Catatan Tinggal di Eropa (IV) Menjelang Keberangkatan

Author : Humas | Tuesday, October 09, 2012 19:19 WIB | Republika - Republika
Catatan Tinggal di Eropa (IV) Menjelang Keberangkatan
Gembira… gembira… semua dapat beasiswa Erasmus Mundus

REPUBLIKA.CO.ID,Pilihan saya mengambil penelitian gender pada post doctoral One More Step project Erasmus Mundus Program di Universitas Minho (baca Minyo) kota Braga, Portugal dipertanyakan banyak teman.  

Orang peternakan kok mengambil gender? Jawaban resminya adalah saya mendasarkan pendaftaran ke Erasmus Mundus karena mengajar dan membimbing di S-2 Magister Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan (MKPP) dan S-3 Sosial Politik Pascasarjana UMM.  

Tidak resminya dalam kalkulasi saya, karena akan lebih mudah diterima kalau penelitiannya dapat dilaksanakan di host university dan ilmunya menarik banyak kalangan antara lain supervisor dari Eropa.  
Penelitian saya mau tidak mau ya harus dilaksanakan di Eropa.  Sedangkan ketertarikan supervisor dapat saya duga dari cepatnya jawaban host university atas permohonan saya untuk mendapatkan Erasmus Mundus.

Setelah diterima oleh Erasmus Mundus ternyata perjuangan baru dimulai. Mulai urusan administrasi sampai dengan urusan meningkatkan kemampuan berbahasa. Kalau kemampuan berbahasa Inggris setidaknya masih agak lumayanlah (maksudnya ya parah). Tapi kemampuan berbahasa Portugal saya nol besar.  

Oleh sebab itu dengan kesepakatan teman-teman yang bersama-sama diterima di Portugal (Mas Lazuardi Alif, Mas Rahadi, Mas Achmad Syaiful Badar dan Mas Hanif Falah), akhirnya kami mengadakan kursus sendiri yang dibimbing oleh Mas Costa (mahasiswa FISIP UMM) dari Timor Leste.   

Ternyata belajar bahasa Portugal jauh lebih sulit daripada bahasa Inggris. Tatabahasanya campuran antara Arab dan Inggris dan diwarnai dengan Latin.  Kosakatanya beberapa berbeda dengan ucapannya.  Beberapa diantaranya adalah huruf y dibaca h dan sebaliknya.  

Jadi kalau saya mengucapkan kata “sayang” umpamanya, maka dibacanya “sahang " kalau kata “bohong” menjadi “boyong”.  Ada beberapa huruf yang ditandai seperti bahasa Jawa “e pepet”. Ada huruf seperti dari bahasa Sanksekerta seperti huruf “c” diberi tanda seperti cacing dibawah.  Meskipun mas Costa sudah mengajari dengan sungguh-sungguh, ternyata kemampuan saya menangkap pelajaran sama sekali tidak dapat diandalkan.  Akhirnya diakhir kursus, kata yang paling diingat hanya satu yaitu “Obrigado” alias terima kasih.  He he…..

IRO UMM juga berperan membantu meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris juga. Saya harus mengucapkan terimakasih karena mereka berupaya mendatangkan native speaker.  Upaya yang sangat saya hargai, karena bagi teman-teman yang diterima Erasmus Mundus sebelumnya tidak ada persiapan seperti ini.  Nama gurunya adalah Lucie Sabanova dari negeri Cheko, Eropa sana.  

Salah seorang yang sedang berkarya di UMM karena mendapatkan beasiswa. Orangnya smart dan helpful.  Sayangnya itu tidak dapat diimbangi oleh saya, terutama kemampuan berbahasa Inggris saya yang memang masih lemah bin payah.  

Kelemahan terbesar saya dalam penggunaan bahasa Inggris adalah listening.  Setiap kali kursus, guru (maksudnya Lucie) yang sedang berbicara panjang lebar, yang saya dengar seperti orang yang sedang mendesah, menderu dan mendesis.  Ini bicara apa, saya tidak paham  Tapi demi menjaga nama baik diri sendiri dan gengsi di depan peserta kursus yang lain (ternyata penguasaan bahasa Inggris peserta lainnya cas cis cus) ya saya pura-pura mengerti.  

Saya berusaha untuk diam, supaya tidak ketahuan kalau tidak dapat berbahasa Inggris dan tidak perlu ditanyai sehingga harapan saya ya selamatlah saya dari rasa malu binti gugup.  Tapi pada akhirnya, kalau guru bertanya pada saya, maka saya menjadi gelagapan.  Saya kemudian meminta diulang pertanyaannya dengan menyatakan “pardon?”, Akhirnya gurunya mengulang pertanyaannya lagi, saya kemudian menjawab “pardon?”, guru kemudian mengulang lagi pertanyaannya, saya kemudian menjawab lagi “pardon?’.  Lha wong saya bingung dan tidak mengerti bahasa Inggris, kok ditanyai, akhirnya jawaban saya ya tetap satu itu “pardon?”.  Maaf …  Apa…..

Wahyu Widodo
Dosen Universitas Muhammadiyah Malang

Harvested from: http://www.republika.co.id/berita/komunitas/perhimpunan-pelajar-indonesia/12/10/09/mbmkwu-catatan-tinggal-di-eropa-iv-menjelang-keberangkatan
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: