Perlakuan Khusus untuk UKM Disepakati

Author : Humas | Saturday, May 07, 2011 | Suara Karya - Suara Karya

JAKARTA (Suara Karya): Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC) sepakat untuk memperkuat sektor usaha kecil menengah (UKM).

"AEC sepakat untuk memaksimalkan potensi UKM se-ASEAN dengan memberikan kebijakan berupa perlakuan khusus yang harus direalisasikan dalam rangka menuju integrasi ekonomi ASEAN," kata Menteri Perdagangan RI Mari E Pangestu saat memimpin pertemuan persiapan menteri-menteri ekonomi ASEAN di Jakarta kemarin.

 

Dalam rapat itu seluruh perwakilan negara ASEAN sepakat bahwa dengan peningkatan kapasitas, diharapkan UKM dapat mengambil peran dalam ekonomi kawasan. "Perlu kebersamaan untuk terus mendorong partisipasi UKM dalam memanfaatkan integrasi ekonomi ASEAN karena terbukti kelompok ini memberi kontribusi signifikan dalam menopang perekonomian regional," ujar Mari.

Menurut catatan, sejak tahun lalu menteri-menteri anggota ASEAN yang berkaitan dengan UKM sudah membuat rencana induk pengembangan UKM yang dilanjutkan dengan pembentukan Dewan Penasihat UKMN belum lama ini.

"Kita akan bertemu dengan mereka (menteri-menteri ASEAN) Agustus 2011 saat pelaksanaan ASEAN Economic Ministry Meeting untuk menindaklanjuti konsep penguatan UKM ini," ujar Mari.

Dia melanjutkan, paling tidak terdapat rekomendasi yang akan menjadi fokus pembahasan tentang pengembangan UKM se-ASEAN ini. Antara lain, peningkatan standar bisnis, pembangunan sistem informasi untuk mempercepat penyesuaian bisnis, juga pengembangan dan penyediaan pendanaan.

Sementara itu, pengamat ekonomi Nugroho mengungkapkan, ASEAN memiliki prospek bagus mengenai pembentukan mata uang tunggal seperti dilakukan Uni Eropa, mengingat akumulasi perdagangan di ASEAN mencapai ratusan miliar dolar AS per tahun.

ASEAN secara geopolitik dan ekonomi tetap merupakan kekuatan penting di Asia, bahkan dunia. Karena itu, pembentukan mata uang tunggal akan memperkuat mata uang tersebut dari tekanan dolar AS, misalnya.

Dengan diberlakukannya mata uang tunggal ASEAN, menurut Nugroho, maka pengaruh kuat dolar AS terhadap mata uang kawasan bisa disterilkan atau dikurangi sehingga bisa memperkuat posisi moneter negara-negara ASEAN.

"Memang dibutuhkan waktu sangat panjang. Uni Eropa saja butuh waktu sekitar 60 tahun sebelum sepakat menggunakan euro sebagai mata uang tunggal. Akan tetapi, lebih baik fondasi rencana mata uang tunggal ASEAN dibahas mulai sekarang ini," katanya.

Nugroho menjelaskan, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina bisa menjadi lokomotif untuk mendorong pembentukan mata uang tunggal karena anggota lama ASEAN itu memiliki volume perdagangan yang dominan di antara negara ASEAN.

Menurut dia, memang tidak mudah untuk membentuk mata uang tunggal ASEAN. Sebab, gagasan besar itu bakal mendapatkan kendala dari negara yang mata uangnya sudah relatif kuat dan tidak ingin data moneternya diketahui oleh negara lain.

"Pembentukan mata uang tunggal membutuhkan adanya transparansi antarbank sentral, padahal tidak semua bank sentral masing-masing negara anggota bersedia membuka informasi. Inilah salah satu kendala beratnya," katanya.

Nugroho memperkirakan peran China dan India di sektor perekonomian dunia dan kawasan Asia makin penting, yang ditandai dengan membesarnya volume perdagangan kedua negara itu dengan negara-negara ASEAN.

Menurut catatan, nilai perdagangan ASEAN dengan India pada 2010 sekitar 50 miliar dolar AS, sedangkan China sejak diberlakukan perdagangan bebas China-ASEAN mematok target nilai perdagangannya dengan ASEAN mencapai 500 miliar dolar AS pada 2015.

Mengenai geopolitik, pengamat politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Mas`ud Said mengemukakan, penyelenggaraan KTT ASEAN merupakan kesempatan untuk mengukuhkan posisi Indonesia di kancah internasional.

"Jangan sampai kesempatan yang sudah ada dalam genggaman ini lepas begitu saja. Tapi, semua itu tergantung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kalau bangsa Indonesia ingin dihormati, tentu kesempatan ini tidak disia-siakan," katanya.

Mas'ud mengemukakan, KTT ASEAN di Jakarta seperti mengulang sejarah ketika Presiden Soekarno mengumpulkan para pemimpin negara di Asia dan Afrika dalam KTT Asia-Afrika pada 1955. Dia mengemukakan, KTT ASEAN yang dilangsungkan di Jakarta, 7-8 Mei 2011, menjadi momentum strategis bagi Indonesia untuk berperan aktif dalam perpolitikan internasional sekaligus membangun kesatuan dan karakter bangsa untuk memimpin ASEAN.

Mas'ud yang juga dosen FISIP UMM menilai, infrastruktur di Indonesia cukup bagus dan mendukung. Struktur ekonomi juga mulai membaik, bahkan nilai tukar rupiah juga terus menguat, serta upaya menanggulangi terorisme juga bisa dibilang sukses.

Mas'ud yang juga Direktur ACICIS UMM menyatakan tidak ada alasan lagi untuk tidak bisa memperkukuh posisi Indonesia di dunia internasional. "Upaya memperkukuh posisi itu bisa dimulai dari kepemimpinan Indonesia di ASEAN," katanya.

 

Dia menyarankan, dalam setiap pertemuan pada rangkaian KTT ASEAN hendaknya para perwakilan Indonesia yang terlibat juga menyelipkan berbagai agenda penting untuk memperkukuh posisi Indonesia di lingkungan negara-negara Asia Tenggara tersebut. (AP/Antara/Kentos)

Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: