Ilustrasi Airbus A320 EgyptAir. |
PARIS, KOMPAS.com — Tim penyelidik saat ini tengah melakukan investigasi kemungkinan adanya bom yang ditaruh di dalam pesawat Airbus EgyptAir penerbangan MS804 yang hilang dalam penerbangan dari Paris ke Kairo, Kamis (19/5/2016).
Tim menyelidiki kemungkinan bom itu telah diselundupkan di salah satu perhentian MS804 sebelum menjalani penerbangan dari Paris ke Kairo.
Perjalanan dari Paris adalah penerbangan kelima MS804 dalam dua hari setelah sebelumnya singgah di Eritrea dan Tunisia sebelum terbang ke Paris, lalu berangkat ke Kairo, Rabu (18/5/2016) malam.
Pesawat Airbus A320 itu meninggalkan Asmara, Eritrea, pada Rabu pukul 04.10 dan tiba di Kairo pada pukul 05.55 pada hari yang sama.
Selanjutnya, pesawat itu, masih pada Rabu, meninggalkan Kairo pada pukul 08.15 dan tiba di Tunis, Tunisia, pada pukul 10.35 waktu setempat.
Pada hari yang sama, pesawat itu kemudian bertolak dari Tunis pukul 11.35 dan tiba di Kairo pada sore hari pukul 15.40, sebelum melakukan penerbangan kelimanya menuju Paris pada 16.50.
Sejumlah sumber mengatakan, pesawat itu hanya beristirahat selama 90 menit di Bandara Kairo sebelum bertolak menuju Bandara Charles de Gaulle, Paris.
Penyidik akan memeriksa para kru dan staf darat yang bekerja, baik di Bandara Charles de Gaulle maupun Bandara Tunis. Selain itu, rekaman CCTV di kedua bandara itu sudah diamankan.
Mantan penyidik Badan Investigasi Kecelakaan Penerbangan Inggris Phil Giles mengatakan, skenario paling memungkinkan adalah aksi teroris gaya Lockerbie.
"Kemungkinan bom itu dimasukkan ke dalam pesawat saat berada di Paris meski keamanan di sana sudah cukup ketat. Kita akan melihat fokus pemeriksaan terhadap para staf di bandara dalam beberapa hari mendatang," ujar Giles.
Kemungkinan lain bom itu dimasukkan di Bandara Kairo, Tunis, dan Eritrea yang keamanannya lebih lemah serta dekat dengan lokasi berbagai kelompok ekstrem.
Sebelumnya, Pemerintah AS memasukkan cabang ISIS di Libya, yang terletak di antara Mesir dan Tunisia, ke dalam daftar kelompok teroris berbahaya.
Tunisia sendiri tahun lalu mengalami tiga serangan teror. Dua serangan terjadi di ibu kota Tunis yang menewaskan 32 orang.
Satu serangan lagi terjadi di beberapa hotel di kota wisata Sousse pada Juni tahun lalu dan menewaskan 38 orang wisatawan.
Sementara itu, di Eritrea, terdapat satu kelompok militan, yaitu Gerakan Penyelamat Islam Eritrea (EISM) dan beberapa kelompok lain yang berusaha menjungkalkan pemerintah yang sah.
Tahun lalu, lebih dari 86.000 pekerja bandara di seluruh Perancis diperiksa saksama seusai terjadi serangan teror di Paris.
Pada Desember lalu, sebanyak 60 staf bandara di Paris kehilangan izin kerja mereka karena diketahui memiliki keterkaitan dengan kelompok-kelompok ekstremis.
Editor | : Ervan Hardoko |
Sumber |
: Mirror |