(VIVAnews/ Muhamad Solihin)
|
VIVAnews - Pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Firman didakwa melakukan pemerasan yang menguntungkan diri sendiri dengan menyalahgunakan wewenangnya, sehingga akibat perbuatannya mengakibatkan kerugian negara. Atasan Dhana Widyatmika itu terancam 20 tahun penjara.
Terdakwa Firman, diduga merugikan keuangan negara secara keseluruhan Rp1.208.783.483 atau setidak-tidaknya Rp241.677.040. Terkait, pengurusan pajak PT Kornet Trans Utama (KTU).
"Didakwa menguntungkan diri sendiri dan menyebabkan kerugian negara," kata jaksa Novel saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu, 3 Oktober 2012.
Perbuatan terdakwa diancam pidana dalam dakwaan pertama, melanggar Pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Dakwaan kedua primer, Pasal 12 huruf e UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Kedua subsider, Pasal 12 huruf g UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Jaksa menilai, terdakwa selaku supervisor pemeriksa pajak memerintahkan Dhana Widyatmika mengambil data eksternal yang diduga tidak valid untuk dibandingkan dengan laporan keuangan PT KTU. Kemudian diputuskan melakukan pemeriksaan khusus terhadap PT KTU terkait kewajiban pajak tahun 2002.
"Selanjutnya saksi Salman dan Dhana Widyatmika bertemu dengan Riyana Juliarti dan Mr Leo dari PT KTU. Kemudian, mengatakan bisa saja tidak pakai data laporan keuangan KTU yang sudah ada. Tetapi, bisa pakai data ekternal. Sehingga, kewajiban pajak KTU lebih tinggi, yaitu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) sebesar Rp3 miliar," ujar Jaksa Novel.
Saat pertemuan itu terang Jaksa, Dhana dan Salman meminta PT KTU memberikan uang Rp1 miliar agar nilai pajak yang harus dibayar dikurangi. Namun, Jaksa mengatakan permintaan tersebut ditolak oleh PT KTU karena merasa data eksternal yang dijadikan dasar acuan perhitungan pajak tidak benar.
Dan memilih mengajukan banding atas perhitungan pajak yang harus dibayar, yaitu PPn Rp787.540.398, PPh badan Rp1.468.721.600 dan PPh 21 Rp89.970.888.
"Karena berdasarkan data perhitungan konsultan pajak Pertus Bernadus. Di mana, PPn yang harus dibayar PT KTU tahun 2002 sebesar Rp209.913.020, PPh badan dan PPh 21 nihil," ujarnya.
Namun, untuk mengajukan banding, PT KTU harus membayar kewajiban pajak 50 persen dari pajak yang harus dibayarkan, yaitu sebesar Rp397.777.199 untuk PPn, Rp734.360.800 untuk PPh badan, Rp44.985.444 untuk PPh pasal 21. Sehingga, total yang dibayar Rp1.177.119.443.
Menjadi kerugian negara ketika Majelis Hakim IX Pengadilan Pajak mengabulkan keberatan pajak PT KTU. Di mana, memutuskan PPh pasal 21 yang harus dibayar nihil. Sedangkan, PPh badan yang harus dibayar Rp1.274.460 dan PPn yang harus dibayar Rp209.913.200.
"Atas putusan majelis hakim tersebut, sebaliknya negara harus membayar kompensasi terhadap PT KTU karena perhitungan kurang pajak berdasarkan data eksternal yang tidak valid sebesar Rp920.843.519. Akibat perbuatan terdakwa dengan Salman dan Dhana merugikan keuangan negara secara keseluruhan sebesar Rp1.208.783.483 atau setidak-tidaknya Rp241.677.040," ungkap Jaksa Novel. (umi)