(REUTERS/Mohamed Azakir)
|
VIVAnews – Pemimpin umat Katolik se-dunia, Paus Benediktus XVI, mengunjungi Lebanon untuk kembali menyampaikan pesan perdamaiannya kepada dunia. Pesan itu dia utarakan di tengah merebaknya aksi protes massal di sejumlah negara atas penyebaran sebuah video anti-Muslim yang diproduksi di Amerika Serikat.
Paus mendarat di Beirut, Lebanon, Jumat 14 September 2012 waktu setempat. Ini merupakan kunjungan Paus yang pertama kali ke kawasan itu sejak tahun 2009. Paus yang melangkah ke aspal menggunakan tongkat disambut oleh sorak-sorai kerumunan orang yang telah menantinya.
Paus memuji Lebanon sebagai contoh negara yang menerapkan kerjasama antarumat beragama. “Seperti saya, Anda tahu bahwa hal bernama keseimbangan ini – yang disajikan di mana-mana sebagai contoh – sangatlah rapuh. Kadang-kadang tampaknya keseimbangan ini akan patah seperti busur yang direntangkan terlalu lebar. Lebanon adalah tempat di mana moderasi dan kebijakan agung diuji,” kata Paus seperti dilansir Reuters.
Vatikan sama sekali tidak mempersoalkan keamanan di Lebanon. Vatikan yakin, Paus akan disambut hangat dalam kunjungan tiga harinya ke negara yang lebih dari 30 persen populasinya dihuni oleh umat Kristen.
“Tidak ada yang menyarankan saya untuk membatalkan perjalanan ini. Saya tidak pernah memikirkan pembatalan karena saya tahu, penting untuk mengirimkan sinyal persaudaraan, dukungan, dan solidaritas,” ujar Paus dalam pesawat menuju Lebanon.
Paus berkunjung untuk mendukung kaum Kristen di Lebanon. Kristen Lebanon merupakan komunitas kuno yang jumlahnya kini telah menyusut dalam beberapa dekade terakhir karena perang, okupasi, dan diskriminasi di wilayah itu.
“Sebuah Timur Tengah tanpa Kristen, atau dengan hanya sedikit orang Kristen, tidak akan lagi menjadi Timur Tengah,” demikian bunyi dokumen Vatikan hasil pertemuan para uskup Vatikan tahun 2010.
Paus menyatakan, orang Kristen di Timur Tengah harus dibiarkan memiliki “kewarganegaraan penuh” dan tidak dianggap sebagai “warga negara kelas dua.” Paus juga mengatakan, terus menurunnya jumlah orang Kristen di wilayah itu akan mengarah pada “pemiskinan manusia, budaya, dan agama.”
Suriah
Perang di Suriah juga menjadi perhatian Paus. Seperti diketahui, perang saudara di Suriah telah menewaskan ribuan orang dan berpotensi mengancam stabilitas regional. Paus pun menekankan pesannya sebelum ini untuk mengakhiri kekerasan di Suriah. Ia juga menyerukan kedua pihak bertikai di Suriah untuk menghentikan impor senjata.
“Mengimpor senjata tidak dapat dilanjutkan. Ketimbang mengimpor senjata yang merupakan dosa besar, kita harus mengimpor ide-ide perdamaian, kreativitas, dan mencari solusi untuk menerima semua orang dengan segala perbedaannya,” kata Paus.
Banyak kalangan meyakini pesan Paus ini ditujukan untuk pemerintah Presiden Suriah Bashar al-Assad maupun milisi yang yang saat ini sedang berupaya untuk menggulingkannya. Pesan paus itu juga dianggap sebagai teguran tajam untuk kekuatan-kekuatan regional di kawasan itu, termasuk Iran, Arab Saudi, dan Qatar, yang terus menyuplai senjata kepada Suriah.
Pada kesempatan ini, Paus untuk pertama kalinya berbicara tentang gelombang pemberontakan yang telah mengubah kawasan Timur Tengah. “Saya rasa itu adalah hal positif. Itu adalah keinginan untuk demokrasi, kebebasan lebih banyak, kerjasama lebih besar, dan identitas baru Arab,” ujar dia.
Namun Paus juga mengingatkan bahwa di tengah revolusi-revolusi itu, “selalu ada bahaya untuk melupakan aspek mendasar dari kebebasan, yaitu toleransi bagi orang lain dan fakta bahwa kebebasan manusia selalu merupakan kebebasan bersama. Oleh karena itu kita harus melakukan segala sesuatu untuk mendorong rekonsiliasi dan toleransi.” (ren)