Petinggi Embung yang Doyan Ngetrail

Author : Humas | Wednesday, December 03, 2014 10:28 WIB | Wawasan - Wawasan

Hujan deras mengguyur wilayah Kabupaten Bojonegoro siang itu. Sebanyak 813 calon pegawai negeri sipil (CPNS) tenaga honorer K2 berbaju putih dan celana hitam duduk rapi menunggu kedatangan bupati di Pendapa Malowopati Pemkab Bojonegoro.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 14.30 WIB. Mereka menunggu kedatangan Bupati Bojonegoro Suyoto akan menyerahkan surat keputusan (SK) CPNS yang sudah lama dinanti. Tak berapa lama, Bupati Bojonegoro Suyoto atau yang akrab disapa Kang Yoto itu akhirnya datang naik mobil pengawal Satuan Polisi Pamong Praja.

Tetapi kaos dan celana yang dipakai Kang Yoto tampak basah dan kotor terkena lumpur. Beberapa sepeda motor trail terlihat belepotan lumpur diangkut kendaraan di belakangnya. Kang Yoto langsung masuk ke rumah dinasnya berganti pakaian.

Tidak lama kemudian, ia didampingi Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bojonegoro Soehadi Moelyono berjalan ke ruangan Pendapa Malowopati dan menemui para calon pegawai negeri sipil itu. Seperti biasanya, orang selalu menunggu Kang Yoto berbicara. Gaya bicaranya yang santai, komunikatif, tetapi berisi itu, selalu ditunggu. Selain menjadi kepala daerah, Kang Yoto juga boleh dibilang piawai dalam memotivasi orang termasuk pegawai dan rakyatnya.

Mendekati Rakyat

Ia bercerita seusai blusukan menemui warga di daerah pinggiran hutan Kecamatan Temayang. Ia ngetrail bersama beberapa pegawai Pemkab Bojonegoro di daerah pedesaan yang berjarak sekitar 30 kilometer dari Kota Bojonegoro. Medan yang berliku dan berat di daerah pedesaan pinggiran hutan memang lebih mudah dilalui dengan naik sepeda motor trail.

“Saat di Hutan Temayang itu hujan deras. Tetapi saya ingat harus segera kembali menyerahkan SK CPNS ini,” ujar Kang Yoto. Setelah itu, Kang Yoto dengan gaya bicara santai dan mengalir mengajak para calon pegawai negeri sipil yang bertugas di lingkup pendidikan, kesehatan, dan tenaga teknis, itu bekerja sungguhsungguh mengabdi ke negara.

Ia juga bercerita tentang perjalanan hidupnya yang dulu pernah menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah Malang kemudian ditunjuk menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah Gresik. Saat itu, kata dia, pilihan untuk pindah ke Gresik sangat sulit. “Tetapi yakinlah, kalau kita bersungguh-sungguh melakukan sesuatu, hasilnya akan kita lihat nanti,” ujar Kang Yoto yang mendapat tepuk tangan riuh di ruangan itu.

Gaya Kang Yoto memimpin Kabupaten Bojonegoro memang tidak biasa. Ia selalu berusaha ingin dekat dengan rakyatnya. Kesan pemerintahan selama ini yang selalu birokratis dan berjarak dengan rakyat dihindarinya. Boleh jadi karena gaya kepemimpinannya yang kuat itu, Kang Yoto terpilih untuk kedua kalinya sebagai Bupati Bojonegoro berpasangan dengan Setyo Hartono.

Suyoto-Setyo Hartono terpilih sebagai Bupati Bojonegoro periode 2008-2013. Kemudian pasangan yang disebut Toto ini terpilih untuk kedua kalinya periode 20013-2018. Namun, kepiawaian Kang Yoto merangkul rakyatnya hanya salah satu keberhasilan dia memimpin daerah yang berada di ujung barat Jawa Timur ini.

Kang Yoto sejak awal mempunyai terobosan-terobosan yang mampu mengubah keadaan di Kabupaten Bojonegoro. Dulu, Bojonegoro dikenal sebagai daerah yang minus dan terbelakang. Pada saat musim kemarau, daerah ini selalu mengalami kekeringan dan kesulitan air bersih. Sementara pada saat musim hujan, daerah ini selalu dilanda banjir bandang dan luapan Sungai Bengawan Solo. Kondisi jalan di Bojonegoro juga rusak parah dan memprihatinkan. Boleh dikatakan dulu orang tidak banyak yang mau menoleh Bojonegoro.

Terobosan Mandiri

Menyadari itu, Kang Yoto membuat terobosan. Ia membuat program pavingisasi, yaitu membangun jalan desa dan kecamatan dengan paving. Jalan desa dan kecamatan yang dibangun sepanjang 1.150 kilometer berada di 430 desa di 28 kecamatan. Pada tahap awal jalan desa yang dibangun dengan paving ini sepanjang 460 kilometer. Bahan baku paving ini memakai material lokal.

Kelebihan jalan paving ini mudah dibuat, ramah lingkungan, dan lebih murah dibandingkan dengan jalan aspal. Untuk setiap satu kilometer jalan paving ini menelan anggaran Rp300 juta, jika membangun jalan aspal diperlukan dana Rp500 juta lebih. Selain itu, juga ada sisi pemberdayaan masyarakat. Modelnya, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menyediakan material paving dan pihak desa menyediakan tenaga kerja.

“Saat ini pembangunan jalan desa dan kecamatan dengan paving ini sudah mencapai 80%,” ujar Kang Yoto. Dengan kondisi jalan yang baik maka pergerakan perekonomian di desa juga lebih berkembang. Hasil pertanian dan perkebunan dari pedesaan bisa dengan cepat dijual di pasar-pasar tradisional.

Untuk mengatasi kekurangan air, Kang Yoto membuat program membangun 1.000 embung di wilayah Bojonegoro. Embung atau tampungan air itu berfungsi untuk menyimpan air pada saat musim hujan dan dapat digunakan untuk pengairan persawahan pada musim kemarau.

Selain menyimpan air, embung itu juga dapat dijadikan tambak beternak ikan dan juga sekaligus objek wisata. Hingga saat ini, kata Suyoto, sudah ada 300 embung yang dibangun di wilayah Bojonegoro. Selebihnya embung akan dibangun 1.000 unit hingga tahun 2018. Pembangunan embung itu menelan dana sekitar Rp50 juta-Rp300 juta per unit. Kemudian lahan yang dipakai seluas setengah hektare hingga satu hektare memakai lahan desa.

“Pembangunan embung ini untuk menjawab kebutuhan air pengairan pertanian saat musim kemarau. Selain embung, pengairan pertanian juga disuplai dari Waduk Pacal dan Sungai Bengawan Solo,” ujarnya. Suyoto juga mengembangkan industri kreatif. Ia mengembangkan kerajinan batik khas Bojonegoro yang disebutnya batik jonegoroan.

Batik jonegoroan kini mempunyai 14 motif batik mulai dari motif gastro, meliwis, parang dahana mungal, tembakau, sapi, pari sumilak, thengul, pisang, salak, jagung, belimbing, jati, rosella, dan mangga. Kerajinan batik tumbuh berkembang di sejumlah kecamatan di Bojonegoro. Produk kerajinan batik jonegoroan kini juga dipakai untuk seragam sekolah dan pegawai.

Dialog usai Salat Jumat

Terobosan lainnya yang dilakukan Kang Yoto yang dinilai cukup berhasil, yakni dialog interaktif antara Pemkab Bojonegoro dengan masyarakat yang diadakan setiap habis Salat Jumat. Dialog interaktif itu diadakan di Pendapa Pemkab Bojonegoro. Setiap warga Bojonegoro dipersilakan menyampaikan masukan, pendapat, dan unekuneknya mengenai Bojonegoro di pertemuan itu.

Tema yang diangkat dalam dialog interaktif itu juga berbeda-beda setiap pekan. Dengan cara seperti itu, warga yang tinggal di pedesaan dan perkotaan dengan leluasa menyampaikan aspirasinya. Cara dialog seperti itu juga bisa mencegah dan mengurangi praktik korupsi. Sebab jika masyarakat mengetahui ada indikasi penyimpangan pembangunan misalnya, bisa langsung menyampaikan di forum itu kepada bupati.

Namun, komunikasi Kang Yoto dengan warganya tidak berhenti di situ. Ia juga selalu siap menerima aduan atau keluhan melalui pesan pendek (short message service ) telepon seluler atau melalui Blackberry Messenger (BBM). Dengan cara seperti itu, seolah tidak ada lagi pembatas antara bupati dengan warganya.

Berbagai terobosan dan upaya akuntabilitas publik yang dilakukan Kang Yoto menuai hasil. Sebelumnya saat menjadi bupati, Kang Yoto mengaku mempunyai beban utang senilai Rp300 miliar. Akan tetapi, selama dua periode kepemimpinannya, kini APBD Bojonegoro boleh dibilang plus. Bahkan, kemampuan APBD Bojonegoro tahun 2014 senilai Rp2,5 triliun.Hujan deras mengguyur wilayah Kabupaten Bojonegoro siang itu. Sebanyak 813 calon pegawai negeri sipil (CPNS) tenaga honorer K2 berbaju putih dan celana hitam duduk rapi menunggu kedatangan bupati di Pendapa Malowopati Pemkab Bojonegoro.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 14.30 WIB. Mereka menunggu kedatangan Bupati Bojonegoro Suyoto akan menyerahkan surat keputusan (SK) CPNS yang sudah lama dinanti. Tak berapa lama, Bupati Bojonegoro Suyoto atau yang akrab disapa Kang Yoto itu akhirnya datang naik mobil pengawal Satuan Polisi Pamong Praja.

Tetapi kaos dan celana yang dipakai Kang Yoto tampak basah dan kotor terkena lumpur. Beberapa sepeda motor trail terlihat belepotan lumpur diangkut kendaraan di belakangnya. Kang Yoto langsung masuk ke rumah dinasnya berganti pakaian.

Tidak lama kemudian, ia didampingi Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bojonegoro Soehadi Moelyono berjalan ke ruangan Pendapa Malowopati dan menemui para calon pegawai negeri sipil itu. Seperti biasanya, orang selalu menunggu Kang Yoto berbicara. Gaya bicaranya yang santai, komunikatif, tetapi berisi itu, selalu ditunggu. Selain menjadi kepala daerah, Kang Yoto juga boleh dibilang piawai dalam memotivasi orang termasuk pegawai dan rakyatnya.

Mendekati Rakyat

Ia bercerita seusai blusukan menemui warga di daerah pinggiran hutan Kecamatan Temayang. Ia ngetrail bersama beberapa pegawai Pemkab Bojonegoro di daerah pedesaan yang berjarak sekitar 30 kilometer dari Kota Bojonegoro. Medan yang berliku dan berat di daerah pedesaan pinggiran hutan memang lebih mudah dilalui dengan naik sepeda motor trail.

“Saat di Hutan Temayang itu hujan deras. Tetapi saya ingat harus segera kembali menyerahkan SK CPNS ini,” ujar Kang Yoto. Setelah itu, Kang Yoto dengan gaya bicara santai dan mengalir mengajak para calon pegawai negeri sipil yang bertugas di lingkup pendidikan, kesehatan, dan tenaga teknis, itu bekerja sungguhsungguh mengabdi ke negara.

Ia juga bercerita tentang perjalanan hidupnya yang dulu pernah menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah Malang kemudian ditunjuk menjadi Rektor Universitas Muhammadiyah Gresik. Saat itu, kata dia, pilihan untuk pindah ke Gresik sangat sulit. “Tetapi yakinlah, kalau kita bersungguh-sungguh melakukan sesuatu, hasilnya akan kita lihat nanti,” ujar Kang Yoto yang mendapat tepuk tangan riuh di ruangan itu.

Gaya Kang Yoto memimpin Kabupaten Bojonegoro memang tidak biasa. Ia selalu berusaha ingin dekat dengan rakyatnya. Kesan pemerintahan selama ini yang selalu birokratis dan berjarak dengan rakyat dihindarinya. Boleh jadi karena gaya kepemimpinannya yang kuat itu, Kang Yoto terpilih untuk kedua kalinya sebagai Bupati Bojonegoro berpasangan dengan Setyo Hartono.

Suyoto-Setyo Hartono terpilih sebagai Bupati Bojonegoro periode 2008-2013. Kemudian pasangan yang disebut Toto ini terpilih untuk kedua kalinya periode 20013-2018. Namun, kepiawaian Kang Yoto merangkul rakyatnya hanya salah satu keberhasilan dia memimpin daerah yang berada di ujung barat Jawa Timur ini.

Kang Yoto sejak awal mempunyai terobosan-terobosan yang mampu mengubah keadaan di Kabupaten Bojonegoro. Dulu, Bojonegoro dikenal sebagai daerah yang minus dan terbelakang. Pada saat musim kemarau, daerah ini selalu mengalami kekeringan dan kesulitan air bersih. Sementara pada saat musim hujan, daerah ini selalu dilanda banjir bandang dan luapan Sungai Bengawan Solo. Kondisi jalan di Bojonegoro juga rusak parah dan memprihatinkan. Boleh dikatakan dulu orang tidak banyak yang mau menoleh Bojonegoro.

