SURYA.co.id | MALANG - Kekuatan tradisi Nusantara memelihara dengan baik warisan kebudayaan yang bersifat khas ‘milik” kita maupun yang mungkin datang dari tempat jauh yang bukan “milik” kita.
Apa yang bukan milik kita itu pun perlahan-lahan telah menjadi akrab dengan kita. Mekanisme kebudayaan kita mampu memelihara dan menjadikan kebesaran Indonesia.
Hal inilah yang melatarbelakangi Himpunan Mahasiswa IslamKomisariat FISIPOL Universitas Muhammadiyah Malang (HMI ISIPOL UMM) menggelar Culturenite Kolaborasi Budaya dan didukung oleh SURYAMALANG.com pada Ahad, 24 April 2016 di Brawijaya Edupark Malang.
Koordinator acara, Maulia Rahma Fitria mengatakan, Culturenite Kolaborasi Budaya itu merupakan sebuah ajang kolaborasi budaya dalam rangka lebih memperkenalkan warisan budaya nusantara, merawat jejaring organisasi mahasiswa daerah, dan komunitas pecinta seni budaya yang ada di Malang.
“Pentas Kolaborasi Budaya merupakan wadah silaturahmi bersama untuk lebih merawat keaneragaman seni budaya Nusantara,” kata Maulia di Malang, Jumat (22/04/2016).
Menurut Maulia, Culturenite Kolaborasi Budaya akan menyuguhkan stand up comedy, pentas hijab Indonesia, pentas seni budaya organisasi mahasiswa daerah se-Malang Raya, musik akustik, orasi kebudayaan oleh budayawan Dr. Mohammad Sobary, juga diramaikan oleh komunitas chete.
Maulia mengungkapkan, tradisi nyethe --orang Jawa menyebutnya demikian-- banyak dijumpai terutama di Tulungagung, kemudian merambat ke kota-kota lain seperti Malang, Kediri, Surabaya, dan kota-kota lain di Jawa Timur. Nyethe adalah seni melukis di atas rokok kretek dengan endapan kopi.
Lebih lanjut Maulia menuturkan, saat ini sudah dikenal luas warung nyethe yang menyediakan diri khusus untuk keperluan ini. Pemilik warung menyediakan chete dalam lepek-lepek. Pengunjung tingggal mengoles. Para penyethe pun mengoleskan chete ke batang rokok laksana membatik, dengan aneka motif, mulai dari garis-garis hingga hitam kelam.
“Bubuk kopi yang digunakan harus lembut. Biasanya, pe-nyethe mencampurkan sesendok teh susu kental manis pada chete-nya. Tujuannya, agar ampas cepat menempel ke batang rokok. Sedangkan alat lukisnya adalah batang korek api,” terangnya.
Maulia bilang, tradisi nyethe yang telah berkembang pesat ditunjukkan dengan makin banyaknya komunitas chete di pelbagai daerah, menunjukan bahwa terjadi interaksi sosial dari berbagai lapisan berbaur menjadi satu.
“Dan, interaksi sosial yang solid ini akan menjadi modal untuk memperkuat kebudayaan kita,” tukasnya.
Ketua penyelenggara acara, Hairudin mengatakan, Culturenite Kolaborasi Budaya kali ini bertajuk “Bersatu Dalam Seni, Cermin Wajah Nusantara”. Menurutnya, Indonesia sebagai bangsa terdiri dari berbagai suku, agama, seni, budaya, dan masih banyak lagi sebagai kekayaan tersendiri di dunia. Kesemuanya itu merupakan medium perekat Nusantara.
“Tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan kualitas silaturahmi sesama organisasi mahasiswa, komunitas pecinta seni budaya se-Malang Raya melalui kolaborasi budaya daerah nusantara sebagaimana ruh Bhinneka Tunggal Ika,” ujarnya.
Dalam konteks penyelenggaraan event tersebut, panitia berharap niat untuk meningkatkan kualitas silaturahmi sesama organisasi daerah, para komunitas seni yang ada di Malang, akan mewujud. Pasalnya, di tengah gelombang globalisasi yang masuk ke semua aspek kehidupan manusia ini, maka, dibutuhkan kesolidan bersama.
“Dengan demikian, mimpi-mimpi tentang kebesaran Indonesia kita perlukan sekarang. Sebagai generasi muda yang visioner, harus mampu mewujudkannya dalam dan melalui berbagai mekanisme kebudayaan kita,” tukasnya. ***