Dalam foto yang diunggah sayap media ISIS ke internet ini terlihat kerumunan warga Aleppo tengah menyaksikan film-film eksekusi sejumlah sandera termasuk pilot Jordania Muath al-Kassasbeh. |
KOMPAS.com — Seorang mantan anggota ISIS di Suriah dan Irak mengungkapkan bahwa ia meninggalkan kelompok teroris brutal itu setelah diperintahkan untuk mengeksekusi teman-temannya sendiri dan mengambil bagian dalam pemerkosaan terhadap sejumlah budak seks warga Yazidi.
Mantan militan berusia 33 tahun itu, yang berasal dari Fallujah, kota yang dikendalikan ISIS, membeberkan kekecewaannya terhadap kelompok itu setelah melihat komandannya berubah menjadi haus darah dan gila seks.
Ia mengatakan, sejumlah militan senior telah mengambil keuntungan dari ribuan siswi asing yang masih belia yang datang bergabung dengan kelompok itu. Kaum militan senior tersebut memanfaatkan celah hukum yang memungkinkan mereka menandatangani kontrak pernikahan seminggu sebelum menceraikan gadis-gadis itu dan menyerahkan mereka kepada militan lain.
Namun, bagi Hamza, yang belum lama ini berhasil kabur dari para komandannya di Irak, kekecewaan terakhir adalah keterkejutanya akan kehausan tak terpuaskan kelompok teror itu untuk melakukan eksekusi brutal dan kemuakannya pada perlakuan kaum militan itu terhadap perempuan muda Yazidi yang dibeli, dijual, dan diperkosa secara kejam sebagai budak seks.
Ketika membicarakan waktunya bersama ISIS, Hamza mengatakan kepada wartawan The Independent, Patrick Cockburn, bahwa ia dibayar sebesar 400.000 dinar Irak (atau setara Rp 4,5 juta) sebulan, tetapi juga diberi makanan, bahan bakar, dan akses internet gratis.
Menurut Hamza, para petempur ISIS dicuci otak dengan menghabiskan waktu luang dengan menghadiri ceramah agama dan membaca kita suci dan propaganda ISIS. Kelompok itu juga menawarkan hadiah uang tunai bagi orang dengan pengetahuan tertinggi dalam sejumlah kompetisi reguler.
Ia menyatakan bahwa setelah kota kelahirannya diserbu kaum militan, dirinya tidak punya pilihan selain bergabung dengan ISIS. Kelompok itu dengan cepat mengirimnya ke sebuah kamp pelatihan di Raqqa, yang secara de facto menjadi ibu kota ISIS di Suriah, sebelum memaksa dia untuk mengambil kursus kilat guna menjadi algojo ISIS.
Setelah dipaksa untuk menonton video yang tak terhitung jumlahnya tentang pemenggalan brutal, Hamza diperintahkan untuk melakukan eksekusi terhadap sejumlah pria Sunni lokal yang dituduh bekerja sama dengan pemerintah. Ia mengenal sejumlah pria itu sebagai bekas teman-temannya. Hamza menolak untuk melakukan kekejaman tersebut. Atasannya secara mengejutkan membolehkan dia tidak melakukan pemenggalan itu. Namun, Hamza diperingatkan bahwa ia tidak akan dibebaskan dari pekerjaan serupa di masa depan.
Tak lama setelah menghindar dari tugas memenggal bekas teman-temannya, Hamza menyadari bahwa masa depannya sebagai algojo ISIS bukanlah sesuatu yang ia inginkan. Perasaan tersebut diperparah ketika 13 gadis Yazidi yang diculik pada Desember lalu dibawa ke properti di mana ia tinggal dan dirinya diajak untuk memerkosa mereka. "Komandan mencoba untuk menggoda kami dengan mengatakan bahwa ini halal untuk kalian, kami diperbolehkan untuk memuaskan diri kami sendiri tanpa menikahi mereka karena mereka kafir," katanya.
"Adegan tersebut membuat saya takut. Jika saya tetap tinggal di mana saya berada, saya membayangkan diri saya terperangkap dalam penembakan, eksekusi, pemenggalan, dan pemerkosaan tersebut," tambahnya.
Tak lama setelah itu, Hamza merencanakan untuk melarikan diri dari ISIS, walau seorang teman tertangkap dan dieksekusi secara brutal karena melakukan hal yang sama.
Dengan menggunakan layanan pesan instan Viber, Hamza menghubungi teman-teman di luar wilayah ISIS sebelum diberikan izin untuk menelepon keluarganya melalui ponsel sebagai hadiah atas loyalitas dan keberaniannya. Dia kemudian menggunakan telepon itu untuk mengatur pelariannya.
Hamza menyatakan bahwa ia kini sepenuhnya kecewa dengan Isis. Ia mengatakan, "Awalnya saya pikir mereka berjuang untuk Allah, tetapi kemudian saya menemukan bahwa mereka jauh dari prinsip-prinsip Islam. Saya tahu bahwa sejumlah pejuang menggunakan obat halusinasi, yang lain terobsesi dengan seks."