VIVAnews - Keterlibatan lembaga donor asing terkait keputusan fatwa haram rokok dari Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah santer terdengar ketika organisasi ini menetapkan fatwa itu. Betulkah keputusan dibuat tiba-tiba seiring kucuran dana asing pada November 2009 lalu?
Wakil Sekretaris Majelis Tarjih Muhammadiyah Fatah Wibisono menepis tudingan itu. Muhammadiyah memang mendapat dana untuk pengendalian dampak tembakau. Namun keputusan tidak dibuat dalam tempo satu dua bulan.
Kata Fatah kepada VIVAnews di kampus Uhamka, Jakarta, Jumat kemarin, banyaknya perdebatan membuat Majelis Tarjih membutuhkan waktu 17 tahun sebelum fatwa haram ditetapkan.
Dari 40 anggota Majelis Tarjih ada yang menilai makruh, mubah, sampai haram. Bagaimana mereka bersatu memutuskan haram? Berikut petikan wawancara dengan Fatah:
Sebetulnya bagaimana proses pengkajian sampai pengambilan keputusan fatwa haram soal rokok ini?
Jadi dimulai dari mendatangkan para ahli, baik itu dokter, ahli ekonomi, para aktivis yang terkait dengan gerakan anti rokok, kita undang semuanya. Dari pemaparan itu kemudian disimpulkan ternyata bahaya merokok semakin hari semakin banyak menimbulkan berbagai macam penyakit. Kalau di masa lalu, tahun 1970-an saya mendapatkan informasi, penyakit yang muncul akibat rokok itu baru satu, kanker paru. Sekarang sudah bertambah banyak, ada stroke, jantung, TBC, wah macam-macam penyakit yang timbul akibat rokok ini.
Karena itu Muhammadiyah berkesimpulan rokok itu masuk kategori khabaa'its. Allah dalam Al Quran surat ketujuh ayat 157 mengharamkan makanan atau yang terindikasi khabaa'its. Khabaa'its itu menurut Ibnu Kasim yang membahayakan jiwa dan raga. Dari kajian medis tadi terbukti merokok membahayakan jiwa dan raga. Dari situ Muhammadiyah dengan menggunakan surah ketujuh ayat 157 tadi itu menetapkan fatwa haram merokok. Tambahan lagi sesuai dengan Undang-undang Nomor 39 kalau tidak salah tahun 2009 pasal 113 mengelompokkan merokok sama dengan narkoba, dalam hal sama-sama mengandung zat adiktif. Nah di sini kalau orang sudah berani mengharamkan narkoba saya kira merokok juga sama, karena sama-sama mempunyai sifat yang sama, ada kanduangan adiktif.
Tapi sejumlah organisasi Islam menegaskan bahwa dalam Al Quran tidak ada ayat yang menyebutkan bahwa rokok itu haram?
Betul memang. Begini, cara Allah mengharamkan sesuatu itu terkadang Allah menyebut langsung benda yang diharamkan itu seperti dalam surah Al Maidah, atau surah kelima ayat tiga itu Allah secara langsung menyebut bangkai diharamkan, dan darah yang mengalir itu dan seterusnya, itu disebut langsung. Tapi ada kalanya Allah mengharamkan sesuatu hanya menyebut indikatornya. Kayak tadi surat ketujuh ayat 157 kan menyebut indikator, Allah haramkan yang khabaa'its. Nah dari penelitian Muhammadiyah berdasarkan berbagai sumber tadi, merokok itu masuk kategori khabaa'its yang dilarang dalam ayat 157 itu. Jadi tidak selamanya Allah melarang itu dengan menunjuk langsung.
Soal haram atau tidak ini, sepertinya ada pertentangan antara Majelis Tarjih dengan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah?
