SURYAMALANG.COM, DAU - Dosen Fakultas Pertanian dan Peternakan (FPP) Universitas Muhammadiyah Malang(UMM)Wahono berhasil menciptakan drone yang bisa memetakan lahan di kawasan yang sulit terjangkau.
Pesawat tanpa awak ini dirancang sendiri untuk kepentingan disertasinya.
"Awalnya ingin membeli alatnya. Tapi ternyata mahal. Akhirnya saya membuat sendiri," kata kandidat Doktor Universitas Gajah Mada (UGM) Yogjakarta ini, Selasa (12/4/2016).
Dengan alat ini, maka bisa menyelesaikan disertasi tentang inovasi yang mendukung kebutuhan pupuk untuk tanaman di area yang sangat luas.
“Untuk membuat pesawat ini, saya harus menguji coba ulang dengan memodifikasi dari model pesawat tanpa awak sejenis yang sudah ada sebelumnya,” jelas Wahono.
Nama pesawat drone-nya adalah Farm Mapper. Selain memiliki daya jangkau luas juga memiliki visual dengan resolusi tinggi. Beruntunglah ia memiliki keahlian di bidang IT.
Wahono menyakini drone-nya memiliki teknologi high resolution real time. "Pesawat ini mampu memetakan (mapping) wilayah hingga luas 800 sampai 900 meter sekali terbang dalam waktu dua jam," papar dia.
Dengan bantuan alat ini, proses pemetaan lahan lebih efisien dan efektif. Dibandingkan cara manual dengan pengukuran di lapangan dan membutuhkan biaya tinggi.
Menurut mantan Kepala UPT Komputer UMM ini, Farm Mapper menggunakan sensor canggih. Selain itu digerakkan tanpa remote control. Sehingga cukup memprogram pesawat akan terbang di area yang akan dipetakan.
Proses pemetakan bisa dilihat di front station pada layar komputer, sampai dia kembali lagi. Hasil pemetaan bisa diunggah di komputer dengan aplikasi yang dipasang khusus. Datanya bisa direkonstruksi dalam bentuk 2D dan 3D.
"Farm Mapper juga juga bisa dipakai untuk pemetaan terumbu karang di bawah permukaan laut pada pulau-pulau kecil, serta di wilayah pertambangan.
Ia mengisahkan saat ujicoba juga pernah ada kendala. Seperti saat ada hujan deras, pesawat yang ia terbangkan terjebak di udara sampai baterainya habis.
Akhirnya tidak bisa kembali ke orbit awal. Pesawat yang dibuat dengan biaya Rp 20 juta itu akhirnya jatuh karena baterainya habis.
Ia berencana akan melengkapi drone ciptaannya itu dengan menambahkan sensor collision avoidence dan route alternative. Sehingga bisa menghindari tabrakan pesawat dari objek tak terduga.