Terobosan Mandiri

Menyadari itu, Kang Yoto membuat terobosan. Ia membuat program pavingisasi, yaitu membangun jalan desa dan kecamatan dengan paving. Jalan desa dan kecamatan yang dibangun sepanjang 1.150 kilometer berada di 430 desa di 28 kecamatan. Pada tahap awal jalan desa yang dibangun dengan paving ini sepanjang 460 kilometer. Bahan baku paving ini memakai material lokal.

Kelebihan jalan paving ini mudah dibuat, ramah lingkungan, dan lebih murah dibandingkan dengan jalan aspal. Untuk setiap satu kilometer jalan paving ini menelan anggaran Rp300 juta, jika membangun jalan aspal diperlukan dana Rp500 juta lebih. Selain itu, juga ada sisi pemberdayaan masyarakat. Modelnya, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menyediakan material paving dan pihak desa menyediakan tenaga kerja.

“Saat ini pembangunan jalan desa dan kecamatan dengan paving ini sudah mencapai 80%,” ujar Kang Yoto. Dengan kondisi jalan yang baik maka pergerakan perekonomian di desa juga lebih berkembang. Hasil pertanian dan perkebunan dari pedesaan bisa dengan cepat dijual di pasar-pasar tradisional.

Untuk mengatasi kekurangan air, Kang Yoto membuat program membangun 1.000 embung di wilayah Bojonegoro. Embung atau tampungan air itu berfungsi untuk menyimpan air pada saat musim hujan dan dapat digunakan untuk pengairan persawahan pada musim kemarau.

Selain menyimpan air, embung itu juga dapat dijadikan tambak beternak ikan dan juga sekaligus objek wisata. Hingga saat ini, kata Suyoto, sudah ada 300 embung yang dibangun di wilayah Bojonegoro. Selebihnya embung akan dibangun 1.000 unit hingga tahun 2018. Pembangunan embung itu menelan dana sekitar Rp50 juta-Rp300 juta per unit. Kemudian lahan yang dipakai seluas setengah hektare hingga satu hektare memakai lahan desa.

“Pembangunan embung ini untuk menjawab kebutuhan air pengairan pertanian saat musim kemarau. Selain embung, pengairan pertanian juga disuplai dari Waduk Pacal dan Sungai Bengawan Solo,” ujarnya. Suyoto juga mengembangkan industri kreatif. Ia mengembangkan kerajinan batik khas Bojonegoro yang disebutnya batik jonegoroan.

Batik jonegoroan kini mempunyai 14 motif batik mulai dari motif gastro, meliwis, parang dahana mungal, tembakau, sapi, pari sumilak, thengul, pisang, salak, jagung, belimbing, jati, rosella, dan mangga. Kerajinan batik tumbuh berkembang di sejumlah kecamatan di Bojonegoro. Produk kerajinan batik jonegoroan kini juga dipakai untuk seragam sekolah dan pegawai.

Dialog usai Salat Jumat

Terobosan lainnya yang dilakukan Kang Yoto yang dinilai cukup berhasil, yakni dialog interaktif antara Pemkab Bojonegoro dengan masyarakat yang diadakan setiap habis Salat Jumat. Dialog interaktif itu diadakan di Pendapa Pemkab Bojonegoro. Setiap warga Bojonegoro dipersilakan menyampaikan masukan, pendapat, dan unekuneknya mengenai Bojonegoro di pertemuan itu.

Tema yang diangkat dalam dialog interaktif itu juga berbeda-beda setiap pekan. Dengan cara seperti itu, warga yang tinggal di pedesaan dan perkotaan dengan leluasa menyampaikan aspirasinya. Cara dialog seperti itu juga bisa mencegah dan mengurangi praktik korupsi. Sebab jika masyarakat mengetahui ada indikasi penyimpangan pembangunan misalnya, bisa langsung menyampaikan di forum itu kepada bupati.

Namun, komunikasi Kang Yoto dengan warganya tidak berhenti di situ. Ia juga selalu siap menerima aduan atau keluhan melalui pesan pendek (short message service ) telepon seluler atau melalui Blackberry Messenger (BBM). Dengan cara seperti itu, seolah tidak ada lagi pembatas antara bupati dengan warganya.

Berbagai terobosan dan upaya akuntabilitas publik yang dilakukan Kang Yoto menuai hasil. Sebelumnya saat menjadi bupati, Kang Yoto mengaku mempunyai beban utang senilai Rp300 miliar. Akan tetapi, selama dua periode kepemimpinannya, kini APBD Bojonegoro boleh dibilang plus. Bahkan, kemampuan APBD Bojonegoro tahun 2014 senilai Rp2,5 triliun.

Harvested from: http://www.koran-sindo.com/read/932217/149/petinggi-embung-yang-doyan-ngetrail-1417577276
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: