REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (Fikes) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Rakhmad Rosadi, menjadi doktor pertama bidang fisioterapi di Jawa Timur. Kerja keras dan ketekunannya berhasil membawanya menjadi salah satu dari sedikit dosen yang menggeluti bidang tersebut.
Keberhasilan Rakhmad patut diapresiasi, karena tidak banyak dosen di Indonesia di bidang fisioterapi yang sampai di jenjang S3. Bahkan di Indonesia belum ada universitas yang menyediakan jalur doktor bidang fisioterapi.
“Alhamdulillah, saya senang bisa sampai di tahap ini. Keberhasilan ini juga berkat dukungan keluarga, istri, anak saya, dan tentunya Kampus Putih UMM,” jelasnya.
Pria kelahiran tahun 1987 ini mengatakan, alasan kuatnya melanjutkan studi ke jenjang doktor adalah ingin mengembangkan keilmuan di bidang ini. Apalagi ada arahan dan dukungan langsung dari UMM usai menyelesaikan studi masternya di Vincent Pol University Polandia.
Pada awal perkuliahan, dia sempat mengalami kendala karena jurusan kuliah yang ada tidak sesuai kompetensinya. Akhirnya pada tahun kedua, dia memutuskan pindah dengan beasiswa dari Pemerintah Taiwan ke National Cheng Kung University (NCKU) Taiwan. Kemudian dia akhirnya tahun ini berhasil menyelesaikannya.
Dalam disertasi yang sudah rampung tersebut, Rakhmat menjelaskan meneliti tentang radang sendi pada lutut (knee osteoarthritis). Selama proses penelitian, ia sempat kesulitan mencari data karena masih berada di situasi Covid-19.
Namun semua itu dilalui demi mendapat gelar doktor dan terus berupaya mengembangkan keilmuannya. “Karena pandemi sudah mulai mereda dan studi saya juga sudah selesai, saya sudah memulai beberapa riset saya yang lain,” tambah pria asal Jember itu.
Rakhmat yang juga wakil dekan III Fikes itu menegaskan sudah menjalankan berbagai program di jurusan fisioterapi UMM. Misalnya saja pusat rehabilitasi dengan teknologi canggih, khususnya untuk cedera tulang belakang dan cedera kepala.
Menariknya, program itu menggandeng kerja sama dengan pihak Universiti Teknologi MARA (UiTM) serta Perkeso (Jamsostek Malaysia). Dia menilai pendidikan fisioterapi di Indonesia cukup bagus, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Besar harapannya pula agar dosen-dosen fisioterapi Indonesia dapat melanjutkan studi. "Sehingga semakin banyak mendapatkan pengetahuan baru yang bisa dibagikan di Indonesia,” tegas dia.