Mendiang Pemimpin Libya, Moammar Khadafi | Mendiang Pemimpin Libya, Moammar Khadafi |
VIVAnews - Sepuluh tahun yang lalu, Libya mengumumkan penghancuran senjata kimia penghancur massal. Langkah Libya ini tergolong mengejutkan dan mendapat sambutan baik dari negara-negara Barat, yang secara bertahap juga mencabut sanksi atas Libya.
Menurut stasiun berita BBC, langkah Libya itu diumumkan sendiri oleh pemimpin mereka saat itu, Muammar Khadafi. Dia juga membolehkan kunjungan tim inspektur internasional sesegera mungkin dan tanpa syarat apapun untuk menyaksikan pemusnahan senjata kimia.
Selain melucuti semua senjata pemusnah massal, Libya bersedia membatasi kepemilikan rudal yang berdaya jangkau tidak lebih dari 300 km. Rezim di Tripoli juga membolehkan para pakar dari AS dan Inggris untuk meninjau program senjata mereka selama berkunjung ke Libya pada Oktober dan Desember 2003.
Pada Maret 2004, Libya menyerahkan laporan penuh atas kepemilikan senjata kimia kepada PBB. Negara itu mengaku punya 20 ton gas mustard dan unsur-unsur kimia mematikan lainnya dan itu semua mereka musnahkan.
Langkah Libya ini merupakan terobosan baru. Sebagai balasannya, negara-negara Barat, termasuk AS, mencabut sanksi-sanksi ekonomi dan lain-lain atas Libya.
Sebelumnya, AS menganggap Libya sebagai negara pendukung terorisme - termasuk insiden pengeboman pesawat Pan Am di langit Skotlandia pada 21 Desember 1988. Maka, selain mencabut embargo, AS pun mencoret Libya dari daftar negara pendukung terorisme setelah pengumuman penghancuran senjata kimianya.
Khadafi pun setuju membayar uang duka kepada keluarga maupun kerabat pengeboman pesawat Pan Am sebesar US$2,7 miliar. Ini pula yang membuat Dewan Keamanan PBB mencabut sanksi internasional atas Libya.
AS pun mencabut sanksi perdagangan dan membuka kembali perdagangan minyak dengan Libya pada September 2004. Di bulan yang sama, Uni Eropa juga mencabut embargo atas Libya atas penjualan senjata. Dua tahun kemudian, AS menormalisasi hubungan diplomatik dengan Libya.