Kata Para Pakar Soal Setoran Awal Jamaah Lewat Tabungan Emas/ Emas Antam (Ilustrasi) | ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Pakar ekonomi syariah berbeda pendapat soal kemungkinan setoran awal jamaah haji dengan tabungan emas.
Wacana tabungan emas untuk setoran awal jamaah haji mendapat tanggapan beragam dari para akademisi. Pengamat ekonomi Islam dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Ida Zuhroh, mengatakan, emas memang diketahui memiliki nilai stabilitas yang lebih tinggi dari uang.
"Misalnya, kita mempunyai dana 25 juta, pada tahun ke berapa, nilai riil bisa menurun karena sifatnya nilai tukar kalau dikonversi ke dolar itu kan bisa saja menurun," kata Ida kepada Republika, Jumat (24/2/2023).
Ida mencontohkan ketika nilai kurs Rp 10 ribu rupiah setara dengan 1 dolar AS di masa lampau. Nilai ini terus mengalami perubahan hingga mencapai Rp 15.242 untuk 1 dolar AS pada masa sekarang. Hal ini membuktikan adanya penurunan pada nilai riil, sementara transaksi yang dilakukan dalam hubungan luar negeri acap dikonversikan dengan mata uang asing.
Ida memastikan, nilai emas relatif stabil. Contohnya, ketika seseorang memiliki uang tabungan Rp 25 juta, setara dengan 25 atau 30 gram pada masa sekarang. Pada kurun waktu 10 tahun ke depan, nilai emasnya kemungkinan akan melebihi Rp 25 juta.
Ida menilai usulan tabungan emas ini berpotensi karena bertujuan agar nilai riil mata uang yang ditabung calon jamaah haji dipertahankan. Dengan kata lain, para calon jamaah haji tidak terkena dampak penurunan nilai tukar pada masa mendatang.
Jadi, masukkan saja ke lembaga perbankan, misalnya, lembaga perbankan syariah menerima tabungan emas.
IDA ZUHROH Pengamat Ekonomi Islam Universitas Muhammadiyah Malang
Ida juga berpendapat, tabungan emas tentu dapat digunakan sebagai pembiayaan biaya haji. Pasalnya, sudah ada perbankan syariah yang memiliki tabungan emas. Penyimpanan tabungan emas di lembaga keuangan syariah tentu menjadi pilihan aman dan terbaik.
"Jadi, masukkan saja ke lembaga perbankan, misalnya, lembaga perbankan syariah menerima tabungan emas. Tinggal dikonversi saja. Misalnya, saya punya hari ini 1 juta dapat berapa gram. Gitu aja. Sama lah kita nabung dalam bentuk emas," katanya menjelaskan.
Ide untuk penggunaan standar emas untuk standar awal haji tercetus dalam Seminar Nasional Konsep Istitha'ah, Biaya Ibadah Haji dan Kualitas Layanan Ibadah Haji untuk Ekosistem Berkelanjutan di Kampus UIN Jakarta, Kamis (23/2/2023).
Dalam setoran tersebut, Pengurus Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Pusat, M Nizarul Alim, mengusulkan setoran awal haji bisa dilakukan dalam bentuk standar emas. Nantinya calon jamaah bisa membayar dengan konsep mencicil atau menabung di bank syariah yang ada.
"Sekarang hampir setiap bank syariah menawarkan tabungan emas. Itu bisa menjadi solusi. Setoran haji bisa dalam bentuk standar emas, walaupun sifatnya adalah menabung," kata dia.
Pakar ekonomi Islam Universitas Airlangga (Unair) Imron Mawardi menilai, usulan setoran biaya haji dengan standar emas tidak menimbulkan dampak signifikan. Menurut dia, nilai emas dan uang tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Apalagi, emas merupakan barang yang diperjualbelikan di pasar sehingga harganya pun fluktuatif.
"Sejak 2011 emas pernah sampai 2.040 dolar AS per troy ons atau 31,10 gram. Sempat turun menjadi 1.100 dolar AS per troy ons, lalu naik lagi sampai sekarang sekitar 1.800 dolar AS per troy ons. Artinya, emas juga fluktuatif. Cuma memang secara umum dalam jangka panjang masih naik (nilainya)," kata Imron kepada Republika, Jumat (24/2/2023).
