Kasus Agus Buntung, Dosen UMM Sarankan Perhatikan Masalah Ini

Author : Humas | Saturday, January 18, 2025 09:59 WIB | tagar.co -

Kasus Agus Buntung di Mataram NTB membuat heboh. Seorang disabilitas dituduh melecehkan perempuan. Awalnya dipikir mustahil. Tapi polisi mengungkap sejumlah bukti.

Tagar.co – Kasus Agus Buntung alias I Wayan Agus Suartama mulai sidang pertama di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Kamis (16/2/2025).

Perkara ini menarik perhatian publik. Sebab Agus disabilitas tanpa dua lengan. Dia terjerat kasus pelecehan seksual kepada sejumlah perempuan.

Banyak pihak yang menilai kasus pidana ini tak biasa karena kurangnya aksesibilitas penjara bagi narapidana penyandang disabilitas.

Agus sudah mengeluhkan fasilitas penjara. Tanpa dua lengan dia tak bisa mandiri untuk keperluan diri sendiri. Saat di rumah dia dibantu ibunya. Di penjara petugas membantu dia sekadarnya.

Melihat persoalan ini, dosen Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Kukuh Dwi Kurniawan, SH., S.Sy., MH menyebut, aksesibilitas penjara bagi narapidana disabilitas perlu dibenahi.

Dia mengatakan, beberapa bangunan penjara di Indonesia peninggalan kolonial Belanda. Ini menjadi tempat bagi pelaku tindak kejahatan untuk penyadaran dan rehabilitasi hati dan perbuatannya.

”Sayangnya, tidak ada penambahan fasilitas, sementara pelaku kejahatan terus bertambah. Contoh rumah tahanan di Bagansiapiapi berada pada level overcapacity. Bahkan mencapai 800 persen dari kapasistas seharusnya,” katanya.

Menurutnya, tingkat optimalisasi rehabilitasi narapidana jauh dari maksimal, terlebih lagi bagi para narapidana disabilitas.

”Narapidana dituntut berebut nafas di dalam Lapas. Bayangkan, dalam satu sel dengan kapasitas 17 orang dihuni oleh 60 orang dalam pengawasan satu orang sipir. Dengan kondisi ini, saya rasa negara  perlu cepat memberikan solusi konkret dan melakukan banyak pembenahan,” ujarnya.

Dalam kasus Agus Buntung, Kukuh menyampaikan, negara harus menyediakan fitur mobilitas yang dapat digunakan narapidana disabilitas semasa di penjara.

Kukuh Dwi Kurniawan

Disarankan, Lapas bekerja sama dengan balai kerja yang dapat menfasilitasi narapidana memperoleh keterampilan mandiri. Setelah keluar dari penjara, tidak menutup kemungkinan mantan napi tetap mendapat hukuman sosial di masyarakat.

”Untuk itu, rehabilitasi sekaligus pembekalan keterampilan mandiri sangat penting diterapkan oleh Lapas,” ujarnya.

Dia menekankan, segala perbuatan seseorang akan dimintai pertanggungjawaban sebagaimana asas hukum equality before the law yakni semua manusia setara atau sama di mata hukum dan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya.

Asas ini, sambung dia, mencakup hal-hal seperti kapasitas diri (fisik) seseorang. Meski begitu, bukan berarti disabilitas fisik bisa menjadi salah satu alasan pemaaf, baik di Indonesia maupun hukum global.

”Jadi pelaku pidana disabilitas tetap dikenai hukuman dan mendapat sanksi yang setara. Maksudnya adalah tidak ada perlakuan khusus dalam hukum pidana terhadap tersangka atau terdakwa disabilitas, kecuali terdapat alasan pemaaf dan ketika seseorang dalam kondisi darurat,” sambungnya.

Pada dasarnya, beberapa Hak Asasi Manusia dirampas oleh negara dengan tujuan memberikan peradilan atas kejahatan yang dilakukan.

Dosen Hukum UMM ini berharap kasus seperti Agus Buntung tidak terulang di masa depan. Mewujudkan negara yang maju perlu adanya komitmen dan kerja sama dari seluruh elemen, baik pemerintah maupun masyarakat. (#)

Penyunting Sugeng Purwanto

 

Harvested from: https://tagar.co/kasus-agus-buntung-dosen-umm-sarankan-perhatikan-masalah-ini/
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: