Prof Dr dr Fahmi Idris MKes, Dirut BPJS Kesehatan memberikan kuliah tamu ke mahasiswa FK Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Kamis (20/10/2016).
SURYAMALANG.COM, DAU - Prinsip asuransi sosial solidaritas dalam BPJS kesehatan disampaikan Prof Dr dr Fahmi Idris MKes, Direktur Utama BPJS Kesehatan saat memberikan kuliah tamu ke para mahasiswa dan co as dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Kamis (20/10/2016).
Kuliah tamu itu mengangkat tema "Peran Dokter Dalam Pelayanan Kesehatan Profesional di Klinik Muhammadiyah Aisyiah di Era JKN-BPJS" di Dome Theater. Karena itu, lanjutnya, bagi yang sudah menjadi peserta, jangan minta uangnya kembali.
Sebab bisa membantu yang lainnya. "Saya sudah bayar gak pernah memakai. Ternyata uang saya dipakai orang lain," kata Fahmi seperti menirukan keluhan peserta BPJS Kesehatan.
Ia menyatakan dari iuran peserta, bisa membantu yang lain. "Misalkan ada satu teman sekali cuci darah butuh Rp 1 juta. Jika seminggu tiga kali, maka sudah habis Rp 3 juta. Itu belum biaya hidupnya. Jika seumur hidupnya cuci darah, bagaimana jika tidak gotong royong?" terangnya.
Menurut dia, sistem gotong royong itu yang sedang dibangun. "Jika saya bisa nego dengan Tuhan, saya mau kok iuran Rp 100 ribu per bulan. Tapi saya ingin diberi sehat," tuturnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga sempat menanyai mahasiswa tentang BPJS Kesehatan dari perspektif mereka dan yang mereka tangkap di media sosial.
"Ribet, dapatnya (dokter) kecil," kata mahasiswa itu.
Fahmi yang berdiri dekat mahasiswa yang duduk itu kemudian tertawa kecil. "Aduh.. masa depan suram, ya? Padahal kuliah mahal, gak menjanjikan lagi. Sementara semua pasien BPJS," komentar Fahmi menanggapi jawaban mahasiswa itu.
Menurut dia, jika tarif masih kurang cocok, nanti bisa diperbaiki. Begitu juga dengan besaran iurannya.
"Tapi sistemnya jangan dihancurkan," jelasnya. Sebab, bagaimana pun perkembangan di kedokteran, jika pasien tidak punya uang, maka dokter juga tidak bisa melakukan apa-apa.
"Contohnya pasien transpalasi ginjal. Karena nggak punya uang, ia di sal-nya mungkin hanya bisa merintih saja. Padahal ia harus cuci darah seumur hidup tapi tidak punya uang," paparnya.
Sebagai dokter, lanjutnya, juga tidak bisa melakukan apa-apa jika tidak ada yang membiayai pasien itu.
Dijelaskan dia, saat ini, sudah 65 persen penduduk Indonesia sudah menjadi peserta BPJS atau setara 170 juta jiwa. Sisa, 35 persen itu diwajibkan ikut bisa dengan cara kolektif. Diharapkan sampai 2019, seluruh penduduk Indonesia sudah mengikuti BPJS Kesehatan.
"Di Jerman, tidak bisa kuliah jika tidak punya asuransi kesehatan. Karena universitas tidak mau nanggung kalau terjadi apa-apa dengan mahasiswanya," katanya.
Karena itu, ia mengharapkan agar UMM bisa memasukkan semua mahasiswanya dengan ikut BPJS Kesehatan. Itu bisa dimulai dengan mahasiswa baru. Misalkan dengan mengikutkan di iuran terendahnya Rp 25.000 dengan cara menagih langsung lewat SPP.
Sementara nanti faskesnya bisa ke Klinik Muhammadiyah dan RS rujukannya ke RS Muhammadiyah. Sehingga akan kembali ke Muhammadiyah lagi.
Dikatakan dia, lembaganya sudah menjalin MoU dengan PP Muhammadiyah saat dipimpin Din Syamsudin. Diharapkan dari kerjasama itu ada cross program. Muhammadiyah sosialisasi ke warganya dengan memanfaatkan faskes dan RS milih Muhammadiyah.
Dalam kuliah tamu itu, beberapa mahasiswa juga bertanya soal adanya plafon pengobatan BPJS Kesehatan.
"Memang ada budgetnya? Kok ada plafon habis," tanyanya.
Namun kata Fahmi, tidak ada plafon. Mereka yang sakit dengan menggunakan BPJS harus sembuh. Katanya, setiap penyakit sudah dihitung angkanya. Selain memberi kuliah tamu, juga dilakukan MoU antara UMM dan Klinik Muhammadiyah Aisyiyah Malang Raya.