TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Bakal calon Komisioner Komisi Yudisial, Sumali SH, dalam seleksi wawancara Komisioner KY yang digelar oleh Pansel KY di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, pada hari ini, Jumat (17/9/2010), mengaku dirinya merupakan anggota keluarga korban ketidakadilan putusan peradilan.
"Ayah saya adalah seorang patriot, kenapa patriot, karena dia merupakan seorang tukang patri. Dia pernah beli barang curian, dituduh penadahan, dan ia tidak didampingi oleh bantuan hukum. Ia sakit, dan meninggal, karena putusan peradilan yang ia nilai tidak adil," tutur Sumali, ketika ditanyai apa motivasinya menjadi Komisioner KY, oleh Ketua Pansel KY, Harkristuti Harkrisnowo.
Pria yang berprofesi sebagai dosen di Universitas Muhammadiyah Malang, yang juga berprofesi sebagai pengacara ini, merasa yakin, kalau dirinya mampu menjadi seorang Komisioner KY, atas pengalaman dan pengetahuannya sebagai dosen dan pengacara.
Bila nanti terpilih menjadi Komisioner, Sumali menyatakan akan melakukan konsolidasi ke dalam untuk memperkuat kinerja KY, dan akan membina komunikasi yang baik dengan Mahkamah Agung.
Terkait hubungan antar lembaga KY dan MA, Sumali menilai, kepemimpinan KY sebelumnya, telah gagal membina komunikasi dengan Mahkamah Agung.
Menurutnya hal itu disebabkan, karena MA tidak bisa menerima keberadaan KY yang notabene merupakan lembaga pengawas peradilan baru.
"Lembaga KY mendapatkan resistensi dari MA, karena lembaga baru yang fungsinya mengontrol," serunya. Untuk itu ia berpendapat, seharusnya KY dan MA, berdiri seimbang.