Orang Tua Korban 1998 Berbagi Cerita

Author : Humas | Monday, December 09, 2013 20:30 WIB | Tribun News - Tribun News

SURYA Online, BATU - Pengelola Omah Munir di Jl Raya Bukit Berbunga 2 Kota Batu, menggelar sarasehan hak asasi manusia (HAM), dengan narasumber Dionysius Utomo, ayah Bimo Petrus (korban penculikan 1998)  dan BR Nurma Irmawan (korban penembakan TNI 998), Sumiarsih, Sugiarto sopir mendiang Munir Said Thalib, serta Buali pembantu di kantor LBHI Jakarta dan Kontras.

Dihadapan peserta, yang mayoritas mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang para orang tua korban 1998 itu bercerita tentang penanganan kasus penculikan dan penembakan yang tak kunjung menemui titik terang.

Sumiarsih (63) menceritakan, penanganan kasus penembakan anaknya hanya menghasilkan lembaran kertas dari Komisi Nasional HAM dan Kejaksaan Agung (Kejagung). Tapi pelaku tidak pernah tertangkap.

Kekecewaan Sumiarsih semakin menebal, ketika mengetahui penanganan kasus penembakan dilakukan di pengadilan militer. Menurutnya, pengadilan militer hanya untuk menangani masalah internal di militer. "Saya ingin ada pengadilan ad hoc HAM, yang bisa mengadili komandan pemberi perintah, ini yang kami perjuangkan sekarang,” harap Sumiarsih yang sudah 15 tahun mencari keadilan untuk anaknya.

Dionysius Utomo mengungkapkan, Komnas HAM tidak lepas dari campur tangan negara. Terbukti, selama penanganan HAM oleh lembaga bentukan negara, Utomo tidak pernah merasakan keadilan. "Dua  tahun lalu, saya hanya menerima surat orang hilang dari Komnas HAM,” ujar Utomo merasa kecewa.

Meski kecewa, Sumiarsih dan Utomo tidak ingin ada hukuman mati bagi pelaku jika nantinya tertangkap. Mereka berharap, pelaku dihukum penjara seumur hidup tanpa ada amnesti, grasi, maupun remisi.

Salah satu mahasiswa FISIP Jurusan Sosiologi Universitas Muhhmadiyah Malang Yarlianatory mengungkapkan acara tersebut membuka pengetahuan baru baginya. Ternyata banyak kasus HAM yang terjadi di luar kampus. "Omah Munir ini bagus untuk memperingatkan, bahwa orang lain mempunyai HAM. HAM di Indonesia seakan-akan hanya dimiliki para elit saja, sedangkan orang bawah diinjak-injak," ujarnya.

Harvested from: http://surabaya.tribunnews.com
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: