Kunjungan Tim Rektor UMM ke Sentra Padi Organik didampingi Kepala Dinas Pertanian Bondowoso di Desa Lombok Kulon (Foto: Bahrullah/suaraindonesia.co.id)
SUARAINDONESIA,BONDOWOSO- Tim Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berkunjung ke sentra padi organik dan pengolahan beras organik milik gabungan kelompok tani (Gapoktan) Al-barokah di Desa Lombok Kulon, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Bondowoso.
Kunjungan mereka ke tempat klaster padi organik dan pengolahan beras organik bersama rombongan, didampingi oleh Kepala Dinas Pertanian Bondowoso dan Camat Wonosari.
Kepala Dinas Pertanian bersama Tim Rektor UMM dan Ketua Gapoktan Al-Barokah menunjukan produk beras organik yang sudah dipacking.
Tujuannya untuk belajar dan mengembangkan ketahanan pangan sustainable atau berkelanjutan.
Muhammad Salis Yuniardi, Wakil Rektor 4 urusan penelitian, pengabdian masyarakat dan kerjasama, mengatakan, kunjungannya ke sentra padi organik bertujuan untuk silaturahim, belajar potensi-potensi ketahanan pangan berkelanjutan.
"Isu saat ini program pemerintah fokus pada isu ketahanan pangan nasional," kata Salis Yuniardi pada suaraindonesia.co.id, Selasa (10/12/2024).
Selain itu, hasil kunjungan ini, jika menemukan masalah di tempat pengolahan beras organik nanti bisa diberikan solusi dan mempelajari potensi-potensi yang ada di tempat pengolahan organik untuk dikembangkan.
"Misal di tempat pengolahan beras organik ini, produksinya yang sudah tinggi, tapi ada masalah dengan mesinnya. Entah itu nanti kita cek, bisa diperbaiki atau tidak. Atau perlu yang namanya beli baru," ujarnya.
Kata Yuniardi, kalau perlu beli baru mesinnya, nanti siapa yang membelikan, apakah mencari mitra seperti Bank Indonesia (BI) sebagai mitra yang membelikan.
Di Lombok Kulon itu menurut Yuniardi, walaupun pertanianya sudah lama organik. Namun juga memiliki potensi-potensi lain yang bisa dikembangkan, seperti mandiri secara energi. Di tempat itu infonya panas matahari sepanjang waktu, sehingga sangat mungkin ada solar panel dari energi matahari.
"Misalnya, dari sekam, hal itu bisa dibangunkan solar panel, sehingga tidak lagi membakar sekam, tapi bisa dibuat solar panel," ujarnya.
Disamping itu, di persawahan ada potensi sumber air yang debitnya stabil sepanjang tahun, hal itu sangat mungkin dilakukan pengembangan mikro hidro untuk penerangan di sawah, yang nantinya tidak perlu menggunakan listrik prabayar ke PLN.
Dia berharap, hasil studi dan kajian di klaster padi organik dan tempat pengolahan beras organik di Lombok Kulon nanti menjadi pilot project di tingkat nasional.
"Kita akan coba angkat potensi yang ada di sini ke nasional. Jadi nanti, jika ada wilayah lain ingin belajar ketahanan pangan yang berkelanjutan, khususnya pertanian organik dan pengolahan beras organik, maka harus datang dan belajar ke Lombok Kulon Bondowoso," ujarnya.
Problem saat ini, dikala berbicara ketahanan pangan memang tidak terlepas dari masalah. Namun terkadang masalah soal pertanian diselesaikan dengan kimiawi.
Padahal kimiawi itu, seperti pupuk kimia kadang sering langka. Bahkan, menciptakan masalah kerusakan pada kesuburan tanah, sehingga tanah perlu proses peremajaan untuk mengembalikan kesuburan tanah akibat kimiawi.
"Kalau pakai organik, semuanya dari alam, jangkanya berkelanjutan, tanahnya tetap subur," ujarnya.
Di tempat yang sama, Mulyono Ketua Gapoktan Al-Barokah, berharap, dengan kunjungi tim rektor UMM, usaha pertanian padi organik dan beras organik tambah berkembang dan semakin maju.
Mulyono menerangkan, luasan sawah kawasan pertanian organik saat ini yang dikelolanya masih sekitar 105 hektar. Sementara, sisanya kurang lebih 255 hektar.
Dia berharap, 255 hektar itu nanti juga ditransformasikan menjadi ladang atau persawahan organik untuk menambah omset masyarakat atau petani di Desa Lombok Kulon.
"Kalau masalah bahan baku seperti pupuk organik padat, POC, dan Agency Hayati sudah ada yang mengelola. Sudah ada di Desa Lombok Kulon," ujarnya.
Dia berencana untuk tahun 2025 nanti akan mengkonversi lahan 40 hektar ke pertanian organik, sebagai bentuk pengembangan.
Meski pihaknya mengaku butuh proses lama menuju pertanian organik.
"Untuk menuju pertanian organik butuh masa waktu, dari konvensional ke konferensi, masa waktunya antara 1, 2, sampai 3 tahun, baru bisa produktif dan mendapatkan sertifikat organik," ujarnya.
Dia mengaku, dalam hal produksi beras organik, masih belum dapat sepenuhnya memenuhi permintaan kebutuhan pasar yang cukup tinggi, berkisar kurang lebih 24 ton per minggu.
Sedangkan untuk produksi beras organik, pihaknya hanya mampu melalui selep milik Gapoktan Al-Barokah memproduksi sebanyak 30 ton per bulan.
Dia menjelaskan ada berbagai macam varian jenis beras organik yang diproduksi oleh Gapoktan Al-Barokah.
"Ada beras merah, beras hitam, beras coklat dan Dua jenis beras putih, beruap aromatik dan nonaromatik," pungkasnya.