Sebetulnya tidak. Jadi intinya sikap kami sama. Memang secara administratif ini kan harus didaftarkan ke PP, seperti undang-undang kita itu kan harus didaftarkan ke lembaran negara, nah kayak gitu. Ini memang Tarjih belum sampai taraf itu. Dalam waktu dekat akan kita daftarkan ke sana. Tapi memang tidak semua harus seperti itu polanya. Jadi seperti fatwa tentang keharaman bunga bank, misalnya, itu juga belum sampai tingkat itu tapi PP juga tidak apa-apa. Memang harus melalui pleno, tapi Tarjih itu keputusannya selalu mengikat di kalangan internal Muhammadiyah.
Kalau belum diplenokan, apa bisa dilaksanakan?
Seingat saya tanggal 16 Maret kemarin ada rapat pleno dan PP tidak membatalkan fatwa itu, jadi disilakan tetap jalan.
Jadi fatwa itu sudah bisa mengikat kalangan internal Muhammadiyah?
Sudah, makanya begitu Majelis Tarjih mengeluarkan sebuah fatwa, itu mengikat kalangan internal Muhammadiyah.
Termasuk ke lembaga-lembaga pendidikan di bawah Muhammadiyah?
Iya, bahkan ada yang sebelum fatwa itu keluar ada yang sudah melakukannya. Seperti UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), perguruan-perguruan Muhammadiyah dari SD sampai SMA, itu sudah melakukan itu, rumah sakit-rumah sakit, dan Uhamka (Universitas Muhammad Hamka) sebentar lagi akan mendeklarasikan itu. Tapi ini sudah kita opinikan, dan alhamdulillah meskipun baru diopinikan relatif dipatuhi.
Tapi fatwa haram rokok yang dikeluarkan Majelis Tarjih PP Muhammadiyah terkesan tiba-tiba sekali, yang kemudian dikaitkan dengan bantuan dari lembaga donor tertentu?
Jadi begini, sejak 1993 keluar (fatwa) makruh, jadi ada dinamika dalam kajian itu sesuai dengan tingkat kerusakan yang ditimbulkan merokok. Jadi ketika dinilai tidak ada kerusakannya maka lahir hukum mubah, ketika dinilai tingkat kerusakannya ada tapi tidak berat maka lahir hukum makruh. Nah sekarang setelah dikaji itu ternyata ditemukan tingkat kerusakannya sangat besar, bahkan disebut mengandung zat adiktif sama dengan narkoba.
Lalu apa ada kaitanya dengan lembaga donatur luar negeri? Tarjih sama sekali tidak ada hubungan dengan itu. Tapi kalau PP Muhammadiyah memang sering melakukan kerjasama dengan pihak manapun karena komitmen Muhammadiyah untuk menciptakan lingkungan hidup sehat. Lembaga donor itu kan terlibat dalam penanggulangan flu babi, flu burung, kemudian penyakit TBC dan seterusnya. Nah itu memang dikelola sebuah lembaga, di Muhammadiyah namanya Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat (MKKM). Mereka itu yang ada hubungan dengan berbagai lembaga donor yang mempunyai visi dan misi yang sama. Jadi Tarjih tidak ada kaitan dengan itu.
Prosesnya sangat sederhana, yakni melalui proses-proses diskusi. Ini kan rutin dan itu dilakukan di kantor Yogya sana. Artinya karena ini rutin tidak ada biaya yang diperlukan besar, dan saya lihat teman-teman Tarjih yang lain kehidupannya masih biasa-biasa, kecuali kalau misalnya proses pembuatan fatwa ini di hotel-hotel, terus studi banding ke luar negeri, maka tuduhan itu katakanlah agak masuk akal. Tapi ini kan tidak seperti itu. Jadi kami diskusi rutin tiap mingguan, yaitu ada diskusi mengkaji berbagai masalah, termasuk rokok ini. Kenapa ini terkesan tiba-tiba? Karena memang masyarakat tidak mengamati dinamika itu, jadi kami tidak mempublikasikan kajian-kajian itu. Baru setelah kami yakini ini sudah final baru kami publikasikan.
Jadi prosesnya panjang, perdebatannya sangat panjang. Jadi ada yang mengatakan itu makruh, ada yang mengatakan itu mubah, sampai pada tingkat yang pantas diharamkan, begitu perdebatannya. Tapi kita tidak ingin memutuskan sesuatu dengan pemungutan suara atau apa, jadi pelan-pelan. Ketika belum mencapai titik temu, ya kita tahan dulu terus. Kebetulan setelah berbagai sumber didatangkan, kami Majelis Tarjih mempunyai penilaian yang sama, bahwa kerusakan yang ditimbulkan sudah luar biasa, dan di luar batas-batas yang dapat ditoleransi. Dan akhirnya sepakat dijalankan.
Memang agak unik. Bahkan dalam perjalannya itu, satu per satu anggota Majelis Tarjih kemudian tidak merokok. Yang semula perokok berat kemudian berhenti, berhenti, berhenti. Ketika tanggal 7 khalaqah di Yogya kemarin memang semuanya sudah berhenti merokok. Ada sekitar 40 orang anggota. Saya sendiri dulu merokok juga, setelah mendengar berbagai informasi ya sudah berhenti saja.
Soal bantuan asing untuk apa saja, saya kurang tahu, karena itu memang bukan domain Majelis Tarjih. Itu dikeluarkan PP Muhammadiyah yang membidangi MKKM.
Dalam Bloomberg Initiative disebutkan Muhammadiyah mendapat dana US$ 393 ribu untuk pengendalian dampak tembakau, sehingga disimpulkan karena itulah Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram?
Nggak saya kira ini proses berjalan sendiri, tadi saya katakan sudah cukup lama. Bahkan pada munas Tarjih tahun 1995 di Aceh beberapa kalangan sudah berteriak supaya Tarjih mengharamkan, tapi kami bertahan karena itu memang belum mencapai titik temu.
Tapi kita juga sadari bahwa masalah ini sudah sedemikikan kompleks, ya harus segera diselesaikan, jadi semangatnya seperti itu. Saya juga baru tahu ada kerjasama seperti itu, November 2009. Kami sama sekali tidak tahu menahu, karena Majelis Tarjih tidak ada kaitan dengan lembaga donatur dari mana pun. Jadi tradisi di Majelis Tarjih kalau ada munas, kalau hanya khalaqah dananya dari PP, jadi kegiatan rutin. Tapi kalau sifatnya event nasional, biasanya Majelis Tarjih dibantu amal usaha, terutama Perguruan Tinggi Muhammadiyah. Seperti munas Tarjih pada 1-4 April mendatang di Malang didanai oleh Universitas Muhammadiyah Malang, jadi swadana.
Jadi berapa tahun persisnya pengkajian dilakukan?
Mulai intensif sejak 1993, tapi itu juga tidak tiap hari dikaji, namanya mempertemukan pendapat tidak bisa frontal, tentu saja masing-masing memperkuat argumentasinya. Ya bagi yang berpendapat itu haram, mereka mencari data. 17 Tahun-lah. Jadi bukan tiba-tiba, karena orang tidak amati itu. Kajian di Tarjih kan tidak menarik orang, wong namanya diskusi, berdebat, orang tidak tertarik kecuali pelakunya. Jadi tidak diekspos karena hanya perdebatan rutin seperti itu.
Bagaimana Muhammadiyah menyikapi pro kontra yang berkembang di masyarakat terkait fatwa ini?
Muhammadiyah menghargai pendapat-pendapat yang berbeda, terlebih larangan ini kan ditujukan di kalangan internal Muhammadiyah. Hanya kalau yang lain setuju kemudian ikut, bahkan bersama-sama melakukan sosialisasi, ya tentu saja itu akan sangat menguntungkan gerakan moral Muhammadiyah untuk menciptakan hidup yang bersih, lingkungan yang bersih dari perokok.
Untuk yang pro kontra ini ada yang menghubungi langsung. Di facebook saya yang beri dukungan luar biasa. Mereka mengatakan ini sebuah terobosan yang berani untuk kepentingan menyelamatkan umat. Memang tujuan kami seperti itu, gerakan moral untuk mewujudkan lingkungan sehat yang merupakan cita-cita syariat Islam. Tentang pendapat yang berbeda, baik yang bilang makruh atau haram, sebetulnya punya spirit, semangat, sama-sama ingin menghentikan aktivitas merokok. Cuma beda saja, yang satu bilang haram yang satu makruh. Kalau yang bilang makruh kita tanya, setuju nggak dihentikan, pasti mereka jawab setuju. Hanya mungkin yang bilang haram melihat bahwa ini sudah sedemikian dahsyat, kalau yang makruh bilang ini belum dahsyat. Tapi mereka sepakat merokok dihentikan.
Saat ini perusahaan-perusahaan rokok diduga bergerilya agar tetap eksis seiring fatwa ini. Antisipasinya?
Pertama, fatwa ini untuk kebutuhan internal Muhammadiyah dan dalam waktu dekat akan dilakukan sosialisasi di lingkungan Muhammadiyah, baru itu yang kami lakukan. Kalau kemudian lembaga-lembaga lain ingin bersama-sama dengan Muhammadiyah ya Muhammadiyah tidak keberatan karena tujuannya kan untuk kemaslahatan bersama, tapi tentu saja dengan memberikan toleransi sebesar-besarnya atas pemikiran-pemikiran yang berbeda.
Haram ini berlaku hanya untuk perokok atau juga bantuan-bantuan dari perusahan rokok?
Muhammadiyah berketetapan hati untuk tidak lagi mengambil bantuan-bantuan itu. Jadi di Muktamar awal Juli nanti Muhammadiyah tidak akan menerima atau memanfaatkan dana-dana yang terkait rokok. Sebelumnya juga nggak, paling-paling mahasiswa yang mencoba cari (sponsor).
Bagaimana nasib petani-petani tembakau? Ada solusi?
Ini harus jadi komitmen bersama jadikan jalan keluar, terutama pemerintah karena ini kan domainnya pemerintah. Muhammadiyah siap bekerjasama dengan pemerintah untuk mencari tanaman alternatif bagi petani. Tentu saja Muhammdiyah tidak akan membiarkan itu. Beberapa waktu lalu saya dapat informasi, Majelis Pemberdayaan Masyarakat yang tugasnya mendampingi petani untuk mengolah lahan dan mencari tanaman yang lebih baik lagi, sudah berkunjung ke Magelang ke Temanggung untuk melakukan uji coba itu. Tapi saya belum dapat informasinya seperti apa, tapi paling tidak sudah ada inisiatif. Tapi sekali lagi ini domain pemerintah karena itu kami berharap pemerintah tanggap untuk cari jalan.
Tapi kan pemerintah seperti di persimpangan jalan, karena pemasukan APBN dari cukai rokok cukup besar?
Saya awam dalam hal ini, tapi kalau pemerintah menaikkan cukai itu mungkin dapat pendapatan tinggi dari rokok, karena sebetulnya kalau dihitung-hitung dana dari cukai rokok yang diharapkan tahun ini Rp 57 triliun, kalau ditelusuri dana pemerintah dan masyarakat yang keluar untuk menanggulangi penyakit akibat rokok itu bisa dua atau tiga kali lipat dari dana yang didapat dari cukai itu, jadi sebetulnya tekor. Tapi ini kan proses, bagi Muhammadiyah fatwa tidak diterapkan secara frontal tapi bertahap dan tidak menyulitkan.
Kasarnya kalau orang belum bisa berhenti merokok, yang penting tanamkan dulu tekad, berusaha, kalau sudah bisa berhenti saja. Yang belum tidak usah coba-coba, kira-kira seperti itu. Paling tidak kita sudah mulai gerakan moral yang betu-betul mewujudkan kemaslahatan bersama. Ini (kerusakannya) sudah luar biasa di angkot, fasilitas umum, terutama bagi perokok pasif.
Sehingga Muhammadiyah merasa tidak arif kalau kondisi seperti berlarut-larut tanpa ada usaha mengatasi itu. Muhammadiyah mengajak, karena lingkungan bersih kebutuhan bersama tapi tentu saja ada pro kontra.