Dosen Program Studi Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Ahmad Wahyudi menyatakan, 75 persen cempe lainnya juga seakan hidup segan, mati tak mau. Cempe sebenarnya bisa dimanfaatkan, baik sebagai bakal hewan sembelihan atau menjadi induk yang sehat dan dapat melahirkan banyak anak. "Sayangnya, risiko kematian cempe masih relatif tinggi. Maka dari itu, ia dan tim meneliti dan menciptakan pakan yang tepat bagi para cempe," ungkapnya dalam keterangan pers yang diterima Republika.
Menurut dia, masih ada banyak peternak yang tidak memberikan pakan yang tepat sesuai dengan pertumbuhan kambing. Misalnya, dengan hanya menyediakan rumput dan ampas. Pakan tidak diformulasikan terlebih dahulu, seperti misalnya unsur protein yang baik bagi perkembangannya.
Pemberian pakan yang tidak tepat akan menyebabkan stunting pada anak-anak kambing, sapi maupun domba. Maka dari itu, inovasi pakan ini bertujuan untuk mengurangi kematian dan mengurangi stunting sehingga cempe bisa tumbuh dengan baik dan sehat.
Ketika lahir, kata dia, seekor cempe harus meminum asi atau kolostrum yang menyediakan cukup imun. Jika tidak mendapatkan susu yang cukup, mereka akan berisiko mudah terserang penyakit.
Hal sama juga berlaku bagi para induk yang harus dipenuhi gizinya. "Jika tidak, air susu yang diberikan tidak akan berkualitas," jelasnya.
Setelah mendapatkan air susu yang cukup, cempe juga harus mendapatkan nutrisi yang sesuai. Maka dari itu, ia menciptakan pakan fungsional yang komposisi yang bagus serta memenuhi syarat pakan yang bisa dicerna. Yakni sekitar 65 hingga 70 persen bisa dicerna.
Berbeda dengan pakan pelet pada umumnya, pakan buatannya juga ditambahi dengan bakteri asam laktat. Hal ini bertujuan agar lebih menyehatkan bagi para cempe.
Menurut dia, banyak hal yang harus ia lewati agar inovasi ini bisa bekerja dengan baik. Ia bahkan harus belajar pakan fungsional selama enam bulan di Jepang. Hal ini terutama cara menambahkan bakteri asam laktat ke dalam komposisi pakan.
Adapun pembuatan bakteri asam laktat ini dilakukan melalui isolasi. Hal ini berarti dengan mengambilnya dari tanaman jagung, kemudian diisolasi menggunakan media di laboratorium. Ia dan tim juga telah mematenkan inovasi pelet tersebut.
Wahyudi menjelaskan bahwa sebelum jadi, ia telah melakukan penelitian sejak 2019 hingga 2021. Ia juga mengajak dan berdiskusi dengan berbagai pihak, termasuk tim ekonomi hingga ahli bidang peternakan. Ia menghabiskan banyak waktu di laboratorium peternakan dan mikrobiologi UMM untuk menguji dan menganalisa bakteri-bakteri.
Saat ini, kata dia, produk tersebut masih dalam proses penawaran ke berbagai elemen masyarakat dan industri. "Saya yakin inovasi ini memiliki manfaat yang besar untuk mengatasi kematian dan stunting pada cempe,” kata dia menambahka