MALANG -- Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Malang, Dr Muhajjir Effendi, menyatakan, secara formal kelembagaan, TNI masih bisa netral dalam pelaksanaan Pemilu Presiden Juli mendatang.
"Secara formal yuridis, netralitas TNI masih bisa dijaga, karena TNI sudah 'dipagari' dengan Undang-undang Nomor 34 tahun 2004, di mana TNI tidak boleh berpolitik praktis," kata Muhajjir ketika ditanya soal netralitas TNI dalam Pemilu Presiden 2009, di Malang, Selasa.
Menurut dia, netralitas TNI secara lahir dan batin bisa diuji setelah pelaksanaan pemilu presiden atau hasil penghitungan suara di lingkungan masing-masing, baik di kompleks perumahan TNI maupun di lokasi teritorial mereka bertugas.
Secara personal, katanya, TNI juga memiliki "privacy". Meskipun mereka tidak memiliki hak pilih, mereka bisa memengaruhi keluarganya maupun lingkungan sekitarnya untuk memilih capres-cawapres tertentu.
Rektor Unmuh Malang itu memertanyakan, sebenarnya untuk apa TNI tersebut memengaruhi calon pemilih? "Akan lebih baik kalau TNI bisa netral secara lahir dan batin," katanya menegaskan.
Oleh karena itu, katanya, untuk menguji netralitas TNI itu bisa dilihat dari hasil pencentangan. Kalau hasilnya di lingkungan TNI, baik di komplek-komplek TNI maupun wilayah teritorial tugasnya itu suaranya menyebar, bisa dipastikan TNI benar-benar netral.
Namun, lanjutnya, jika di komplek atau teritorial tugas TNI, perolehan suaranya terpola atau dominan calon A, B atau C, dipastikan TNI masih belum bisa netral. "Apalagi, kalau suaranya di semua wilayah TNI 'seragam", akan lebih kentara kalau TNI tidak bisa menjaga netralitasnya dalam pemilu presiden," katanya menjelaskan.
Ia mengakui, dari semua itu yang paling diuntungkan adalah calon "incumbent" (yang masih menjabat). Senetral apapun posisi TNI, calon "incumbent" akan tetap diuntungkan dari berbagai lini. ant/ism
