Gandeng FEB Universitas Muhammadiyah Malang, Kadin Jatim Kaji Kebijakan Optimalisasi DBHCHT

Author : Humas | Wednesday, July 31, 2024 20:30 WIB | Surya - Surya

Salah satu bentuk kegiatan industri hasil tembakau (IHT) berupa pabrik rokok saat para karyawannya sedang melakukan produksi.

Salah satu bentuk kegiatan industri hasil tembakau (IHT) berupa pabrik rokok saat para karyawannya sedang melakukan produksi.

SURYA.co.id | SURABAYA - Kamar Dagang dan Industri Jawa Timur (Kadin Jatim) memperkuat kerja sama dengan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang (FEB UMM).

Penguatan kerja sama ini melalui kajian rekomendasi kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) untuk optimalisasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT).

Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan Memorandum of Action (MoA) antara Ketua Umum Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto dan Dekan FEB UMM Prof Dr Idah Zuhroh, MM dalam acara focus group discussion 'Kajian Optimalisasi Kebijakan Kenaikan Cukai Hasil Tembakau (CHT) Untuk Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang Optimal' di kantor Kadin, Surabaya.

"Kami memberikan apresiasi kepada UMM atas perhatian yang diberikan kepada industri hasil tembakau (IHT) di Jatim. Keberlanjutan industri dengan kontribusi sebesar IHT memang patut menjadi persoalan perhatian dan pembahasan lintas stakeholder karena menyangkut hidup ratusan ribu penduduk Jatim dari hulu ke hilir," kata Adik, seusai penandatanganan.

Diakui Adik, pembangunan di Jatim, faktanya tidak dapat dilepaskan dari kontribusi IHT yang mencapai 33 persen dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Jatim merupakan sentra produk tembakau di Indonesia.

"Sumbangan provinsi ini mencapai 61 persen dari total penerimaan CHT nasional pada tahun 2021 dan menyerap 40 persen tenaga kerja langsung dari sektor IHT skala nasional," jelas Adik.

Tidak heran, bila kemudian setiap tahun Jatim menjadi provinsi penerima DBHCHT terbesar.

Namun, penerimaan DBHCHT Jatim yang turun secara signifikan pada tahun 2024 menjadi alarm bagi semua bahwa industri tembakau sedang mengalami tekanan.

"Diketahui, pada tahun 2023 terjadi penurunan pada penerimaan CHT pemerintah sebesar 23,47 persen secara Year-on-Year (YoY) menjadi Rp213,50 triliun," ungkap Adik.

Hal ini berimbas pada penurunan DBHCHT nasional di mana mengalami penurunan dari Rp 5,5 triliun di tahun 2023 ke Rp 4,9 triliun di tahun 2024 atau minus 9 persen.

Akibatnya pendapatan DBHCHT Jatim juga turun 9,9 persen.

Secara spesifik, Jatim mendapatkan Rp 2,77 triliun pada tahun 2024.

“Oleh karena itu, kami menggandeng UMM sebagai salah satu universitas unggulan di Jatim untuk bersama-sama memberikan rekomendasi yang tepat terkait kebijakan kenaikan CHT tahun 2025. Kebijakan CHT dampaknya langsung ke IHT dan menjadi faktor penentu kelangsungan IHT dan tenaga kerja didalamnya," beber Adik.

Pada kesempatan yang sama, Prof Idah menyampaikan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan Kadin Jatim kepada FEB UMM.

“Kolaborasi dengan Kadin Jatim merupakan bentuk implementasi Catur Dharma Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Meliputi pendidikan, penelitian, pengabdian pada masyarakat, dan Al Islam dan kemuhammadiyahan,” kata Prof Idah.

Pihaknya berharap kerja sama ini dapat menghasilkan sebuah rekomendasi yang bermanfaat bagi pemerintah pusat dalam menetapkan kebijakan kenaikan CHT tahun depan, dan bagi pemerintah daerah melalui optimalisasi DBHCHT yang dihasilkan.

“Sebagaimana Pak Adik sampaikan, DBHCHT memiliki signifikansi penting bagi pembangunan Jatim. Oleh karena itu, harapan kami kajian ini dapat mencapai tujuannya dan diterima oleh pemerintah, baik di tingkat pusat maupun Jatim," papar Prof Idah.

Pada kesempatan yang sama, Pj Gubernur Jatim, Adhy Karyono mengapresiasi upaya Kadin Jatim beserta para pelaku industri hasil tembakau dan akademisi dari FEB UMM, yang melakukan kajian tentang bagaimana pola bagi hasil DBHCHT.

"Jatim ini menghasilkan 60 persen penerimaan cukai rokok secara nasional, menjadi penghasil utama cukai rokok bagi negara. Ada Rp 129,9 triliun dan bagi hasilnya pada daerah penghasil Jatim maupun kabupaten penghasil mencapai Rp 2,77 triliun," ungkap Adhy.

Nilai itu dibagi ke kabupaten-kabupaten dan provinsi hanya mendapatkan Rp 700 miliar.

Dalam diskusi ini, semua ingin bersama-sama bersuara kepada pemerintah, menuntut keseimbangan untuk industri rokok.

"Kami mengajukan alokasi DBHCHT menjadi minimal 5 persen dari total penerimaan CHT. Juga, diharapkan pemanfaatannya tidak terlalu dibatasi agar dapat lebih maksimal dalam upaya pengentasan kemiskinan secara keseluruhan," lanjut Adhy.

Pihaknya juga ingin ada bagian khusus agar pertama, bagaimana orang miskin yang tidak mendapatkan juga bisa dapat bantuan.

Kedua harus mengikuti konsep penanggulangan kemiskinan.

"Tidak hanya pemenuhan kebutuhan dasar tetapi kami ingin yang lebih produktif dengan memberikan akses bagi pemberdayaan ekonomi atau akses modal kepada orang miskin agar memiliki kemampuan untuk bisa berproduksi," terangnya.

Selanjutnya untuk alokasi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan karena Pemprov Jatim ingin mencapai universal coverage.

Adhy melihat ada ketidakseimbangan juga antara daerah penghasil dan non penghasil, di mana kabupaten yang bukan penghasil mendapatkan sangat kecil sehingga banyak kabupaten yang tidak bisa memenuhi target Pemprov Jatim untuk mencapai universal coverage BPJS Kesehatan.

"Melalui diskusi ini, Kadin menginisiasi sebuah kajian yang sejalan dengan apa yang dihadapi, dengan apa yang dirasakan Pemprov Jatim untuk melakukan optimalisasi pendapatan yang bisa digedor untuk menangani kemiskinan," pungkas Adhy.

Harvested from: https://surabaya.tribunnews.com/amp/2024/07/31/gandeng-feb-universitas-muhammadiyah-malang-kadin-jatim-kaji-kebijakan-optimalisasi-dbhcht?page=2
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: