Korban ''Cuci Otak'' Halal Bohongi Orangtua

Author : Humas | Tuesday, April 26, 2011 09:55 WIB | Suara Merdeka - Suara Merdeka

Kasus perekrutan para pemuda, khususnya mahasiswa, oleh kelompok tertentu dengan dalih mendirikan negara Islam, terjadi di sejumlah kota. Para pelaku menjalankan program ”cuci otak”. Ada yang bermotifideologi, namun tak sedikit pula yang sekadar bermotif ekonomi, atau penipuan berkedok agama. Fenomena itu terjadi di sejumlah kampus.Berikut laporannya.

SEANDAINYA Agung Arief Perdana Putra membayar utangnya sebesar Rp 300.000 ketika ditagih oleh M Hanif, bisa jadi kasus penipuan berkedok agama dengan program ”cuci otak” itu tidak terbongkar.
Hanif jengkel terhadap teman kuliahnya di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu karena dia sangat membutuhkan uang tersebut untuk keperluan kuliahnya. Namun, Agung mengaku, uang itu telah dipakainya untuk disumbangkan ke kelompoknya.

Agung pun kemudian diserahkan ke satpam kampus dan diteruskan ke pihak universitas. Dari situlah aksi penipuan berkedok agama tersebut akhirnya terungkap.

Namun, seusai klarifikasi dengan pihak kampus, Agung yang sudah dibaiat oleh kelompoknya menghilang, dan hingga sekarang tak diketahui rimbanya.
Penelusuran pun dilakukan, dan ternyata pada tahun 2008, di UMM pernah terjadi penipuan dengan modus serupa. Para korban diajak hijrah dan bergabung dengan gerakan Negara Islam.

Ada yang menyebut Negara Karunia Islam, ada pula yang menyebut Negara Islam Indonesia.  Ketika itu, tiga mahasiswa dan seorang mahasiswi menjadi korban. Tim yang dibentuk rektor UMM melalui penguatan ideologisasi membawa hasil. Tiga di antaranya berhasil diselamatkan dan satu orang  yang juga diminta mengaku menyatakan tidak mau kembali ke jalan yang benar. Dia kemudian dikembalikan ke orangtuanya, atau dikeluarkan dari UMM.

Kini aksi serupa terjadi lagi. Para korban adalah mahasiswa baru yang didekati sejak sebelum masa orientasi studi di kampus. Calon korban mula-mula diajak bertemu dan berdiskusi di mal, restoran cepat saji, atau kafe-kafe. Pada Maret 2011, tim UMM berhasil membongkarnya. Sembilan mahasiswa angkatan 2010, umumnya dari Fakultas Teknik Jurusan Informatika dan Fakultas Ilmu Kesehatan berhasil disadarkan. Perburuan tim kini mengarah kepada dua mahasiswa yang belum diketahui keberadaaanya.

Menurut Humas UMM Nasrullah, para korban ”cuci otak” tahun 2011 adalah Maya Mazesta, Agung Arief Perdana Putra dan  Mahathir Rizki (yang masih hilang), Fitri Zakiyah, M Hanif Ramdhani, Wahyu Darmawan, Reviana Efendi, Reza Yuniansyah Nur Ilmi, dan M Recky Kurniawan.

Penelusuran tim UMM menemukan bahwa dari 9 mahasiswa angkatan 2010 tersebut, lima di antaranya, yakni Maya Mazesta, Agung Arief Perdana Putra, Mahatir Rizki, Fitri Zakiyah, dan Reviana Efendi mengaku pernah dibawa ke Jakarta untuk mengikuti prosesi pembaiatan dan disumpah. Dari lima mahasiwa itu, tiga di antaranya memilih mundur dari gerakan tersebut, yakni Fitri Zakiyya dan Reviana Efendi, keduanya mahasiswi FT Jurusan Informatika serta Maya Mazesta, Fakultas Ilmu Kesehatan, Jurusan Farmasi. Sedangkan empat mahasiswa yang tidak mau ikut ke Jakarta untuk dibaiat adalah M Hanif, Wahyu Darmawan, Reza Yuniansyah, dan M Recky Kurniawan. Kini mereka berada di Malang dan kembali mengikuti perkuliahan di UMM. Maya Mazesta, selain dimintai uang dengan alasan untuk sodaqoh, juga diminta merektrut teman dengan sistem sel.

Dua mahasiswa yang hingga kini belum ada kabarnya adalah Mahatir Rizki, warga Kelurahan Sadia, Kecamatan Mpunda, Kota Bima, NTB, yang pernah aktif di Paskibraka Bima dan Agung Arief Perdana Putra asal Gresik. Keduanya dilaporkan hilang sejak 25 Maret 2011.
Hilangnya Mahatir Rizki dari tempat kosnya diketahui setelah pihak keluarganya mencari ke kampus UMM dan ke tempat kos di Jl Tlogomas, Gang III, Kota Malang. Rumah tersebut milik dr Irma. Rizki diduga dibait NII setelah berkenalan dengan dua orang yang mengaku bernama Fikri alias Deni asal Cilacap dan mengaku kuliah di UII Yogyakarta. Satunya lagi,  Adam alias Muhayin. Mereka bertemu di sebuah toko buku. Setelah pertemuan itu, mereka sering berkomunikasi lewat SMS dan bertemu di beberapa tempat.

