Bahas Calon Kapolri, Jokowi Bertemu Kompolnas

Author : Administrator | Tuesday, January 13, 2015 11:48 WIB
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, bersama Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, mengunjungi sentra rajut Binong Jati, Kelurahan Binong, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Senin (12/1/2015).

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo bertemu dengan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (13/1/2015) siang. Pertemuan digelar di tengah kritik publik kepada Presiden atas pencalonan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kepala Polri.

Berdasarkan agenda kepresidenan, Jokowi dijadwalkan menerima komisioner Kompolnas pada pukul 11.00 WIB. Pertemuan akan membahas soal pergantian Kapolri.

"Untuk diskusi berbagai hal, termasuk usulan pergantian Kapolri ke DPR. Tentu kesempatan ini akan kami gunakan juga untuk memberi masukan saran dan pertimbangan kepada Presiden untuk penguatan pengawasan Polri dan peningkatan profesionalisme dan kemandirian Polri," kata Komisioner Kompolnas Edi Saputra Hasibuan dalam pernyataan tertulis, Selasa.

Terkait calon Kapolri, Presiden Jokowi irit bicara saat ditanya wartawan soal alasannya memilih mantan ajudan Presiden kelima RI Megawati Soekarno itu sebagai calon tunggal. Jokowi selalu berdalih bahwa pemilihan itu atas dasar rekomendasi Kompolnas.

"Itu kan dari Kompolnas berikan usulan kepada saya, dari sana kita pilih dan tunggu proses yang ada di DPR," ucap mantan Gubernur DKI Jakarta itu. (baca: Ditanya soal Penunjukan Budi Gunawan Tanpa Libatkan KPK, Ini Jawaban Jokowi)

Sebelumnya, Kompolnas mengungkapkan ada lima nama yang awalnya disodorkan oleh kepada Presiden. Kelima nama itu adalah Kabareskrim Komisaris Jenderal Suhardi Alius, Kepala Lemdikpol Komjen Budi Gunawan, Irwasum Komjen Dwi Priyatno, Wakapolri Komjen Badrodin Haiti, dan Kabaharkam Komjen Putut Eko Bayuseno.

Surat rekomendasi dari Kompolnas diberikan pada 9 Januari pagi hari. Tak sampai satu hari, Jokowi langsung menunjuk Budi yang kini masih aktif sebagai Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian.

Isu rekening gendut

Kabar soal penunjukan Budi Gunawan ini segera beredar di kalangan penggiat anti-korupsi. Mereka mempertanyakan konsistensi Jokowi dalam menyelenggarakan pemerintahan yang bersih. (baca: Mantan Ketua PPATK: Budi Gunawan Mendapat Rapor Merah dari KPK dan PPATK)

Kritik ini mengalir deras karena Jokowi tak melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan hingga akhirnya ada petisi online untuk menolak pencalonan Budi.  (baca: "Pak Presiden, Saat Kampanye Janji Memilih Orang Berintegritas, tetapi Sekarang...")

Nama Budi menjadi banyak diperbincangkan karena dianggap merupakan salah satu pemilik rekening gendut. Indonesia Corruption Watch pun sampai menelusuri dugaan itu ke PPATK. PPATK mengaku sudah menyerahkan sejumlah laporan hasil analisis rekening Budi kepada kepolisian untuk ditindaklanjuti pada tahun 2010.

"Hasilnya, rekening Budi dinyatakan wajar oleh Mabes Polri," ujar peneliti ICW, Emerson Yuntho. (baca: ICW: Rekening Budi Gunawan Dinyatakan Wajar oleh Polri)

Hal senada juga yang menjadi alasan Kompolnas memajukan nama Budi Gunawan di antara lima calon lain. Komisioner Kompolnas Edi Saputra Hasibuan mengaku pihaknya berpegangan pada hasil penelusuran Bareskrim Mabes Polri.

Istana tolak isu negatif

Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengungkapkan pemerintah menggunakan azas praduga tak bersalah terhadap Budi Gunawan. Andi memastikan bahwa Presiden sudah menimbang cukup matang atas penunjukan Budi.

"Isu ini muncul 2008 lalu 2010 muncul lagi saat seleksi kabinet, tapi sampai hari ini tidak ada tindakan hukum apa pun. Presiden tidak bisa gunakan isu negatif dalam lakukan seleksi," kata Andi.

Saat ditanyakan perbedaan perlakuan Presiden saat seleksi calon menteri yang menggunakan KPK dan PPATK dengan calon Kapolri, Andi membalikkan pertanyaan kepada wartawan.

"Sebelumnya presiden memilih KSAL dan KSAU juga tanpa KPK dan PPATK kenapa tidak ada yang bersuara? Ini murni hak prerogatif presiden dalam menentukan mana yang perlu pakai lembaga lain mana yang tidak, karena pada dasarnya tidak ada kewajiban melibatkan KPK karena dalam undang-undang hanya menyebutkan Kompolnas," ujar Andi.

Harvested from: http://nasional.kompas.com
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: