DK PBB desak penghentian permusuhan di Mali utara

Author : Administrator | Thursday, April 05, 2012 13:39 WIB
Duta Besar AS untuk PBB, Susan Rice. (FOTO ANTARA/REUTERS)

PBB (ANTARA News) - Dewan Keamanan PBB hari Rabu mendesak diakhirinya permusuhan di Mali utara dan pemulihan kekuasaan konstitusional setelah kudeta dua pekan lalu, kata diplomat-diplomat Prancis.

Menurut beberapa diplomat, sebuah pernyataan yang disetujui DK PBB yang beranggotakan 15 negara juga mengungkapkan kekhawatiran atas keberadaan Al-Qaida di Maghribi Islam di negara Afrika yang dilanda perang itu, lapor AFP.

Prancis meminta pertemuan darurat DK untuk mempertimbangkan pernyataan mengecam kudeta terhadap Presiden Amadou Toumani Toure dan gerak maju pemberontak Tuareg dan militan muslim ke kota-kota di Mali utara.

Pertemuan itu diadakan ketika para pemimpin dunia berusaha mencegah kekacauan di Mali, dua pekan setelah kudeta di Bamako berbuntut pada kemenangan suku Tuareg yang didukung gerilyawan muslim garis keras yang kini menguasai separuh negara itu.

Pernyataan DK itu akan dibacakan oleh Duta Besar AS Susan Rice, yang negaranya pada April mendapat giliran memimpin DK PBB.

Sejumlah diplomat mengatakan, DK PBB meminta pemimpin kudeta menjamin keselamatan dan keamanan seluruh pejabat Mali dan menuntut pembebasan segera mereka yang ditahan.

Pernyataan itu juga mendesak pemulihan segera kekuasaan konstitusional dan pemerintah yang terpilih secara demokratis di Mali.

DK PBB mengecam serangan yang terus berlanjut, penjarahan dan perebutan wilayah oleh kelompok-kelompok pemberontak di Mali utara dan "menuntut penghentian segera permusuhan".

Senin, para pemimpin blok Afrika Barat ECOWAS yang mencakup 15 negara memutuskan menerapkan sanksi-sanksi diplomatik, perdagangan dan finansial terhadap junta Mali dengan pemberlakuan segera.

"Semua langkah diplomatik, ekonomi, finansial dan yang lain diterapkan mulai hari ini (2/4) dan akan tetap berlaku sampai tatanan konstitusi pulih kembali," kata Presiden Pantai Gading Alassane Ouattara setelah setelah pertemuan puncak regional di Dakar, ibu kota Senegal.

Kudeta pasukan yang tidak puas sekitar dua pekan lalu dimaksudkan untuk memberi militer lebih banyak wewenang guna menumpas pemberontakan di wilayah utara, namun hal itu malah menjadi bumerang dan pemberontak menguasai tiga kota utama di Mali utara dalam waktu tiga hari saja.

Minggu (1/4), gerilyawan Tuareg menyatakan telah menguasai kota gurun Timbuktu, benteng terakhir pemerintah di Mali utara.

Dalam sebuah pernyataan yang mengumumkan "berakhirnya pendudukan Mali", Gerakan Pembebasan Nasional Azawad (MNLA) mengatakan, mereka akan menjamin "ketertiban dan pemerintahan".

Timbuktu adalah kota besar terakhir yang jatuh ke tangan suku Tuareg dan gerilyawan muslim garis keras.

Kota yang berpenduduk sekitar 50.000 orang itu adalah lokasi warisan dunia PBB dengan julukan "mutiara gurun".

MNLA menyatakan lagi, Minggu, mereka "tidak memiliki hubungan dengan kelompok muslim garis keras dan... tujuan mereka adalah Azawad, rakyatnya dan kemerdekaannya".

MNLA pada pertengahan Januari meluncurkan lagi perang puluhan tahun bagi kemerdekaan Tuareg di wilayah utara yang mereka klaim sebagai negeri mereka, yang diperkuat oleh gerilyawan bersenjata berat yang belum lama ini kembali dari Libya.

Ikut bergabung dengan mereka adalah tokoh Tuareg terkenal Iyad Ag Ghaly, yang memimpin pemberontakan pada tahun 1990-an dan kembali sebagai pemimpin Ansar Dine, yang memiliki hubungan dengan Al-Qaida di Maghribi Islam.

Kedua pihak yang berperang itu memiliki hubungan yang mendua, namun MNLA menjauhkan diri dari tuntutan Ag Ghaly agar hukum sharia Islam diberlakukan di Mali.

Dalam serangkaian serangan kilat terhadap kota-kota di selatan, gerilyawan Tuareg berhasil mengatasi militer Mali, sementara sebuah kelompok pasukan pembangkang menggulingkan Presiden Amadou Toumani Toure karena "ketidakmampuannya" dalam menangani konflik.

Angkatan bersenjata Mali telah lama mengalami kemunduran dan dalam posisi bertahan ketika mereka menghadapi kekerasan-kekerasan Al-Qaida di Maghribi Islam (AQIM) dan pemberontakan Tuareg di wilayah gurun utara luas, yang menjadi ajang penyelundupan narkoba dan senjata serta penyanderaan warga Barat. (M014)

Harvested from: http://www.antaranews.com
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: