Otot mengatasi otak? Seekor simpanse memanjat cabang. Foto: Michael Poliza, National Geographic Creative. |
Alam mampu melemahkan manusia. Tampaknya, manusia telah berevolusi memiliki otot lemah—yang bahkan lebih cepat—daripada membesarkan otak. Setidaknya hal ini terungkap melalui penelitian metabolik terbaru yang membandingkan manusia terhadap simpanse dan monyet dalam hal kekuatan.
Dalam penelitian itu, kata ahli biologi Roland Roberts, "otot-otot yang lemah mungkin harga yang kita bayar untuk kebutuhan metabolisme dari kekuatan pemahaman kita yang menakjubkan."
Para ilmuwan telah lama mencatat bahwa perbedaan utama antara manusia modern dan spesies kera lainnya, seperti simpanse, adalah besarnya otak yang haus energi. Ini adalah pengembangan otak, yang mendorong evolusi nenek moyang manusia awal yang mirip kera, sejak sekitar enam juta tahun silam. Namun, pertanyaan tentang mengapa dan bagaimana evolusi otak besar tersebut—yang melahap 20 persen energi kita—telah lama membingungkan ilmu pengetahuan.
"Perbedaan besar dalam kekuatan otot antara manusia dan primata non-manusia memberikan satu kemungkinan penjelasan," ungkap peneliltian terbaru yang dipimpin Katarzyna Bozek dari Max Planck Institute for Evolutionary Biology dari Jerman.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PLoS Biology, melihat seberapa cepat kebutuhan metabolisme berbagai organ—mulai dari otak hingga ginjal kita—telah berevolusi. Beberapa ilmuwan telah menduga, bahwa metabolisme berkembang pesat dari usus manusia yang mempercepat evolusi otak.
Sebaliknya, penelitian terbaru menunjukkan, bahwa otot dan otak pada dasarnya memperdagangkan penggunaan energi.
Nenek moyang awal kita mungkin memiliki kekuatan mirip kera, setidaknya untuk otot rangka yang dianalisis dalam penelitian terbaru. Kini, otot kita jauh berkurang, sementara jaringan tubuh lainnya seperti ginjal relatif tidak berubah selama jutaan tahun.
Selama periode waktu yang sama, otak berkembang empat kali lebih cepat daripada bagian tubuh lain.
Roberts, ilmuwan dari Public Library of Science yang tidak terlibat dalam penelitian ini, menyebutnya sebagai "penyelidikan awal yang menggoda." Dia mencatat, "otot manusia telah berubah dalam enam juta tahun terakhir dari otot tikus sejak kita berpisah dari tikus pada awal zaman Cretaceous—sekitar 130 juta tahun lalu".
Para Pecandu Menguasai
Untuk memastikan temuan mereka, yang didasarkan pada analisis 10.000 molekul metabolik, para peneliti membandingkan manusia, simpanse, dan kera lainnya satu sama lain dalam hal kekuatan. Setiap peserta percobaan ini harus mengangkat beban dengan menarik pegangan.
"Hebatnya, simpanse dan kera terlatih mengungguli pemain basket tingkat universitas dan pendaki gunung profesional," kata Roberts.
Manusia memang hanya memiliki sekitar setengah kekuatan spesies lain. Guna untuk mencari penjelasan, tim juga memperlakukan kera sampai dua bulan untuk mengenal gaya hidup enak manusia: sedikit gerak, stres tinggi, makanan tak sehat.
Pada akhir bulan kedua, kekuatan para hewan ternyata tidak menurun banyak. Bahkan, para ilmuwan menyimpulkan dari kera yang mendapat kesempatan menjalani gaya hidup enak manusia, ada tiga persen perbedaan kekuatan antara manusia dan monyet.
Hal ini memastikan gagasan, bahwa otot-otot yang lemah, bersama dengan kelemahan karena gaya hidup enak, seperti menonton film dan membaca, yang begitu baik untuk latihan otak, bisa menjadi warisan evolusi kita.