(antv/ Eva Mazrieva)
|
VIVAnews - Presiden Israel Shimon Peres mengkritik keras kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang menurutnya enggan berdamai dengan dunia Islam. Hal ini berujung hilangnya dukungan Amerika Serikat, senjata pamungkas Israel.
Diberitakan Telegraph, Kamis 10 Januari 2013, dalam wawancara dengan majalah New York Times Peres mengatakan bahwa kebijakan-kebijakan Netanyahu malah akan memicu pergolakan dan peperangan lebih parah dengan para militan Palestina. Ujungnya, rakyat kedua negara yang menderita.
"Ketenangan yang dirasakan oleh Israel selama beberapa tahun terakhir tidak akan berlanjut, karena bahkan jika warga lokal enggan berperang, mereka akan mendapat tekanan dunia Arab. Mereka akan dapat suntikan dana, senjata diselundupkan dan tidak akan ada yang bisa menghentikan tindakan mereka," kata Peres.
Hal ini, menurutnya, terjadi akibat kesalahan pemerintah Netanyahu yang penuh kemunafikan. Di satu sisi Netanyahu menawarkan perundingan damai dengan Otoritas Palestina, tapi di sisi lain mereka memperluas permukiman Yahudi di daerah caplokan Tepi Barat dan Yerusalem Timur.
Hal ini tentu saja membuat Amerika Serikat sebagai mediator dan sponsor perundingan marah terhadap Israel. Jika sudah begini, maka pemerintah Washington akan meragukan keinginan Israel untuk berdamai dan kepercayaan mereka akan memudar.
"Kami tidak boleh kehilangan dukungan Amerika. Apa yang membuat Israel punya daya tawar di arena internasional adalah dukungan Amerika. Tanpa Amerika, Israel hanya akan menjadi pohon yang sebatang kara di tengah gurun," kata Peres.
Yang terjadi saat ini, jelasnya, Amerika mengkambinghitamkan Israel atas semua kekerasan yang terjadi. Peres tidak membantah hal ini. Menurutnya, ini adalah buah dari kebijakan pemerintah Netanyahu yang tidak ingin berdamai dengan dunia Islam.
"Obama menganggap perdamaian harus diciptakan dengan dunia Muslim. Tapi kami, Israel, tidak pernah berpikir tentang hal itu," ujarnya.
Peres menjabat presiden pada 2007 setelah berkarir 50 tahun di politik sayap kiri Israel. Posisi presiden di negara itu hanya sebatas simbol dan tidak punya hak menentukan kebijakan.
Peres telah menjadi perdana menteri selama tiga periode pada tahun 90an. Bersama dengan mendiang pemimpin Palestina, Yasser Arafat, dan PM Israel kala itu Yitzhak Rabin, Peres mendapat Penghargaan Nobel Perdamaian pada tahun 1993 karena kiprah mereka di perjanjian Oslo. (umi)