VIVAnews - Aparat kepolisian mengaku kesulitan membongkar modus pencucian otak yang diduga dilakukan oleh Negara Islam Indonesia (NII).
Mabes Polri juga mengeluhkan lambannya informasi dari masyarakat. "Marilah, siapapun juga berikan informasi secapat mungkin, kendala kami di situ aja," kata Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komjen Pol Ito Sumardi, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu 20 April 2011.
Menurut Ito, kegiatan cuci otak NII itu akan mudah dan cepat dibongkar jika masyarakat memberikan informasi yang cepat kepada polisi. "Sekarang yang kami perlukan bagaiman informasi itu bisa sampai ke kami secara cepat, supaya kami bisa ambil langkah antisipasi," kata dia.
Sayangnya, selama ini masyarakat biasanya baru melaporkan kejadian setelah kasusnya berlangsung dalam rentang waktu yang cukup lama. "Kalau kasusnya sudah lama baru dilaporkan, tentunya susah."
Ito mengaku Polri belum mengeluarkan instruksi apapun kepada jajarannya untuk mengantisipasi cuci otak yang gencar terjadi di masyarakat, khususnya di kalangan mahasiswa. "Kalau instruksi khusus ngga ada. Tetapi penekanan dari pimpinan supaya kami meningkatkan kegiatan baik dari penyelidikan, pengawasan."
Terkait aksi NII tersebut, Ito mengatakan belum bisa mengatakan apakah aksi itu termasuk bentuk teror atau bukan. "Kami belum bisa simpulkan," kata dia.
Sebagaimana diberitakan, belakangan diketahui banyak masyarakat, khususnya mahasiswa direkrut oleh anggota NII untuk dicuci otak. Kabar terbaru datang dari Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur.
Dikabarkan, sekitar 15 mahasiswa hilang. Sebagian yang telah kembali mengaku didoktrin oleh orang tidak dikenal untuk tidak mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk berpindah mengakui NII.