MALANG – Seluruh calon Gubernur Jawa Timur dinilai tak memiliki visi misi yang pro lingkungan. Seluruh calon pun ditantang untuk menunjukkan komitmennya dalam perlindungan lingkungan.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, Ony Mahardika, mengatakan, kerusakan lingkungan di Jawa Timur sudah sedemikian parah. “Mulai dari pencemaran sungai, kerusakan hutan lindung, dan pencemaran akibat pertambangan. Sejauh ini para calon lebih menekankan aspek pertumbuhan ekonomi yang itu secara otomatis mengabaikan kelestarian lingkungan,” urai Ony, Kamis (22/8).
Ia menyebut investasi besar – besaran di Jawa Timur lebih banyak merusak lingkungan. Ony mencontohkan perairan di Muncar Kabupaten Banyuwangi tercemar berat akibat penambangan emas. Di kawasan hulu Brantas, pada 2005 ditemukan sebanyak 215 sumber mata air. Jumlah itu menyusut menjadi 111 sumber mata air pada 2010. “Dari jumlah terakhir, hampir separuh di antaranya yang masih aktif, sebagian besar telah rusak dan mati,” tutur Ony.
Menurutnya, Walhi tak anti dengan pertumbuhan industri atau gencarnya investasi di Jawa Timur. Asalkan tetap memperhatikan kelestarian dan perlindungan terhadap lingkungan. “berani tidak, dari seluruh calon itu yang nanti terpilih akan memulihkan kerusakan lingkungan di Jawa Timur,” tantang Ony.
Pakar Sosilogi Lingkungan Universitas Muhammadiyah Malang, Rachmad K Dwi Susilo, menyatakan, isu lingkungan hanya dijadikan komoditas politik oleh para calon yang bertarung dalam Pilgub Jatim 2013.
“Calon mungkin mengkampanyekan pentingnya perlindungan lingkungan, tapi setelah jadi mereka pasti lupa. Tak ada langkah konkrit yang dilakukan. Setiap ada suksesi politik mulai level nasional sampai daerah selalu seperti itu jualannya,” papar Rachmad.
Visi pertumbuhan ekonomi yang digemborkan oleh para calon, disebut punya andil besar dalam kerusakan lingkungan. Demi tingginya investasi, hutan lindung banyak dirambah, sungai tercemar oleh industry, tapi nyaris tak ada penindakan.
“Banyak alih fungsi hutan lindung menjadi hutan produksi dan itu masih saja dialihfungsikan lagi menjadi kawasan industri. Banyak kasus, bahwa pemerintah menilai investasi lebih penting dibanding perlindungan hutan,” pungkas Rachmat. zar