Proteksi dan Daya Saing Industri
Author : Humas | Tuesday, March 28, 2006 | Suara Karya - Suara Karya
Tidak dapat disangkal bahwa produk luar negeri kini membanjiri pasar domestik. Fenomena tersebut pertanda bahwa sektor industri di Indonesia gagal dalam menguasai pasar. Keterpurukan menjadi lebih parah tatkala pasar domestik kini lebih mudah terkoyak dan dimasuki produk impor tanpa kontrol, dalam sistem perekonomian yang sangat terbuka. Kondisi ini tentu dilematis bagi produsen maupun konsumen. Terpuruknya industri kita saat ini menimbulkan kegetiran.
Era global bagi Indonesia merupakan pasar yang besar, dan harus dilihat sebagai pasar yang potensial. Agar pasar potensial tidak menjadi liar, maka perlu perlindungan pasar. Proteksi pasar perlu dilakukan oleh pemerintah dalam konteks yang proporsional, karena merosotnya daya saing akan menurunkan kinerja dan ini bisa menyebabkan kebangkrutan bagi industri. Hasilnya adalah meningkatnya angka pengangguran.
Globalisasi mendorong perusahaan-perusahaan raksasa yang semula multinasional menjadi internasional. Ini menyebabkan meningkatnya penanaman modal asing, terjadinya peredaran uang secara global, pesatnya aliran teknologi, cepatnya distribusi hasil-hasil produksi, munculnya aliran strategis antara perusahaan sejenis, dan bermunculnya produk-produk berstandar global yang lebih berdaya saing. Semua ini mengakibatkan perdagangan dan perekonomian menjadi kian kompetitif.
Dampak yang paling dirasakan dalam era globalisasi adalah semakin ketatnya persaingan dari sektor industri. Untuk membangun sektor industri agar mampu berkembang dalam arena persaingan seperti saat ini dan sekaligus menjadikannya sebagai motor penggerak perekonomian nasional di masa depan, maka sektor industri perlu memiliki daya saing yang tinggi. Yaitu daya saing karena kuatnya struktur, tingginya peningkatan nilai tambah dan produktivitas. Itu perlu dukungan dari seluruh sumber daya produksi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Bagi industri di Indonesia, dalam era globalisasi harus mampu memproduksi barang yang mempunyai daya saing tinggi, berkualitas dan merupakan produk unggulan, sehingga tidak akan kalah dengan produk-produk dari luar. Indonesia harus dapat mengembangkan industri-industri yang menjadi tulang punggung perekonomian bangsa Indonesia. Produk industri akan dapat bersaing di pasar domestik maupun internasional, bahkan bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri jika betul-betul memiliki keunggulan.
Secara umum globalisasi diartikan sebagai proses terintegrasinya kehidupan negara ke arah masyarakat dunia yang saling terkait, saling tergantung, dan saling mempengaruhi. Globalisasi meletakkan dunia di bawah satu unit yang sama tanpa dibatasi oleh kedudukan geografi sebuah negara. Di mana sebuah negara terbuka luas untuk dimasuki dan memungkinkan komunikasi antara negara satu dengan yang lain.
Globalisasi ekonomi dapat mengandung makna ganda. Pada satu sisi, globalisasi diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dunia. Pada sisi lain, globalisasi perekonomian berimplikasi pada globalisasi teknologi informasi dan kebudayaan dunia, dan ini merupakan ancaman bagi eksistensi suatu negara dan perekonomian nasional (Mardiasmo, 2000).
Globalisasi perekonomian dianggap sebagai bentuk baru dari kolonialisme dan imperialisasi internasional yang bertujuan mengintegrasikan sistem ekonomi internasional. Dalam konteks ini nasionalisme ekonomi yang bertujuan mempertahankan eksistensi kehidupan masyarakat domestik, seperti proteksi pertanian, akan berbenturan dengan semangat liberalisasi perdagangan dan solidaritas yang sudah menjadi tren dunia mutakhir (Prasetyantono, 1996).
Problematika bagi negara-negara berkembang bukanlah persoalan mau atau tidak keluar dari sistem ekonomi internasional yang sudah ada. Tapi dewasa ini memang sangat sukar bagi suatu negara untuk tidak terlibat dalam politik ekonomi internasional. Salah satu bentuk keterlibatan dalam globalisasi perekonomian dapat berupa liberalisasi perdagangan tenaga kerja dan modal.
Globalisasi telah mengakibatkan negara-negara berkembang saling berlomba untuk merebut modal asing dalam bentuk investasi asing langsung, investasi por tofolio, licensing dan franchising. Kedua, globalisasi investasi mendorong tumbuh dan menyebarnya perusahaan multinasional (MNC) ke seluruh penjuru dunia. Hal tersebut didorong oleh motif mengejar keuntungan global, memperoleh pasokan bahan mentah, dan melayani pasar secara langsung.
Perusahaan multinasional (MNC) telah mewarnai dan membentuk konfiguransi perekonomian global. Globalisasi juga mengakibatkan terjadinya pergeseran kekuatan ekonomi global yang memunculkan megamarket ekonomi dunia, yaitu Uni Eropa, Amerika Utara serta Asia Timur dan Tenggara.
Struktur industri dalam globalisasi memaksa semua pihak siap bersaing dan mencapai efisiensi. Persoalannya, siapkah negeri ini bersaing, dan dapatkah industrinya memanfaatkan perdagangan bebas? Jika tidak dapat bersaing dalam kualitas dan produktuvitas, sistem perdagangan bebas akan melemahkan perindustrian negara kita. Daya saing menjadi kata kunci untuk memasuki pasar global. Pelaku-pelaku ekonomi paling efisienlah yang akan mampu bertahan dan berkembang.
Agar mempunyai daya saing yang tinggi, industri Indonesia harus melakukan transformasi, dari industri berteknologi rendah menuju berteknologi tinggi dengan produk yang berkualitas tinggi dan berpijak pada sumber daya alam yang menjadi keunggulan Indonesia.
Harus kita akui bahwa pola proteksi dan intervensi negara sesungguhnya mengingkari semangat ekonomi pasar yang terbuka. Ketidakmampuan ekonomi direduksi menjadi kepentingan atas nama nasionalisme yang romantik.
Kontrol kebijakan ekonomi yang dibangun selama sekian dekade kini telah diruntuhkan oleh berbagai deregulasi. Meski demikian, deregulasi itu sebatas menjadi deregulasi setengah hati. Dalam praktiknya gagal menegosiasikan kepentingan ekonomi politik dalam negeri yang lebih dominan dibanding kepentingan masa depan ekonomi itu sendiri.
Hal penting untuk diupayakan adalah perlunya penguatan kelembagaan ekonomi untuk kepentingan jangka panjang. Sehingga, masalah ekonomi yang muncul tidak secara tergopoh-gopoh direspons dengan sebuah kebijakan yang tidak ada kaitannya dengan masa depan itu sendiri.***
Penulis adalah dosen Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Malang
Harvested from: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=139389
Shared:
Comment