Pesanten Darrul Hadist di desa Dammaj, provinsi Sa'dah, Yaman. (Youtube) |
VIVAnews - Sebuah pesantren di Yaman dilaporkan dikepung oleh militan Syiah Zaidiyyah pengikut Hussein Badreddin al-Houthi. Dua orang santri dari Indonesia tewas, dua lainnya terluka.
Dilaporkan, masih terdapat sekitar 100 santri Indonesia lagi yang masih berada di dalam pesantren tersebut. "Menurut informasi yang kami terima seperti itu. Ada sekitar 100 WNI di tempat itu. Keberadaan mereka tidak dilaporkan ke KBRI," kata Duta Besar RI untuk Yaman, Nurul Aulia, kepada VIVAnews, Rabu 30 November 2011.
Para santri ini belajar di pesantren Darrul Hadist di kota Dammaj, provinsi Sa'dah. Aulia mengatakan, mereka datang dengan visa kunjungan bukan visa pelajar. Inilah yang menyebabkan nama mereka tidak tercatat di kedubes.
Dua orang santri asal Indonesia yang tewas berasal dari Medan dan Aceh. Dua orang WNI lainnya mengalami luka-luka. Aulia mengatakan, informasi mengenai hal ini disampaikan oleh seorang WNI di kota tersebut kepada KBRI. Staf KBRI tidak dapat menuju lokasi karena lokasinya berbahaya.
"Kita tidak bisa menuju ke sana, karena itu daerah rawan. Di sana terdapat puluhan pos pemeriksaan, kita tidak mendapat izin," ujar Aulia.
Selain dua WNI, terdapat dua santri Amerika Serikat dan seorang santri Malaysia yang turut menjadi korban serangan kelompok al-Houthi.
Pesantren Darrul Hadist yang terletak di lembah desa Dammaj, provinsi Sa'dah menganut mazhab salafi Wahhabi. Oleh beberapa orang, ajaran salafi dinilai terlalu ketat. Salah satunya adalah larangan memajang foto, difoto, ikut dalam pemilu dan mengharamkan demokrasi.
Aulia menjelaskan, santri di pesantren ini berjumlah sekitar 6.000 orang dari Yaman dan seluruh dunia. Lokasi pesantren berada di titik rawan karena terletak di wilayah yang dikuasai oleh al-Houthi. Bahkan pemerintah Yaman tidak berdaya menghadapi mereka.
"Daerah Sa'dah sudah dikuasai kelompok al-Houthi. Kelompok ini tidak hanya bentrok dengan mahad (pesantren), tapi juga dengan suku-suku lainnya di Dammaj," jelas Aulia kepada VIVAnews, Rabu 30 November 2011.
Motif penyerangan diduga karena kelompok Syiah Zaidiyyah tidak ingin ada orang asing di wilayah mereka. "Mereka tidak mau ada kelompok lainnya di daerah kekuasaan mereka," kata Aulia. (ren)