Per Bulan Pasok 300 Kg ke Malaysia

Author : Humas | Wednesday, January 11, 2023 09:43 WIB | Radar Malang.ID - Radar Malang.ID

JATUH BANGUN: Eko Pujo Ratnanto menunjukkan varian kemasan kopi luwak produksinya. Komoditas itu sudah merambah pasar luar negeri.- RADAR MALANG

Produksi sempat anjlok di 2020, Eko Pujo Ratnanto perlahan mampu bangkit. Pelanggan asal Taiwan dan Hongkong mulai rutin membeli produk kopi luwaknya. Pesanan dalam jumlah besar datang dari Malaysia, sejak Desember 2022 lalu.

Perjalanan Eko Pujo Ratnanto menjadi seorang pengusaha dimulai 2012 lalu. Pasca resign dari salah satu perusahaan swasta, warga Desa Bringin, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang itu mengawali perjalanannya menjadi pengusaha dengan memproduksi keripik jahe. ”Waktu itu, saya mengambil dari orang lain dan membuat brand sendiri,” ungkapnya. Pada bulan-bulan awal, usahanya itu cukup berjalan lancar. Permintaan terus datang kepadanya. Eko juga sempat mengikuti pameran di Kalimantan.

Sayangnya, laki-laki berusia 39 tahun itu tidak mampu mempertahankan kualitas produknya. ”Tingginya permintaan membuat saya tidak konsisten. Jadi, rasa keripiknya berubah-ubah,” kata Eko. Selain itu, tekstur keripik yang rapuh juga membuat produknya sering rusak saat proses pengiriman. Dua permasalahan tersebut membuat pelanggannya perlahan menghilang. Hanya dalam satu tahun, usahanya pun gulung tikar. Di awal 2013, Eko sempat menganggur. Hingga salah satu rekannya datang untuk menawarinya usaha kopi luwak.

”Teman saya itu mengenalkan saya ke petaninya langsung,” kata dia. Eko menyebut bila petani dari Kecamatan Tirtoyudo dan Dampit, Kabupaten Malang itu sempat ditipu salah satu orang. ”Akhirnya, kami menjalin kerja sama,” kata dia.

Mereka kemudian membangun brand. Petani luwak yang menjadi rekannya itu memasok bahan baku dari saudara-saudaranya. Kebetulan, satu keluarga besar petani itu memiliki peternakan luwak sendiri. Sehingga, kualitasnya bisa dijamin. ”Kalau peternakan sendiri, kami bisa yakin kalau itu benar-benar kotoran luwak. Kalau mengambil dari alam liar, bisa tercampur dengan kotoran kelelawar atau musang,” imbuhnya.

Produksi kopi kemudian dilakukan kedua belah pihak. Eko lah yang paling banyak mengurus pemasaran. Usaha itu awalnya berjalan mulus. Eko pernah ditipu salah satu pembelinya. ”Waktu itu, saya masih percaya saja sama pembeli. Tapi, begitu barangnya dikirim, ternyata tidak dibayar,” kenangnya. Dia tidak mengingat nominal kerugiannya saat itu. Dari pengalaman tersebut, dia lebih berhati-hati.

Di awal-awal bergelut bisnis kopi luwak, produknya juga sering ditolak saat dia menawarkan ke konsumen. Sebab, Eko belum memberi merek dan label sendiri. Kemasannya juga masih ala kadarnya. Sehingga, banyak yang mengira jika produknya palsu. Meski begitu, dia terus meyakinkan konsumen jika produknya memang asli. Dia bahkan dengan serius menantang konsumennya untuk membandingkan rasa produknya dengan produk lainnya. Setelah itu, dia menerima tawaran dari salah satu perusahaan garmen besar dari Karawang

Perusahaan itu membeli kopi luwaknya sebagai oleh-oleh tamu perusahaan. Dari transaksi tersebut, Eko disarankan untuk memperbaiki label dan kemasan agar lebih menarik. Sejak saat itu, dia memperbaiki kemasan produknya. Akhirnya, perlahan, banyak restoran dari Jakarta dan Bali yang sering membeli produknya. Luasnya jejaring juga membuat produknya direkomendasikan dari mulut ke mulut. Alhasil, banyak konsumen yang memutuskan untuk repeat order. Dia juga tak lupa untuk memasarkan melalui di e-commerce.

Satu tahun setelah usahanya berdiri, Eko mulai merambah pasar internasional. ”Yang saya ingat, sekitar 2015 itu saya pertama kali ekspor ke Amerika,” kata dia. Seiring berjalannya waktu, dia semakin memperlebar pasar dengan ekspor ke negara lain. Seperti Taiwan, Korea, Inggris, Belanda, Arab Saudi, Abu Dhabi, Malaysia, dan Singapura. ”Kalau ditotal, saya sudah pernah ekspor ke 14 negara,” imbuhnya. Kejayaannya tidak bertahan begitu pandemi Covid-19 di tahun 2020 terjadi. Aktivitas ekspor hampir tidak ada, pengiriman di dalam negeri juga minim. ”Produksinya turun drastis waktu itu. Biasanya satu bulan bisa menjual 100 kilogram, tapi saat pandemi hanya 5 sampai 10 kilogram,” ujarnya. Menurunnya jumlah produksi juga membuatnya memberhentikan sejumlah pekerja.

Beruntung, istrinya memiliki usaha lain seperti jahit dan toko pakaian. Sehingga, keluarganya masih bisa bertahan hingga di tahun 2022 dia kembali bangkit. Perusahaan asal Taiwan dan Hongkong mulai membeli produknya kembali. ”Jumlah pengiriman tergantung permintaan biasanya. Ada yang 8 kilogram, ada yang 12 kilogram,” ucapnya. Permintaan ekspor baru-baru ini datang dari Malaysia. ”Desember (2022) kemarin, saya kedatangan tamu dari Malaysia. Mereka hanya datang dua hari untuk menemui saya. Mereka minta dipasok 300 kilogram per bulan sebagai bahan baku,” kata dia.

Alumnus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu menjual produknya dalam tiga jenis. Yakni grand bean (biji kopi yang belum dipanggang), roasted (biji kopi matang), dan powder (bubuk kopi). ”Biasanya yang paling banyak permintaan itu roasted dan powder,” ungkap Eko. Banderol untuk produknya bervariasi. Yang termurah ada grand bean kemasan 250 kilogram, yang dijual Rp 130 ribu. Sementara yang termahal yakni jenis powder kemasan satu kilogram, dijual seharga Rp 650 ribu. Sejak pandemi mereda, produksinya perlahan meningkat. Menjadi 20 sampai 45 kilogram per bulan. (*/by)

Harvested from: radarmalang.jawapos.com/malang-raya/kota-malang/11/01/2023/per-bulan-pasok-300-kg-ke-malaysia/?amp
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: