SURYA Online, MALANG – Para mahasiswa Nusa Tenggara Barat (NTB) di Malang menggelar Parade Budaya di Jalan Simpang Balapan, Kota Malang, Minggu (08/06/2014). Mereka memamerkan kekayaan budayanya, seperti pakaian, tarian, nyanyian, serta Peresean atau Perang Gebuk Rotan.
Perang Gebuk Rotan ini adalah salah satu pertunjukkan paling digemari dalam parade tersebut. Banyak penonton yang mendekat ke arah panggung disisi utara simpang Balapan, tempat berlansungnya pertunjukkan tersebut.
Mereka penasaran apakah pukulan rotan yang mengenai tubuh terasa sakit atau tidak. Salah satu yang penasaran adalah Sofyandi (21). Ia heran dengan para pemain Peserean yang tak merasa kesakitan, walaupun timbul beberapa luka memar di punggung.
“Mereka tetap bisa menari dan meneruskan permainan, padahal pukulan tenaganya tadi keras sekali. Pasti sakit,” kata Sofyandi (21) pada SURYA, Minggu.
Untuk memecah rasa penasarannya ini, Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Islam Malang inipun mencoba permainan khas lelaki Suku Sasak. Kebetulan pula, panitia kegiatan memperbolehkan para penonton untuk mencoba Peserean.
Sebagai persiapan, ia menanggalkan pakaiannya, lalu mengenakan pakaian adat Suku Sasak, yakni mengenakan Capuq (ikat Kepala), dan mengikatkan Wiron atau kain batik hitam di pinggangnya.
Lima menit berikutnya, Sofyandi naik ke atas panggung, lalu diberi tameng, rotan pemukul dan pertandingan dimulai. Lawannya adalah pemain Peserean betulan dari Suku Sasak.
Sofyandi agak sedikit grogi untuk kali pertama ini, tetapi perasaan itu lama-lama semakin hilang seiring semakin rancaknya iringan musik gamelan. Ketika itu ia sering memukul, dan juga sering dipukul. Tenaga pukulannya pun juga keras. Tak berbeda jauh dengan tenaga lawannya.
15 menit berselang, pertandingan berakhir. Sahnan (45), budayawan NTB yang menjadi juri dari pertandingan ekssibisi ini mengatakan pertandingan berakhir seri. Ia lalu memberi kesempatan penonton lainnya untuk mencoba Peserean. “Inilah ajangnya menjadi pria sejati. Jangan takut karena ini tidak akan sakit,” kata Shanan.
Ucapan Shanan ini ada benarnya. Saat Surya menemui Sofyandi kembali mengatakan pukulan yang mengenai punggung, dan dadanya tidak sakit. Padahal ia menghitung ada 10 bekas memar di sana. “Sampai sekarang tidak terasa sakit,” kata Sofyandi.
Alasan rasa sakit itu hilang, kata Sofyandi karena dirinya dilumuri minyak sebelum pertandingan dimulai. Minyak ini membuat pukulan rotan tidak terasa sakit, namun ini membuat bekas pukulan terlihat jelas. Kendati demikian, Sofyandi mengaku puas dengan Peserean tadi. Ia bahkan sempat berfoto-foto terlebih dulu dengan menunjukkan bekas memar di punggungnya. “Mumpung bekas ini belum hilang,” katanya.
Juru bicara Parade Nusantara, Lalu Taqi Mustaqim mengatakan Peserean merupakan salah satu kekayaan budaya NTB yang selalu menjadi daya tarik wisata. Karena alasan ini ia pun memboyong para pemain Peserean dari Suku Sasak.
Selain pertunjukan Peserean ini, dalam parade budaya ini juga menampilkan beberapa tarian daerah NTB, serta beberapa pakaian tradisional mereka. “Kami juga sempat pawai Budaya mengelilingi Kota Malang, pagi tadi. Yang ikut tidak hanya kami, tetapi juga teman-teman dari daerah, dan suku-suku yang lain,” kata Mustaqim.
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang ini menjelaskan Parade Budaya NTB di Kota Malang merupakan kegiatan yang dilaksanakan para mahasiswa NTB di Malang, bersama Pemerintah Daerah NTB. “Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan potensi wisata NTB pada masyarakat,” katanya.
Dalam kegiatan yang berlangsung sampai malam hari ini, beberapa pejabat penting di Malang Raya dan NTB juga hadir. Bahkan Gubernur NTB, M Zainul Majdi juga sempat datang, dan membuka Parade Budaya NTB yang pertama kali di Kota Malang.
Ketika itu Zainul mengatakan parade budaya ini tidak hanya menjadi sarana promosi wisata NTB saja, tetapi juga silahturahmi Pemerintah NTB dengan masyarakat Malang yang sudah menjadi salah satu tempat belajar para pemudanya.
Ia berharap masyarakat Malang bisa lebih mengenal NTB melalui kegiatan yang berjudul ‘Eksistensi Budaya Lokal di Tengah Arus Modernisasi’. “Apalagi disini juga ada silahturahmi cinta, karena banyak warga NTB yang pada akhirnya menikah dengan warga Malang,” ujarnya.