Keberpihakan pada Kaum Tertindas

Author : Humas | Wednesday, October 06, 2010 | Suara Karya - Suara Karya

Kasus korupsi hingga saat ini masih menjadi kajian yang menarik. Masalahnya, para koruptor mayoritas menggunakan otoritas kekuasaan sebagai peluang untuk "mencuri" harta rakyat. Padahal, mereka telah dipilih untuk menduduki sebuah kursi jabatan atas nama rakyat dan dengan suara rakyat, melalui proses demokrasi.

 

Demokrasi sebenarnya bukanlah suatu konsep politik modern tentang pengaturan negara, tata kehidupan masyarakat, dan hak-hak masyarakat bernegara. Demokrasi telah menjadi "darah daging" bangsa Yunani, puluhan tahun bahkan ratusan tahun sebelum Masehi. Walaupun demokrasi merupakan konsep kuno, tetaplah menarik untuk ditelaah dan dikritisi. Terkait dengan nilai-nilai di dalamnya, demokrasi menjadi perhatian akademisi dan praktisi politik.

 

Salah satu negara yang menggunakan sistem demokrasi saat ini, khususnya dalam sistem perpolitikan, adalah Indonesia. Itu dimulai tahun 1998 sejak runtuhnya rezim Soeharto pada era Orde Baru. Sejak itulah Indonesia mulai mengalami perubahan drastis dari sistem kekuasaan yang otoriter menjadi demokrasi.

 

Demokrasi adalah sebuah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Begitulah pemahaman yang paling sederhana tentang demokrasi, yang diketahui oleh hampir semua orang. Berbicara mengenai demokrasi berarti memperbincangkan tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab. Ia adalah sistem manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai martabat manusia.

 

Menurut Almadudi, ada beberapa prinsip dalam demokrasi, yaitu kedaulatan rakyat, kekuasaan mayoritas, hak-hak minoritas, jaminan hak asasi manusia (HAM), pemilihan yang bebas dan jujur. Prinsip-prinsip penting lainnya adalah adanya persamaan di depan hukum, proses hukum yang wajar, pembatasan pemerintah secara konstitusional, pluralisme sosial, ekonomi, politik, dan nilai-nilai tolerensi.

 

Salah satu hal sangat penting dari prinsip demokrasi adalah pemberian hak-hak kaum minoritas. Dalam hal ini, pemberian hak kaum lemah bisa ditafsirkan sebagai penetapan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada rakyat lemah dan kaum miskin. Kebijakan pemerintah harus dijauhkan dari kepentingan politik tertentu, apalagi dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dan merugikan rakyat.

 

Akan tetapi, yang sering terjadi saat ini, kebijakan-kebijakan pemerintah banyak yang tidak pro rakyat. Bahkan banyak kebijakan yang ditumpangi oleh kepentingan politik dan partai tertentu. Kekuasaan dimanfaatkan untuk memperkaya dan memperkuat partainya, bukan untuk menyejahterakan rakyat.

 


 

Lebih parah lagi, kekuasaan dijadikan "investasi" pribadi oleh sebagian pemimpin kita. Saat pemilihan, calon pemimpin berani mengeluarkan uang sebesar-besarnya untuk membeli suara rakyat. Tapi, setelah menjadi pemimpin, harta rakyat "dimakan" sendiri. Kekuasaan yang dimilikinya dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

 

Sikap demikian sama sekali tidak mencerminkan nilai-nilai demokrasi. Ini merupakan tirani kekuasaan yang semestinya tidak terjadi di sebuah negeri demokratis.

 

Pro Rakyat

 

Potret pemimpin yang sangat pro rakyat telah dicontohkan oleh sikap Umar bin Khattab. Khalifah kedua setelah Nabi ini telah menunjukkan contoh yang baik untuk para pemimpin. Dia tegas, lemah lembut, dan mau berbaur dengan rakyat bawah. Diceritakan, suatu ketika Umar jalan-jalan berkeliling Kota Madinah. Di tengah perjalanan, ia mendengar suara tangisan anak-anak. Kemudian dihampirinya suara tersebut, dan ternyata dia melihat ada seorang ibu yang sedang merebus sesuatu yang di sekelilingnya ada anak-anaknya yang sedang menunggu godokan itu matang.

 

Umar bertanya kepada ibu tersebut, "Wahai ibu, apa yang Anda rebus itu?"

 

Sang ibu menjawab, "Batu. Saya memasaknya untuk membohongi anak-anak saya agar mereka bisa tidur dengan mendengar suara godokan tersebut."

 

Mendengar jawaban tersebut, Umar langsung bergegas pergi ke Baitul Mal hendak mengambil gandum. Dia membawa gandum untuk diberikan kepada ibu dan anak-anaknya tersebut dengan pundaknya sendiri. Bahkan, ketika di tengah perjalanan ada seorang sahabat yang menawarkan diri untuk mengangkat gandum tersebut, Umar menolaknya.

 

Itulah sekilas potret kepemimpinan Umar yang penuh perhatian terhadap rakyat. Sikap Umar tersebut patut menjadi panutan bagi setiap pemimpin. Pemimpin seharusnya menjadi pelayan bagi rakyat. Dalam arti semua kebijakan yang dikeluarkan pemerintah harus memberikan kontribusi dan manfaat terhadap kemaslahatan masyarakat banyak.

 

Namun, beberapa pejabat negeri ini menunjukkan sikap yang tidak baik. Sudah banyak bukti menunjukkan tentang kasus korupsi yang dilakukan para pejabat negara kita. Mereka memanfaatkan kekuasaan sebagai alat untuk memanipulasi rakyat. Seperti yang masih hangat di ingatan kita adalah kasus penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan yang bekerja sama dengan beberapa oknum aparat hukum lainnya.

 

Yang terlintas dalam benak kita sekarang, sudahkah pemimpin kita terjun ke masyarakat untuk memuliakan mereka layaknya seorang tamu? Ataukah yang terjadi malah sebaliknya, rakyat dijadikan bulan-bulanan untuk ditipu dan dipermainkan oleh para penguasa kita? Rakyat yang berada di bawah garis kemiskinan dibiarkan begitu saja dan tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah.

 


 

Seorang pemimpin yang hidup di negara demokratis seharusnya lebih memperhatikan hak-hak kaum lemah dan kaum tertindas dan rakyat miskin. Tidak boleh ada dominasi dari penguasa untuk lebih mementingkan kepentingan pribadinya dalam memimpin. Nilai-nilai demokrasi tersebut hendaknya menjadi prioritas utama dalam membangun sebuah negeri yang masyarakatnya sangat plural seperti Indonesia. Seorang pemimpin dituntut untuk bersikap adil dan tidak berpihak kepada salah satu golongan tertentu. Dia berkewajiban memberikan kesempatan yang sama kepada setiap warga negara untuk bersuara demi kepentingan bersama sebagai bentuk penerapan negara yang demokratis. ***

 

Penulis adalah peneliti di Bestari
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Harvested from: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=263357
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: