PYONGYANG - Korea Utara (Korut) memperingatkan mungkin akan melakukan tes nuklir kembali setelah sempat melakukan uji coba pada 9 September lalu. Korut juga mengatakan siap meluncurkan serangan pendahuluan terhadap Amerika Serikat (AS) jika negara itu memobilisasi kekuatan untuk menentangnya.
"AS memiliki senjata nuklir di lepas pantai kami, menargetkan negara kami, Ibu Kota dan pemimpin terhormat kami, Kim Jong Un," ucap seorang pejabat atas Korut, Lee Yong-pil, mengatakan dalam sebuah wawancara eksklusif dengan NBC News, Senin (17/10/2016).
"Kami tidak akan mundur selama ada ancaman nuklir kepada kami dari AS. Sebuah serangan nuklir preemptive bukanlah apa-apa bagi AS yang memiliki monopoli atas itu. Jika kami melihat bahwa AS akan melakukannya kepada kami, kami akan melakukannya pertama kali. Kami memiliki teknologi itu," tambah Lee, yang merupakan direktur dari Departemen Luar Negeri Institut Studi Amerika.
Yong-pil juga memperingatkan bahwa Korut mungkin akan melakukan uji coba nuklir lanjutan. Hal itu didorong oleh semakin agresifnya latihan gabungan AS dan Korea Selatan (Korsel). Ia pun menyatakan bahwa tidak ada sanksi dari PBB maupun tekanan dari AS yang akan menghentikan Korut untuk membangun gudang senjata.
"Kami harus memiliki senjata nuklir untuk melindungi negara kami, dan itu kebijakan kami untuk memiliki nuklir," katanya.
Pejabat Korut yang lain mengatakan bahwa negara itu telah memiliki kemampuan untuk mencapai daratan AS dengan roket. Hwang Yongnam, yang berwenang untuk berbicara tentang program rudal negara itu, mengatakan Pentagon telah berbohong dengan menyatakan Korut belum bisa mencapai daratan AS dengan senjata.
Sedangkan seorang pejabat senior Korut yang terlibat dalam program luar angkasa, Ri Won-hyok mengatakan kemajuan yang dicapai negaranya bukan hanya senjata. Korut juga telah meluncurkan roket untuk membawa satelit ke ruang angkasa dan tujuan negaranya tidak hanya pergi ke bulan tetapi juga planet-planet lain.
Dia membantah bahwa program roket negara itu telah mendapat bantuan dari Rusia atau Iran. Ia mengklaim jika proyek itu 100 persen buatan Korut.