VIVAnews - Menteri Dalam Negeri Suriname, Soewarto Moestadja, mengatakan generasi muda di Suriname saat ini sudah lebih fleksibel dalam memberikan nama.
Mereka bukan hanya sekedar memasukkan unsur budaya Jawa dalam nama anak-anak mereka, namun sudah mengkombinasikannya dengan budaya Latin yang hidup di sana.
Demikian diungkap Moestadja, saat ditemui media dalam Kongres II Diaspora, Senin malam, 19 Agustus 2013 di Jakarta Convention Center (JCC). Moestadja kemudian memberikan satu contoh nama yang merupakan kombinasi budaya Latin dan Jawa.
"Contohnya, Paul Salam Sumoharjo. Itu merupakan salah satu contoh nyata betapa generasi muda Suriname saat ini sudah masuk ke dalam kategori trans nasional, salah satunya disebabkan karena perkembangan teknologi yang pesat," kata Moestadja.
Moestadja mengakui budaya Jawa memang masih sangat kental di Suriname. Menurut dia hal itu disebabkan etnis Jawa merupakan suku terbesar keempat di Suriname setelah India Hindustani, Creole dan Maroons.
Dia kemudian berkisah awal mula Suriname dipenuhi oleh penduduk etnis Jawa. Pada masa Indonesia dijajah Belanda, banyak orang Jawa yang dikirim ke sana sebagai buruh dan bekerja di perkebunan tebu. Saat itu ada sekitar 33.302 orang Jawa yang dikirim.
"Hal itu terjadi pada periode 1819-1939, sehingga kini kami memiliki penduduk Jawa dan menjadikan penduduk kami semakin beragam," ungkap Moestadja.
Moestadja mengaku termasuk penduduk etnis Jawa yang memiliki darah langsung dari sang ayah dan kakek. Pria yang menjabat sebagai Menteri di tahun 2010 kemudian bercerita kedua keluarganya itu berasal dari Desa Kalirancang, Kebumen, Jawa Tengah.
"Kakek saya membawa ayah saya yang saat itu masih berusia tiga tahun untuk ikut ke Suriname. Kakek dulu pernah kembali ke Yogyakarta, namun ayah saya tetap tinggal di Indonesia," tutur Moestadja.
Saat awal kepindahan ke Suriname, Moestadja menceritakan, tidak semua orang Jawa merasa kerasan. Banyak yang mengaku kangen kampung halamannya dan ingin kembali pulang atau lazim disebut "Mulih Jowo".
Hal itu disebabkan area lingkungan Suriname sangat berbeda dengan Pulau Jawa. Namun mantan Presiden Soekarno kala itu menyarankan sebaliknya, warga Jawa untuk tetap tinggal di Suriname dan jangan kembali.
"Saya ingat saat itu Bung Karno meminta kami agar menganggap Suriname sebagai bagian dari rumah kami sendiri. Itulah yang akhirnya membuat kami mampu bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan baru di Suriname," kata dia. (eh)