MALANG, Suara Muhammadiyah – Keputusan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) beberapa waktu lalu berimbas pada munculnya banyak spekulasi. Salah satunya terkait konsumsi BBM bersubsidi yang kurang tepat sasaran. Selain itu kebijakan yang diambil pemerintah merupakan keputusan yang sukar diterima oleh masyarakat. Tapi, pilihan itupula yang dirasa masuk akal sebagai jalan tengah untuk menghadapi harga minyak dunia yang meningkat serta memangkas subsidi di sektor tersebut.
“Pilihan untuk menaikkan harga BBM memang pilihan yang sulit. Namun, pilihan itu juga menjadi hal yang tepat dan rasional di situasi saat ini,” ujar pakar ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang Nazarudin Malik memberikan saran dan komentarnya.
Terkait distribusi BBM bersubsidi, Nazar juga memberikan saran agar pemerintah dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) segera mengambil langkah konkrit untuk menyalurkan BBM bersubsidi agar tepat sasaran. Salah satunya dengan melakukan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Hal lain yang bisa dilakukan yakni dengan meningkatkan sinergisitas dan koordiansi antar instansi bersama BPH Migas. Utamanya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat serta sebagai tindakan preventif pelanggaran konsumsi BBM bersubsidi. Menurutnya, langkah ini tidak hanya mencegah pelanggaran semata, tapi juga mendorong masyarakat untuk menggunakan BBM bersubsidi dengan lebih bijak.
Lebih lanjut, Wakil Rektor II UMM yang membidangi Keuangan, SDM, dan pengembangan unit bisnis itu mendorong pemerintah untuk menekan kebocoran anggaran dalam analisis ICOR 3-50 persen. Pun dengan melibatkan secara aktif Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KKPU). Dengan begitu proses pengawasan dan distribusi konsumsi migas bisa dilakukan dengan lebih baik dan bijak.
“Pemerintah juga bisa menggaet KKPU untuk menyusun skema terbaik agar BBM bisa menyasar pada masyarakat yang membutuhkan,” tuturnya.
Saran terakhir yang Nazar berikan yakni perlunya BPH Migas untuk lebih mengeksplor dan mengeksploitasi lifting 611 ribu barel per hari ketimbang konsumsi yang sudah 1,4 juta barel perhari.
“Ada banyak skema yang bisa dilaksanakan. Misalnya saja pembatasan berdasarkan daya kendaraan, klasifikasinya, atau mengkhusunya BBM bersubsidi untuk roda dua saja. Tinggal bagaimana pemerintah menimbang dan melihat keadaan masyarakat agar menemukan solusi yang tepat,” pungkasnya. (diko)