Kabar terbaru menyebutkan, Mahatir Rizki mengaku sudah nyaman dan tenang bergabung di NII di Semarang. Dia mengaku siap dan sudah berkomitmen untuk mendirikan Negara Islam Indonesia melalui organisasi NII.

Pencucian otak itu diduga dilakukan oleh Veriansyah alias Fikri alias Veri alias Dhani alias Dadi, yang mengaku mahasiswa Stikom Yogyakarta angkatan 2008, Adam mengaku dari Solo dan Najib mengaku mahasiswa dari Bandung asal Tasikmalaya. Menurut para korbannya, Fikri dan Adam dalam mendekati mangsanya selalu membawa Alquran terjemahan.

Ketua Mabincab PMII Kota Malang, Bagyo Prasasti, yang dilapori oleh keluarga Rizki mengatakan, semua diskusi yang dilakukan Fikri dan Adam selalu bertema kebangkitan Islam akan terjadi di Indonesia pada abad ke-21. Mereka tidak menggunakan istilah NII, tapi doktrinnya mengarah ke NII. Dalam setiap diskusi, mereka selalu mengatakan bahwa selama jadi warga negara Indonesia, maka segala amal ibadah tidak diterima. Karena itu, para korban dibujuk untuk segera hijrah dengan membayar Rp 2,5 juta.

Bagyo mensinyalir, jaringan pelaku sudah sangat kuat, terbukti ada beberapa nama yang disebut korban sebagai mahasiswa asal Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, dan Cirebon. Para korban adalah mahasiswa baru. Korban lalu diajak ke sebuah tempat di Jakarta dengan rute Surabaya-Jogja-Jakarta lewat jalan darat. Untuk alasan uji kesetiaan, korban ditutup matanya sampai turun di rumah tempat pembaiatan.

Stelah dibaiat, korban lalu diberi nama baru. Sebagai bukti kesetiaan, korban diminta membayar sejumlah uang, Rp 10 juta hingga Rp 30 juta. Untuk memperoleh uang tersebut, dilakukan dengan cara membohongi orang tua. Misalnya, minta kiriman uang dengan dalih laptop hilang, atau harus mengganti laptop temannya. Usai dibaiat, mereka dikembalikan ke Malang dengan sejumlah tugas, antara lain mempengaruhi anggota baru. 

Kampus dan Orangtua

Pembantu Rektor III UMM, Joko Widodo mengimbau para orang tua tenang dan tidak risau, namun tetap waspada dan selalu mengontrol keberadaan putra-putrinya. Peran kampus terus akan dioptimalkan, namun mengingat ruang gerak mahasiswa sangat luas, maka orang tua dan masyarakat juga diminta ikut mengawasi, sehingga jika ada sesuatu yang kurang beres bisa segera diatasi.
Melalui milist Forum Mawa sebagai sarana komunikasi antarpembantu rektor perguruan tinggi, diperoleh informasi peristiwa serupa juga terjadi di kampus-kampus lain, seperti UI Jakarta dan Unair Surabaya. Demikian juga menurut pengakuan korban, teman-teman yang terekrut juga berasal dari perguruan tinggi di Malang, Solo, Jogja dan Jakarta.

Terbongkarnya penipuan pada 2008 itu pun berkat tersadarnya salah seorang korban setelah memperoleh kuliah Al-Islam, serta laporan orang tua yang dimintai sejumlah uang oleh anaknya. Padahal, di UMM semua pembayaran resmi sudah tertuang dalam Buku Pedoman Pembayaran Keuangan Mahasiswa, sehingga bila terjadi pembayaran di luar itu orang tua bisa mengkonfirmasi kepada pihak kampus.

Kasus terbaru terkuak ketika orangtua Mahatir Rizky mempertanyakan keberadaan anaknya ke pihak kampus. Orangtua dan pihak kampus kemudian bersama-sama menelusuri keberadaan korban. Kepada keluarga korban, pihak UMM memberikan semua data temuan, foto-foto hasil investigasi, serta skema modus operandi penipuan, dengan tujuan bisa dimanfaatkan untuk bekerjasama mencari Mahathir Rizky.
Ismet Jayadi, paman Mahatir, seakan tidak mengenal lelah untuk mencari keponakannya, dengan harapan sesuai bisa membawanya kembali  ke Bima. Terlebih dari sinyal telpon genggam yang digunakan Mahatir untuk berkomunikasi dengan orangtuanya di Bima, NTB, terlacak dia masih berada di daerah Malang.

Kini, setiap mahasiswa baru UMM diwajibkan mengikuti program Pembentukan Kepribadian dan Kepemimpinan (P2KK), Al-Islam, dan Kemuhammadiyahan (AIK) yang biasanya dilaksanakan selama satu minggu. Hasilnya, para mantan korban ”cuci otak” mengaku menjadi sadar dan melepaskan diri dari jeratan penipu berkedok agama itu setelah mengikuti program kampus tersebut.

Pihak UMM juga tengah berupaya memulihkan mental 8 mahasiswanya yang menjadi korban ”cuci otak”, dengan melibatkan para ahli psikologi. Namun, UMM tetap menjaga privacy mereka  agar bisa segera pulih dari trauma. “Kampus konsen mengembalikan mental, serta pemikiran korban melalui terapi,” jelas PR III UMM, Nazrullah. (Wiharjono-35)

Harvested from: http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/04/26/144625/Korban-Cuci-Otak-Halal-Bohongi-Orangtua
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: