SIARINDOMEDIA.COM – Diperbolehkannya mantan narapidana kasus korupsi untuk mendaftar sebagai calon anggota legislatif (caleg) menjadi isu yang banyak diperbincangkan, lebih-lebih di tahun politik saat ini. Hal itu diungkapkan dosen dan ahli hukum tata negara dan hukum administrasi negara Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dr. Catur Wido Haruni, S.H., M.Si., M.Hum.
Dosen Fakultas Hukum UMM, Catur Wido Haruni menjelaskan dalam siaran persnya, tidak ada yang salah dengan aturannya. Tetapi yang salah adalah mereka yang membuat aturannya.
Menurutnya banyak mantan narapidana korupsi yang ingin kembali berkecimpung di dunia politik. Maka banyak peraturan yang lahir karena kepentingan politik.
Narapidana korupsi kini dapat mendaftar sebagai caleg sebab UU No.7 Tahun 2017 Pasal 240 (1) huruf G tentang Pemilu menyebutkan, tidak ada larangan khusus bagi mantan narapidana kasus korupsi untuk mendaftar.
Pada poin ini dijelaskan bahwa calon tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan adalah mantan terpidana.
“Berarti, walaupun sudah lebih dari lima tahun penjara, jika dia mengatakan secara terbuka bahwa dirinya merupakan mantan terpidana ataupun koruptor, maka dia tetap memenuhi syarat untuk mendaftar sebagai caleg,” paparnya.
Lalu jika melihat UUD 1945 Pasal 28J (1), dikatakan bahwa harus menghormati hak asasi orang lain. Namun pada Pasal 28J (2) dijelaskan pula, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang, dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.
“Walaupun semua orang memiliki hak dan kebebasan dalam berpolitik, tapi tidak semua orang masuk ke dalam kriteria tersebut. Jadi memang ada batasannya, termasuk kriteria pendaftar caleg ini,” jelas Catur.
Catur mengatakan, pasal 240 ini pernah diuji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Lalu lahirlah putusan MK yang menyatakan bahwa mantan narapidana korupsi boleh mencalonkan diri dengan syarat, telah melewati jangka waktu lima tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasakan putusan pengadilan.
Lalu secara jujur atau terbuka, mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana dan bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
Tapi semua kembali kepada para pemilihnya, karena kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat. Maka dari itu, masyarakat pun harus cerdas. Jangan memilih hanya karena fanatik terhadap partai. Lihatlah track record dari calon pemimpin yang ingin dipilih. Karena kedaulatan tertinggi ada ditangan rakyat, maka rakyat harusnya bisa memilih pemimpin yang baik dan berintegritas.
“Jika rakyat cerdas, maka para narapidana korupsi ini tidak akan terpilih,” tegasnya mengakhiri.