Safia Khadaffy dan Nelson Mandela di Cape Town, Afrika Selatan. |
TRIPOLI, KOMPAS.com - Pemerintah Libya akhirnya mengizinkan janda mendiang Kolonel Moammar Khadaffy kembali ke negeri itu dari pengasingan sebagai bagian dari sebuah program rekonsiliasi nasional.
Safia Farkash Khadaffy, yang tetap membela sang suami hingga kematiannya, diizinkan kembali ke kampung halamannya di Baida, wilayah timur negeri itu, dua pekan lalu.
Pemerintah Libya berusaha untuk merangkul suku-suku pendukung Khadaffy menjelang rencana besar untuk merebut kembali kota kelahiran sang kolonel, Sirte, yang diduduki Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Safia (63), yang menikah dengan Khadaffy pada 1970 dan memberikan enam orang anak untuk sang diktator, kabur ke Aljazair pada Agustus 2011 saat ibu kota Tripoli direbut pasukan anti-Khadaffy.
Bersama dengan putrinya, Aisha dan beberapa tokoh senior pemerintahan Khadaffy, Safia dilindungi pemerintah Aljazair hingga mereka pindah ke Kerajaan Oman.
Meski demikian, langkah untuk mengizinkan janda Khadaffy pulang bukan tanpa kontroversi dan tentangan.
Meski Safia tak pernah didakwa dengan kejahatan apapun, masih banyak warga Libya yang memendam amarah kepada anggota keluarga Khadaffy yang menikmati berbagai kemewahan selama lebih dari empat dekade.
Selama menjadi ibu negara, Safia hampir tak terlihat perannya. Namun, Safia kerap terlihat saat suaminya bertemu dengan para pemimpin dunia termasuk Nelson Mandela.
Dia juga diketahui sangat mendukung keputusan suaminya saat memberantas pergerakan rakyat Libya pada 2011.
Dalam wawancara lewat telepon dengan CNN pada puncak revolusi Libya, Mei 2011, Safia mengkritik NATO yang menggelar serangan udara ke Libya.
"Anak-anak saya adalah warga sipil dan mereka menjadi target serangan. Apa hubungan mereka dengan ini semua," kata Safia saat itu.
Dia menuduh NATO "mencemarkan" pemerintahan suaminya dan bertekad untuk hidup dan mati bersama rakyat Libya.
Namun, pada akhirnya Safia dan Aisha, yang saat itu tengah mengandung, meninggalkan Libya saat Tripoli jatuh ke tangan pemberontak, sementara Khadaffy diburu dan tewas dibunuh di Sirte tiga bulan kemudian.
Keluarga Khadaffy awalnya mendapat jaminan perlindungan dsri pemerintah Aljazair. Namun, kemudian mereka diminta meninggalkan negeri itu setelah Aisha melanggar permintaan Aljazair agar tidak memberikan wawancara seputar revolusi di Libya.
Keluarga Khadaffy kemudian pindah ke Oman dan Aisha diyakini masih berada di kesultanan di Timur Tengah tersebut.
Editor | : Ervan Hardoko |
Sumber |
: Telegraph |