JAKARTA - Terhentinya perundingan Six Party Talks yang membahas program nuklir Korea Utara (Korut) saat ini diharapkan dapat diakhiri. Tetapi Amerika Serikat (AS) menginginkan pembukaan kembali pertemuan Six Party Talks harus disertai dengan agenda.
Dimata Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Keamanan Internasional dan Nonproliferasi (ISN) Thomas M Countryman, Korut harus siap melakukan langkah konkrit dari hasil yang diraih dalam pertemuan Six Party Talks.
Berikut ungkapan Countryman saat diwawancara oleh okezone di Kedutaan Besar AS di Jakarta, Selasa (18/10/2011).
Bagaimana dengan kondisi deadlock yang terjadi dalam Six Party Talks?
Kami harap pertemuan Six Party Talks dapat berlangsung kembali, tetapi pertemuan ini dapat dilakukan kembali dengan adanya tujuan dan agenda. Tidak hanya AS, tetapi peserta lainnya (Six Party Talks) perlu diyakinkan bahwa Korea Utara (Korut) harus dapat berkomitmen dengan pertemuan ini dan tentunya (Korut) siap untuk mengambil langkah konkret usai pertemuan.
Apakah AS akan memberikan sanksi baru bagi Korut?
Sanksi yang diberikan kepada Korut bukan berasa dari AS tetapi dari PBB. Resolusi PBB merefleksikan konsensus dari dunia internasional, bahwa tindakan Korut melanggar kewajibannya dan mengancaman keamanan internasional. Ini adalah inti yang menyebabkan sanksi itu dikeluarkan.
Dengan tambahan AS juga memberikan sanksi lain untuk Korut. Kami yakin sanksi yang diberikan kepada Korut, ditujukan agar negara itu dapat menghormati kesepakatan yang sudah disepakati sebelumnya.
Bila Korut dapat mengikuti apa yang telah disepakati dalam Six Party Talks, Semenanjung Korea akan bersih dari nuklir dan tentunya dapat menuju ke normalisasi hubungan kedua Korea. Hal ini dapat mendorong pencabutan sanksi juga. Semua ini dapat dilakukan, tetapi membutuhkan waktu lama dan perubahan dari sikap Korut.
Apakah anda optimis masalah akan terpecahkan?
Saya selalu optimis. Tetapi saya tidak akan pernah melakukan prediksi tentang sebuah terobosan. Kami yakin seperti yang ditekankan sebelumnya kepada Korut dan Iran, masalah ini dapat diselesaikan lewat jalan diplomasi dan negosiasi, dan kami terus melakukan langkah tersebut.
Mengenai Iran. Apakah akan ada sanksi keras bagi Iran?
Ini tergantung Iran. Ada peluang, bila Iran bersedia memperlihatkan bahwa mereka memang tidak memiliki senjata nuklir. Tetapi keengganannya melakukan kerja sama dengan Badan Nuklir PBB (IAEA), tentunya hal tersebut melanggar DK PBB yang berarti dapat mendorong dilakukannya sanksi baru. Sanksi ini bukan dari AS tetapi dari negara anggota PBB.
Negara PBB sama-sama berbagi kekhawatiran tentang program senjata nuklir Iran dan penolakan Iran terhadap pemeriksaan dari IAEA.
Bagaimana tuduhan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad mengenai kepemilikan senjata nuklir dari Israel?
Saya kira tidak terlalu berguna mengomentari segala pendapat dari Presiden Ahmadinejad. Dia hanya seorang presiden dia bukan pemimpin tertinggi, sementara kekuasaan di Iran terletak pada pemimpin tertinggi khususnya mengenai masalah senjata nuklir.
Mengenai Israel dan retorika Ahmadinejad. Posisi kami jelas. Kami ingin pengurangan senjata nuklir, dan kami ingin berkurangnya negara yang miliki senjata nuklir.
Saya ingin perjelas retorika Presiden Ahmadinejad. Kepemilikan senjata nuklir di Iran tidak akan membantu Palestina. Tidak akan menghentikan pengembangan senjata Israel. Tidak akan pula membawa kedamaian di Timur Tengah.
Tetapi hal ini dapat meningkatkan ketegangan antar negara tetangga (di Timur Tengah). Dan senjata nuklir ini akan digunakan Iran untuk mengancam tidak hanya Isral, tetapi juga negara Islam lainnya. Tentunya hal ini dapat mendorong negara lain membangun senjata nuklir.
Semua ini bukanlah yang diinginkan oleh Indonesia dan Amerika Serikat. Tentunya hal ini dapat menimbulkan kekhawatiran kita bersama.
(faj)