Tim medis sedang menangani seseorang yang terjangkit virus Ebola. |
REPUBLIKA.CO.ID, N'DJAMENA -- Negara-negara Afrika memperketat larangan perjalanan meski Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengimbau agar tidak melakukannya. Pengetatan larangan perjalanan bisa berdampak pada kekurangan makanan dan kebutuhan dasar di wilayah epidemi ebola.
Di kawasan kumuh West Point di ibukota LIberia, Monrovia, terjadi kericuhan karena warga tidak terima wilayahnya dikarantina. Ratusan orang tampak berdesakan mengerumuni truk yang membawa air dan beras. Polisi menggunakan tongkat untuk memukul mundur warga, sementara pekerja kemanusiaan membantu mencelupkan jari warga ke tinta sebagai tanda mereka telah menerima bantuan.
Badan Pangan Dunia (WFP) mengatakan pengiriman bantuan kebutuhan dasar kepada lebih dari satu juta orang di Guinea, Liberia dan Sierra Leone dilakukan untuk menghindari krisis pangan di negara tersebut. WHO telah berulang kali mengatakan tidak merekomendasikan larangan perjalanan atau pembatasan perdagangan di Guinea, Liberia, Sierra Leone dan Nigeria. Negara-negara epidemi ebola itu mulai mengalami kekurangan bahan bakar, makanan dan kebutuhan dasar akibat penerapan kebijakan tersebut.
Perdana Menteri Chad Kalzeubet Payimi Deubet mengatakan negaranya akan menutup perbatasan dengan Nigeria untuk mencegah ebola masuk ke wilayahnya. "Keputusan ini akan memiliki dampak ekonomi di kawasan, tapi sangat mendesak bagi kesehatan masyarakat," ujar dia, Kamis (21/8), seperti dilansir Al Jazeera.
Nigeria sejauh ini melaporkan 15 kasus infeksi virus ebola. Jumlah ini merupakan yang terendah di antara empat negara terdampak. WHO optimis penyebaran ebola di Nigeria bisa dihentikan. Afrika Selatan juga mengatakan melarang semua pelancong dari Guinea, Liberia dan Sierra Leone memasuki wilayahnya, kecuali bagi warganya.