangat Imron Rosyadi dalam berwirausaha di bidang kuliner bisa dijadikan contoh. Sebab, dia memulai dari hal kecil dan akhirnya bisa dibilang berhasil. Terbukti, kini gerainya ada di semua mal Kota Malang.

Semangat Imron Rosyadi dalam berwirausaha di bidang kuliner bisa dijadikan contoh. Sebab, dia memulai dari hal kecil dan akhirnya bisa dibilang berhasil. Terbukti, kini gerainya ada di semua mal Kota Malang.

Bagi Anda yang langganan membeli kentang goreng di mal Kota Malang, mungkin tak asing dengan nama gerai Tasnim Tea & Fries. Itulah salah satu usaha yang dikelola Imron Rosyadi.

 

Imron merupakan wirausahawan di bidang kuliner yang cukup berhasil mengepakkan bisnisnya di Kota Malang. Pria asal Lamongan ini mengawali usahanya dari bawah.

Saat ditemui di salah satu cabang usahanya di Mall Dinoyo, pria kelahiran 1972 ini sudah menyiapkan menu andalannya, yakni mi goreng ala Tasnim Resto. Sambil menyantap hidangan, dia pun berbagi cerita sejarahnya hingga bisa memiliki 8 cabang.

Kepada koran ini dia bercerita, sekitar tahun 1991, dirinya mulai menetap di bumi Arema untuk kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan menjadi santri di pesantren daerah Kecamatan Dau. Setelah lulus kuliah, mulanya dia bekerja sebagai karyawan di perusahaan finance. Akan tetapi, tak seperti yang dibayangkan banyak orang bahwa bekerja di sebuah bank itu enak dan cepat kaya. Bagi Imron, menjadi pegawai finance sangat melelahkan dan selalu dikejar target. Namun, tidak sebanding dengan penghasilan yang dia dapatkan. ”Dulu bisa dibilang hanya cukup untuk membayar cicilan motor. Akhirnya, saya keluar,” terangnya.

Dia pun kemudian mengamati sekitarnya, melihat peluang-peluang usaha. Hingga muncul sebuah ide untuk membuat usaha susu telur madu jahe (STMJ). Pria yang tinggal di Tlogomas ini menerapkan sistem ATM (amati, tiru, modifikasi). Dia juga meriset setiap susu segar yang ada di koperasi unit desa (KUD) wilayah Dau. Dia mencari bahan-bahan terbaik untuk diolah. Setelah berhasil menemukan bahan yang cocok di lidah, pada tahun 2000 usaha pertamanya STMJ Nabilah pun dirintis.

Dia mendapatkan modal usaha tersebut dari hasil celengan dan bantuan keluarga. Semua bahan di STMJ Nabilah diolahnya sendiri. Selama 3 bulan, dia berusaha mendapatkan pelanggan.

Lambat laun, setelah 4 tahun menggeluti usaha STMJ, omzetnya makin meningkat, pembelinya pun kian ramai. Bahkan, dia mendapatkan tawaran untuk membuka stan di Malang Town Square (Matos). Tak mau melewatkan peluang, dia akhirnya membuka stan yang menjadi cabang pertamanya. Usaha itu dimulai pada 2004 melalui hasil jerih payah STMJ-nya. ”Di Matos saat itu ya sudah termasuk mewah,” ungkapnya. Dia membeli stan secara kredit tanpa bunga, seharga Rp 150 juta.

Di Matos, dia mencoba menghasilkan produk baru berupa minuman teh. Itu pun dia lakukan melalui riset. Kemudian, usahanya di Matos tersebut dia beri nama Tasnim Tea & Fries. Gerai itu menyediakan minuman teh dan kentang goreng. Namun, perjuangannya pun tidak selalu mulus. Selama 2-3 tahun, dia mengaku omzetnya tidak sesuai harapan. Akhirnya, dia menyelidikinya. Ternyata, produksi teh itu ada triknya sendiri. Mulai peracikan daun teh hingga minuman tersebut dihidangkan. Dia juga giat meramu teh sampai rasanya benar-benar enak. ”Setelah 3 tahun, omzet yang di Matos mulai bisa dinikmati,” ujarnya.

Tak berhenti di Matos. Dia kembali membuka cabang baru di Mal Olympic Garden (MOG). Kali ini, dia mencoba menambahkan satu menu masakan di stannya, hingga menjadi Tasnim Resto. Harga sewanya pun jauh lebih mahal daripada cabang sebelumnya. Karena lokasinya yang cukup strategis dengan pengunjung MOG yang selalu ramai, maka berdampak positif bagi usahanya.

Belum puas dengan tiga usahanya, dia mencari peluang baru. Malang Plaza merupakan lokasi cabang ketiganya. Karena hanya semacam ruko kecil, dia membuka Tasnim Tea & Fries di sana. ”Lokasinya dekat pasar, jadi selalu ada pembeli,” ujar pria kelahiran Januari ini.

Tak puas sampai di situ, dia masih mengincar mal baru untuk cabang lainnya. Cyber Mall dan @MX Mall yang terpilih selanjutnya. ”Ternyata, berbisnis itu sangat menyenangkan jika kita mampu mengelolanya,” tandas dia.

Setelah berhasil menduduki hampir semua mal, dia membuka cabang lainnya lagi di area sekitar kampus Kota Malang. Pertama, ada di kantin Universitas Brawijaya (UB). Kedua, dia membuka stan di pinggir Jalan Tirto Utomo, tetapi hanya untuk Tasnim Tea.

Ternyata, semangat Imron ini masih belum selesai dalam menyebarkan bisnisnya. Pada 2016, awal berdirinya Mall Dinoyo, dua stan dia pilih menjadi cabang berikutnya. Dari bisnis yang dikelolanya, kini dia bisa menikmati hasil yang lumayan. Omzetnya rata-rata Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per hari, dari tiap cabang. Omzet tersebut juga akan terus bertambah ketika weekend. Bagi dia, keuntungan kecil, tetapi rutin tiap hari lebih baik daripada untung besar tapi hanya sekali. Selain diputar untuk keperluan operasional antarcabang, hasil omzetnya dia gunakan untuk merenovasi masjid di Lamongan, dekat tempat asalnya. Dia juga menyebutkan bahwa dirinya bisa membeli rumah hanya dengan usaha STMJ-nya.

Imron sebenarnya tidak pernah bermimpi hingga bisa menjadi seperti sekarang. ”Saya dulu ke Malang hanya karena udaranya yang sejuk, lalu kuliah di UMM. Saat ditanyai apa rahasia di dunia usaha, saya hanya berpesan jika berusaha jangan ada kata tapi. Seperti, tapi nanti kan rugi, tapi rasanya tidak enak, dan tapi yang lainnya. Sebab, semua itu akan bisa menjadi sugesti,” katanya.

Ke depan, Imron akan segera membuka cabang barunya dengan menu chicken boom dan STMJ Plethok yang sistemnya di-setting seperti drive thru.

Pewarta : Yeha Regina
Penyunting : Kholid Amrullah
Copy Editor : Indah Setyowati
Fotografer : Yeha Regina

Harvested from: http://www.radarmalang.id/mundur-dari-karyawan-finance-pinjam-uang-untuk-buka-warung-stmj/
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: