Peperangan di Suriah
|
VIVAnews - Pemerintah Bashar al-Assad di Suriah merasa peperangan dengan pejuang oposisi kini telah mencapai jalan buntu. Kedua kubu sama kuat, sehingga peperangan masih akan berlanjut hingga waktu yang tidak bisa ditentukan.
Hal ini disampaikan oleh Wakil Perdana Menteri Suriah Qadri Jamil, seperti dilansir The Guardian, Kamis 19 September 2013. Dia mengatakan, kekuatan yang setara ini membuat kedua kubu tidak memiliki peluang untuk menang. Solusi diplomatis diperlukan, namun sebelumnya perlu dilakukan gencatan senjata.
Inilah yang akan diusulkan oleh pemerintah Suriah dalam pertemuan berikutnya di Jenewa, Swiss. Pertemuan Jenewa-dua ini belum ditentukan waktunya. Sebelumnya, pertemuan di Jenewa Juni tahun lalu gagal. Tidak ada satu pun kubu di Suriah yang datang.
"Baik kelompok oposisi dan rezim tidak mampu mengalahkan satu sama lain. Keseimbangan kekuatan ini tidak akan berubah untuk beberapa waktu," kata Jamil.
Menurut Jamil, gencatan senjata diperlukan karena perang semakin membuat ekonomi negara itu terpuruk. Dia mengatakan, ekonomi Suriah merugi hingga US$100 miliar selama perang yang telah berlangsung lebih dari dua tahun tersebut.
Jika usulan gencatan senjata diterima, kata Jamil, maka langkah ini akan berada di bawah pengawasan internasional, oleh tentara perdamaian PBB. Ditanya proposal apa yang akan diajukan dalam pertemuan nanti, Jamil menjawab, "Menghentikan intervensi eksternal, gencatan senjata dan meluncurkan proses politik damai agar rakyat Suriah bisa menentukan nasib mereka sendiri tanpa intervensi asing dan dengan cara yang demokratis."
Namun, pertemuan Jenewa-dua ini terancam kandas seperti yang pertama. Pasalnya, para pemimpin oposisi Suriah telah menegaskan tidak akan berdialog selama Assad masih berkuasa.
Jamil menegaskan Assad tidak akan turun. Namun dia mengatakan reformasi akan dilakukan sesuai dengan hasil perundingan nanti. Selain itu, dia mewanti-wanti Barat untuk tidak ikut campur urusan dalam negeri Suriah.
"Jangan ada yang takut bahwa rezim ini berlanjut. Dalam seluruh praktiknya, bentuk rezim yang dulu telah berakhir. Demi mewujudkan kemajuan reformasi, kami ingin agar Barat dan mereka yang terlibat di Suriah untuk tidak ikut campur," kata Jamil.
Laporan PBB menunjukkan, sudah lebih dari 100.000 orang tewas di Suriah. Korban terbanyak jatuh bulan lalu saat lebih dari 1.400 orang tewas di pinggiran kota Damaskus. Penyidik PBB menyimpulkan telah digunakan senjata kimia di wilayah tersebut. Berbagai negara langsung menuding Assad. (umi)