REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Gubernur Jawa Timur (Jatim), Soekarwo meminta agar rembug warga menjadi kearifan lokal (local wisdom) yang harus terus dikembangkan untuk menghadapi era globalisasi yang liberal. Hal ini perlu dilakukan mengingat rembug bisa menjadi solusi terhadap konflik sekaligus menjagi silaturahim antar warga.
Soekarwo menjelaskan, rembug warga adalah wujud implikasi dari pelaksanaan musyawarah mufakat yang menjadi jati diri Bangsa Indonesia. Memang, kata dia, liberalisme memiliki efek positif di efisiensi. Namun akibat penerapan sistem ini, kelompok kecil akan kalah jika dilepaskan begitu saja.
Jika penguasa menjalankan tekanan berlebihan untuk mencapai konsensus dengan membungkam suara rakyat, maka masyarakat akan hancur dari atas.
''Untuk itu, melalui rembug warga inilah berbagai pendapat dari masyarakat bisa didengarkan dan dapat membantu pemerintah menentukan kebijakan yang tepat,'' ujarnya saat Temu BEM Se-Nusantara VII di Gedung Dome Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Senin (26/5).
Soekarwo menjelaskan, rembug, komunikasi, dialog, interaksi publik, dan partisipasi politik menjadi kata kunci dalam praktik demokrasi. Setiap permasalahan harus dirembug dan dibicarakan. Di dalam pembangunan ruang publik, tentunya harus melibatkan pembicaraan rembug.
Budaya rembug warga dinilainya penting dikembangkan. Masyarakat harus bersedia menerima perbedaan satu sama lain, dan mengakui pihak lain mempunyai hak yang sah secara hukum.
''Rembug warga inilah yang menjadi jadi diri kita untuk mendengarkan suara-suara yang berbeda dan menghargai pendapat orang lain. Sehingga, bisa memperoleh solusi bagi masalah yang dihadapi rakyat secara terbuka,'' katanya.