Tugumalang.id – Satu prestasi membanggakan berhasil ditorehkan oleh Ach Nurholis Majid, salah satu dosen Institut Dirosat Islamiyah Al-Amien (IDIA) Prenduan Madura, Jawa Timur.
Pria kelahiran pulau terpencil, Masalembu, Kabupaten Sumenep, itu menjadi wisudawan terbaik di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Dia meraih predikat wisudawan terbaik pada Program Doktoral Pendidikan Agama Islam UMM dengan IPK cumlaude, 3.98, Selasa (30/5/2023).
Anak kepulauan itu muntaskan studi doktoralnya selama 2 tahun 8 bulan saja. Dia mengangkat tema disertasi “Konstruksi Identitas Sekolah Islam Terpadu”. Tema disertasi ini didasari oleh kondisi masyarakat dalam memandang lembaga pendidikan Islam secara monolitik.
Baca Juga: Perluas Peluang Kerja di Jepang, Vokasi UMM Jalin Kerja Sama dengan 46 Sekolah di Jatim
“Hal ini menjadi lebih tidak apik ketika lembaga pendidikan Islam mendapat stigma negatif. Hal yang menggerogoti kondisi tersebut dimulai oleh krisis identitas lembaga pendidikan Islam,” kata alumni TMI Al-Amien Prenduan itu.
Nurholis memaparkan bahwa melalui penelitiannya itu, dia ingin memberikan masukan agar masyarakat dapat memahami lembaga pendidikan Islam, khususnya sekolah Islam, secara komprehensif.
Kedua, agar sekolah-sekolah Islam mulai membaca, mengevaluasi, membentuk dan mengembangkan identitas dirinya. Ketiga, dia menjabarkan integritas jiwa pendidik (ruhul mudarris), sebuah lembaga pendidikan perlu menanamkan jiwa pendidik terhadap sumberdaya manusia yang ada di lembaga pendidikan.
Baca Juga: Saklar Buatan Mahasiswa Vokasi UMM Bisa Kontrol Lampu Jarak Jauh
Sehingga, peran pengajar bukan lagi sebagai karyawan atau guru semata, mereka kata Nurholis, berperan dan bertugas secara utuh menyukseskan proses pendidikan yang telah dirancang oleh pihak sekolah sebagai identitas.
Kepada wartawan Tugumalang.id, putra pasangan Damanhuri-Jauhariah tersebut menyatakan keberhasilannya meraih predikat wisudawan terbaik karena dukungan dari banyak pihak.
“Jika ini disebut keberhasilan, yang pertama kali patut diapresiasi adalah kedua orang tua saya, guru-guru, utamanya para dosen di UMM, para Kiai saya di PP. Al-Amien Prenduan yang sampai saat ini terus membimbing saya, istri, anak dan keluarga, serta kawan-kawan yang ikut mendukung proses studi saya,” tuturnya.
Meski demikian, dosen IDIA tersebut merasa bahwa pencapaian studi doktoralnya memang seperti mimpi. Pasalnya, dia lahir dari keluarga sederhana di pulau terpencil, Masalembu, yang kata dia hingga kini belum terjamah listrik secara penuh. Dia tidak pernah membayangkan dulu dirinya bisa belajar hingga kursi pendidikan tinggi.
“Dulu, di kampung saya, tidak ada Sekolah Menengah Atas, mungkin ujian sekaligus anugerah, sehingga saya bisa merantau ke luar pulau untuk belajar sungguh-sungguh. Tantangan saya sekarang adalah mempertanggungjawabkan gelar ini untuk lebih bermanfaat di masyarakat,” tukas dosen berumur 36 tahun tersebut.
Sebagai akademisi, Nurholis telah menulis puluhan artikel di jurnal bereputasi dan belasan buku.
Reporter: Fajrus Sidiq
Editor: Herlianto. A