Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, UMM berhasil menciptakan alat pengukur kualitas udara. Alat ini mampu memberikan notifikasi secara real-time ke komputer, ponsel melalui aplikasi, dan email. Foto: Dok
MALANG, iNewsSurabaya.id - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang, UMM berhasil menciptakan alat pengukur kualitas udara. Alat ini mampu memberikan notifikasi secara real-time ke komputer, ponsel melalui aplikasi, dan email.
Mahasiswa UMM dari Program Studi Teknik Elektro Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menciptakan alat pengukur kualitas udara. Alat ini mampu memberikan notifikasi secara real-time ke komputer, ponsel melalui aplikasi, dan email.
Alat pengukur kualitas udara ini dapat memantau langsung berbagai indikator seperti kadar oksigen, karbon dioksida, karbon monoksida, ammonium, suhu, dan kelembapan udara.
Koordinator tim dari UMM, Taris Fakhran Hawarai, menjelaskan bahwa alat pengukur kualitas udara ini menggunakan pemrograman fuzzy logic sebagai pemberi keputusan. Dengan demikian, alat ini dapat menentukan apakah kualitas udara baik atau tidak, mengacu pada indikator standar internasional.
"Terdapat setidaknya 27 aturan fuzzy yang akan memproses sensor mq135. Dengan menggunakan sensor ini, kita dapat mendeteksi kadar karbon monoksida, karbon dioksida, dan ammonium di lokasi," ucap Taris pada Rabu pagi (26/7/2023).
Fakhran menambahkan, ketika alat pengukur kualitas memberikan keputusan tentang indeks kualitas udara, mulai dari baik, sedang, hingga buruk, alat tersebut juga memberikan notifikasi melalui aplikasi "Blink" yang ada pada ponsel, komputer, dan juga melalui pesan email.
Alat ini sudah diuji di berbagai lokasi di Kota Malang, termasuk daerah yang padat dengan aktivitas mahasiswa dan masyarakat di kawasan Sigura-gura. Hasil uji coba menunjukkan bahwa tingkat keakuratan alat ini mencapai sekitar 90 persen, dibandingkan dengan alat-alat pendeteksi udara yang sudah ada. Selain itu, hasilnya juga dibandingkan dengan data real-time suhu dan kelembapan udara dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
“Sejauh ini, tingkat kesalahan alat ini kurang dari 10 persen. Jika dibandingkan dengan data kelembapan dan suhu dari BMKG, selisihnya hanya 5 persen saja," tuturnya.
Untuk mengoperasikan alat ini, hanya membutuhkan daya rendah sebesar 5 volt atau dapat menggunakan baterai litium. Biaya produksinya juga terjangkau, sekitar Rp500 ribu .
"Nantinya, alat ini akan terus dikembangkan dengan membuat website khusus yang dapat diakses oleh masyarakat umum. Penempatan alat juga akan ditambah untuk memperluas jangkauannya," pungkasnya.
Editor : Vitrianda Hilba Siregar