Jika dilihat dari sisi investasi, Imron menjelaskan, return investasi emas juga tidak lebih besar dari rupiah. Ia mencontohkan ketika saat ini kita membeli satu gram emas dengan harga Rp 1 juta nilai jualnya ada di angka Rp 880 ribu per gram.
Artinya, selisih antara nilai jual dan belinya juga jauh sehingga nilainya tetap tergerus. "Jadi, menurut saya, itu tidak terlalu berbeda apakah dengan emas atau dengan uang. Jadi, tidak terlalu relevan setoran haji diganti dengan emas," ujar dia.
Jadi, menurut saya, itu tidak terlalu berbeda apakah dengan emas atau dengan uang. Jadi, tidak terlalu relevan setoran haji diganti dengan emas.
IMRON MAWARDI Pakar Ekonomi Islam Unair
Imron pun menyarankan solusi yang menurutnya bisa menjadi pilihan pemerintah terkait biaya haji, yakni dengan menaikkan setoran haji. Menurut dia, saat setoran haji naik akan banyak manfaatnya. Pertama, return hasil investasi setoran awal dana haji akan lebih banyak.
"Misalnya, setoran awal Rp 40 juta, per tahun dapat 7 persen kan berarti dapat Rp 2,8 juta per tahun. Tahun berikutnya lagi akan lebih banyak. Itu akan membantu memperoleh uang hasil investasi dari uang yang dia setorkan. Jumlahnya cukup besar. Jadi, saat pelunasan membayarnya tidak terlalu besar," kata Imron.
Manfaat kedua, Imron melanjutkan, akan sedikit mengurangi pendaftar haji, yang nantinya berpengaruh terhadap waktu tunggu yang lebih pendek. Saat ini dengan kuota sekitar 221 ribu per tahun, daerah yang paling panjang masa tunggunya mencapau 48 tahun. "Mungkin dengan setiran yang lebih tinggi, bisa mengurangi antrean yang panjang," kata Imron.
Imron menambahkan, sistem pembiayaan haji selama ini memang sangat berisiko, karena sebenarnya jamaah yang berangkat mendapatkan subsidi dari manfaat investasi calon jamaah haji sampai puluhan tahun ke depan.
Ia mencontohkan, tahun lalu, dengan jumlah calon jamaah haji yang mencapai 5 juta orang, uang yang terkumpul sekitar Rp 160 triliun.
"Nah, kalau kita lihat nilai manfaat atau return dari investasi dana haji itu kan sekitar 6 persen per tahun. Artinya, sekitar Rp 9 triliun per tahun. Sementara untuk menyubsidi bisa menghabiskan Rp 6 hingga Rp 7 triliun. Artinya, uang yang sebenarnya miliknya calon jamaah yang begitu banyak hanya digunakan untuk menyubsidi 200 ribuan jamaah yang berangkat. Ini terlalu berisiko," kata Imron.
Kalau mau lebih fair, Imron melanjutkan, sebenarnya ada cara sederhana. Ia mencontohkan jamaah haji yang berangkat tahun ini rata-rata masa tunggunya sekitar 12 tahun. Artinya, mereka yang berangkat tahun ini kira-kira mendaftar pada 2011.
Jika saat mendaftar mereka menyetir Rp 25 juta dan dalam satu tahun rata-rata uang setoran awap menghasilkan return 6 persen berarti selama 12 tahun mereka dapatnya sekitar 72 persen.
"Itu kira-kira dapatnya sekitar Rp 18 juta. Return dari investasi uangnya sendiri selama 12 tahun itu Rp 18 juta hasilnya. Kalau ditambah dengan uangnya yang Rp 25 juta kan dapatnya Rp43 juta. Nah, kalau biaya real hajinya itu sekitar Rp 90 juta, berarti jamaah sekarang harusnya menambahnya sekitar Rp 50 juta. Menurut saya itu yang paling fair. Secara akad pun itu yang paling jelas di mana uang yang dia gunakan adalah uangnya sendiri," ujarnya.