Belajar dari Jepang, Kualitas Putusan MA RI Harus Ditingkatkan

Author : Administrator | Tuesday, February 21, 2017 10:17 WIB

Foto: Direktur Puskapsi Universitas Jember, Dr Bayu Dwi Anggono (Andi-detikcom)

 

Osaka - Kepercayaan dunia internasional terhadap investasi di Indonesia ternyata tidak hanya masalah regulasi, tetapi penerapan hukumya di pengadilan. Oleh sebab itu, hakim di Indonesia diminta meningkatkan kualitas putusan agar pembangunan Indonesia lebih cepat.

"Perhatian para praktisi hukum dan pelaku usaha luar negeri terhadap putusan pengadilan Indonesia sesunguhnya bisa dipandang dari dua sisi, satu sisi sebagai peluang dan di sisi lain bisa jadi faktor penghambat dalam meningkatkan pembangunan perekonomian nasional," kata Direktur Puskapsi Universitas Jember, Dr Bayu Dwi Anggono. 

Hal itu terungkap dalam rangkaian regulasi training 'Study for the Amendment to the Law' di Osaka, Jepang yang dilaksanakan pada 12-22 Februari 2017. Adapun dari Jepang diikuti oleh pejabat Kementerian Kehakiman setempat serta akademisi Jepang. Seluruh dana studi riset ini dibiayai oleh Pemerintah Jepang.

Dalam rangkaian itu, tim delegasi Indonesia mendatangi kantor pengacara terkemuka di Jepang, Oh-Ebashi LPC & Partners. Oh-Ebashi LPC & Partners merupakan kantor hukum yang menangani berbagai perkara bisnis di Jepang dan dunia. Delegasi ditemui advokat senior Kobayashi Kazuhiro dan bertukar diskusi banyak hal tentang hukum di Indonesia. 

Dalam pertemuan itu, disampaikan kasus yang cukup mengejutkan investor Jepang yaitu putusan MA Indonesia pada 31 Agustus 2015. Dalam putusan itu, MA membatalkan perjanjian antara perusahaan asing dengan perusahaan Indonesia karena perjanjian di antara keduanya dibuat menggunakan bahasa Inggris.

Menurut Bayu, kasus di atas bisa jadi peluang apabila pengadilan Indonesia secara sadar segera memperbaiki dirinya yang tercermin dari meningkatnya kualitas putusan yang dibuat. Untuk dapat meningkatkan kualitas putusan tersebut tentunya membutuhkan persyaratan.

"Yaitu peningkatan kapasitas kemampuan hakim atas pemahaman berbagai ketentuan usaha dan investasi nasional dan internasional, manajemen penyelesaian perkara yang sederhana, cepat, dan transparan, serta tentunya membebaskan pengadilan dari praktik suap dalam segala bentuknya," ujar Bayu.

Sebaliknya, keberadaan putusan pengadilan Indonesia juga bisa jadi faktor penghambat pembangunan perekonomian nasional. Apabila atas adanya fakta di atas justru pengadilan Indonesia menutup diri dan tidak memperdulikannya karena alasan berlindung di balik Independensi kekuasaan kehakiman yang dimaknai secara sempit. 

"Padahal sesungguhnya semua organ negara baik legislatif, eksekutif dan yudikatif melalui kewenangan masing-masing memiliki tanggung jawab untuk mensukseskan program pembangunan negara termasuk di dalamnya pembangunan perekonomian nasional," cetus Bayu.

Untuk itu dalam rangka mengarahkan agar putusan pengadilan dapat berfungsi sebagai faktor pendorong kemajuan pembangunan perekonomian nasional, maka Presiden dalam merancang dan menjalankan paket kebijakan reformasi hukum tidak bisa lagi sebatas hanya memangkas atau menyelesikan regulasi bermasalah. Melainkan harus juga secara aktif dan komprehensif memasukkan reformasi peningkatan kualitas putusan pengadilan dalam penyelesaian sengketa usaha dan perdagangan sebagai salah satu bagian paket reformasi kebijakan hukum. 

"Di mana upaya reformasi peningkatan kualitas putusan pengadilan ini harus dilakukan dengan tetap berpegangan kepada beberapa prinsip yaitu tetap meletakkan kepentingan dan kedaulatan nasional sebagai hal yang utama, serta reformasi untuk meningkatkan kualitas putusan pengadilan dilakukan dengan melibatkan pimpinan MA dan tanpa bermaksud melanggar batas independensi kekuasaan kehakiman sebagaimana dijamin konstitusi," pungkas Bayu.

Dari Indonesia, training tersebut diikuti antara lain oleh Dirjen Peraturan Perundangan Prof Widodo Ekatjahjana, Ketua Program Studi S3 Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Prof Adji Samekto, guru besar Universitas Andalas (Unand) Prof Saldi Isra, akademisi UGM Zainal Arifin Mochtar, akademisi Unand Feri Amsari, ahli hukum Refly Harun dan tim dari Ditjen PP Kemenkum HAM. 
(asp/rvk)

Harvested from: https://news.detik.com/berita/d-3427708/belajar-dari-jepang-kualitas-putusan-ma-ri-harus-ditingkatkan
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: